webnovel

Datangnya Purnama

Bagaimana jadi nya, jika seseorang yang tidak di kenal tiba-tiba melamar kamu?. Ya, seperti itu lah kehidupan mischa atau kerap di panggil Caca, gadis berusia 19 tahun yang belum lulus kuliah itu terpaksa harus menikahi laki-laki aneh yang datang melamar nya. Ketika takdir memisahkan Mischa dengan orang yang di cintai nya, ia harus rela menikah dengan seorang pria itu tanpa ada nya rasa cinta. Perjalanan lika-liku rumah tangga yang tak dapat terelakkan ketika diantara sepasang suami istri tidak mencintai pasangannya. ****** "jika cinta berawal dari kata, maka aku akan membuatmu mengatakannya. Jika cinta membutuhkan alasan, maka kamu adalah alasan aku jatuh cinta". _Georgi Raka Purnama_

Rinda_Cahyati · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
3 Chs

Pertemuan yang aneh

Ruang keluarga itu sangat ramai, lebih tepat nya hanya Fae dan Alina yang sibuk mengoceh, hingga sesekali memekik keras. Kedua gadis itu dengan lincah menekan-nekan tombol stik play station di tangan mereka. Berbeda dengan Karin, jarinya menari-nari di atas sebuah keyboard laptop. Catrin dengan alam mimpinya, Mischa tampak menatap ponsel, sesekali bersemu, begitu juga dengan Eva.

"Fae, cowok Lo WhatsApp gue nih. Katanya Lo nggak balas-balas pesan dia".

Fae berdecak pelan, "Nanggung Ca, gue dikit lagi menang." ucap nya, tak menoleh sedikitpun, masih fokus pada layar besar di depan.

Alina tertawa, mengejek. "Heh!, Kali ini gue nggak akan biarin Lo menang!" timpal Alina menggebu-gebu.

Mischa mendengus malas, begitulah jika kedua Sahabatnya sudah memegang benda itu. Apapun di lupakan, bahkan tugas kuliah!. Kadang Mischa berfikir, sebenarnya kedua gadis cantik ini perempuan atau laki-laki?, Yang Mischa tau, permainan itu dominan di sukai oleh laki-laki.

"Njiirr...., Curang lo, curang." tuduh Alina tak terima.

Senyum penuh kemenangan tercetak jelas di bibir Fae, "dua ratus ribu, dua ratus ribu." tagih Fae menodongkan telapak tangan.

Alina mendekap erat dompet berwarna biru langit milik nya, ia tak terima jika harus menyerahkan uang jajan selama dua hari kepada si tomboy Fae. "Sial, padahal tadi gue mau menang." lagi-lagi Alina mengumpat.

"Terima kekalahan, ya, cantik...." Ledek Fae tertawa keras.

Alina mengeluarkan uang berwarna merah dua lembar dengan kasar, "besok-besok, gue akan menang". Yakin Alina penuh tekat, menyerahkan uang di tangannya dengan tak ikhlas.

"Gue tunggu..." timpal Fae santai.

Karin menggeleng-geleng heran, setelah selesai bermain play station, pasti Kedua sahabatnya akan bertengkar. "Heran gue, setiap kita ngumpul Lo berdua selalu ribut. Nih, anak selalu tidur." celetuk Karin sambil menunjuk Catrin di sebelahnya yang tengah tertidur dengan posisi, nggak banget.

"Heheheh, Sorry deh kak."

"Hmm".

Mereka semua menghela nafas sambil menatap Catrin. Tiba-tiba seringai tipis tercetak di bibir Mischa dan Eva. "Gimana kalau....?"

"Gue setuju sama ide Lo." potong Eva cepat.

"Loh, setuju apanya?" bisik Alina bingung.

Mischa memberi kode supaya semua Sahabatnya mendekat. Ia membisikkan sebuah rencana jahil. Mereka mengangguk setuju, terkecuali Karin.

"Please kak,, Bercanda doang kok."

"Oke. Tapi gue nggak ikutan" izin Karin kembali duduk seperti semula.

"Huftt..oke deh." Namun, tak lama senyum jahil terpancar di bibir mereka.

Ke-empat gadis itu mengendap-endap, mendekati sofa sakral tempat Catrin tertidur. Mischa menghitung dengan jarinya.

"KEBAKARAN!!!"

"AAAAAA!!!, KEBAKARAN!!" teriak Catrin berlari sekuat tenaga untuk keluar rumah. wajah gadis itu panik dengan nafas memburu, tetapi Ia seketika mengernyit bingung saat halaman rumah tampak sepi dengan langit menggelap.

"Loh kok sepi?, dimana kebakarannya?" gumam Catrin bingung. Tiba-tiba suara tawa menggelegar dari dalam ruang keluarga seakan menghantamnya.

Catrin menggeram rendah. Ia kembali masuk ke dalam rumah dengan wajah merah padam, emosi nya semakin meletup-letup saat melihat semua sahabatnya, tertawa keras. Bahkan Fae, berguling-guling sambil memegang perut.

Karin hanya terkekeh, melihat tingkah absuard teman-temannya. "Kalian ngerjain gue?!" Pekik Catrin geram, manik nya menatap mereka tajam dengan nafas tak beraturan.

"HAHAHAHA!, Astaga, HAHAHA!, Komuk lo cat, sumpah gue nggak kuat. Aduh, perut gue sakit." oceh Fae tergelak, hingga mengeluarkan air mata.

"HAHAHA!, Sorry cat...sorry, HAHAHA" timpal Mischa mencoba menahan tawa nya.

"Nggak, Pokoknya gue marah."

"Hehh, jangan baper dong CATRIN!."

*******

Motor ninja berwarna merah itu melaju dengan kecepatan sedang melewati beberapa kompleks. Langit tampak tak bersahabat dengan awan hitam pekat menutupi matahari, Raka menepikan motor saat pandangannya tak sengaja melihat seorang gadis tengah duduk di sebuah kursi taman. Senyum tipis terukir di wajah Raka. Tanpa ragu, ia mendekati gadis itu.

Membaca buku, eh?" batin Raka.

Ia mendudukkan tubuh tepat di samping Mischa, ya. Gadis itu adalah Mischa putri Ananta. Tampaknya Mischa terlalu fokus dengan buku bersampul biru yang di pegang nya. Ia bahkan tak menyadari Raka menatapnya intens.

Rasanya Raka ingin sekali menghentikan waktu, menatap wajah Mischa dari dekat membuat hati Raka tenang. "Aku tidak akan datang kepada mu, sebagai kekasih. Aku akan datang kepada ayahmu, memintamu, untuk menjadi istriku." ucap Raka penuh tekat membuat Mischa spontan menoleh terkejut.

Ia benar-benar di buat bingung saat seorang laki-laki sudah duduk di sampingnya dengan sangat dekat. Tatapan itu, mengapa Mischa mendapati ketenangan di sana. Dan apa katanya tadi? kali ini mischa tidak mungkin salah dengar.

Tunggu?! Bukankah, pria di depannya ini adalah kakak tingkat nya? Tetapi Mischa lupa dengan nama pria ini.

Suara guntur menyadarkan keduanya, Raka beranjak, senyum tipis menghiasi wajah Raka. Ia mengusap puncak kepala Mischa pelan, memberikan senyum manis dengan lesung pipi yang tercetak jelas.

"Pulang, udah mau hujan." Setelah mengatakan itu, Raka melenggang pergi, menutup kepalanya dengan Hondie hitam.

Deru motor semakin menjauh meninggalkan taman itu. Syock, Begitulah keadaan Mischa saat ini, kejadian tadi begitu tiba-tiba dan cepat. Mischa masih tidak bisa mencerna nya dengan baik.

Tangannya terangkat, memegang dada nya sendiri, entah perasaan apa itu. Mischa tak bisa menggambarkannya.

"Sayang."

Suara Reyno membuat Mischa berjengkit kaget, "e-eh? Dari kapan kamu di sini" bingung Mischa gugup.

Reyno memicing, menatap Mischa aneh. "Kamu kenapa? Kok kayak gugup gitu."

"E-enggak. udahlah, ayo kita pulang. Takut hujan" elak Mischa melenggang pergi mendahului Reyno.

Reyno segera menyusul gadis yang sudah duduk manis di jok mobilnya itu. Mobil BMW putih miliknya melaju dengan kecepatan sedang. ia semakin di buat bingung saat Mischa hanya diam dengan pandangan kosong.

"Ca, kamu yakin nggak papa?" tanya Reyno memastikan, tidak biasanya Mischa memilih bungkam saat di dalam mobil. Biasanya gadis itu banyak bicara dan tidak bisa diam.

"Nggak papa" jawab Mischa memaksakan senyumnya.

"Hmm, yaudah.."

Setelah beberapa menit, akhirnya Mischa telah sampai di rumah bercat putih itu. "Kamu mau mampir dulu?" tawar Mischa sambil membuka seatbelt nya.

"Lain kali deh Ca, aku ada janji sama temen, nggak papa kan?" tolak Reyno menyesal.

Mischa tertawa pelan, "santai aja kali. Yaudah, aku masuk dulu ya. Hati-hati" pesan Mischa melambaikan tangan.

"Iya" mobil itu langsung melesat hingga di telan tikungan. Menghela nafas, Mischa membuka gerbang hitam di depannya.

Ia membuka sepatu kets di kaki tak lupa menaruh nya di rak sepatu. Mischa membuka kenop pintu dengan murung. "Caca pulang" teriak Mischa tak bersemangat, ia langsung menjatuhkan diri di sofa.

Fae yang sedang bersantai di ruang tengah pun sontak mengernyit, "Kenapa Lo?" tanya Fae heran, tak biasanya wajah Mischa murung.

Menoleh, Mischa menatap Fae dengan hot pants dan kaus oblong. "Fae, tolong bilang gue lagi mimpi" Lirih Mischa dengan pandangan kosong, gadis itu merebahkan tubuh di atas sofa panjang seperti mayat hidup.

Fae semakin bingung di buatnya, "Lo kenapa si ca, mimpi apaan?". Ia memegang kening Mischa dan keningnya secara bersamaan.

"Nggak panas". gumam Fae, Mischa segera menepis tangan gadis itu.

"Apaan si!"

"Lagian Lo aneh, tiba-tiba nanya ini mimpi apa bukan, ish".

Mischa menghembuskan nafas kasar, ia sendiri juga bingung, senyum itu, ucapan itu, seakan terus berputar di fikirannya.

"Fae, malam ini gue tidur di kamar Lo ya?" pinta Mischa.

"Tapi...tap.."

"Gue mau mandi dulu, bye!" Mischa melenggang begitu saja, sebelum Fae menyelesaikan ucapannya.

"Kebiasaan."

*******

"Mah, pah. Aku mau nikah"

Wanita paruh baya yang tengah mempersiapkan sarapan sontak menoleh saat anak bungsunya mengucapkan sesuatu. "Kamu ngelindur Ka?" Ejek Lena, ibu Raka. Wanita yang masih terlihat awet muda itu tampak menggeleng-gelengkan kepala mendengar permintaan ngawur putra tampan nya itu.

"Mimpi kok pagi-pagi ka, ka" timpal tuan Purnama sambil melipat koran. Laki-laki paruh baya itu memberikan senyum manis saat piring di depannya diisi dengan nasi goreng oleh istrinya.

"Pah, aku serius."

Lena mengerutkan kening, "nggak panas kok, semalam kamu makan apa Ka?" tanya Lena sambil memegang kening Raka.

"Mimpi basah kali dia ma."

"Aish..papa ni, ngawur aja."

Raka menggeram kesal, ia menepis pelan tangan ibu nya dari keningnya. Memang sulit jika harus berbicara serius dengan kedua orang tuannya ini. "Mah, pah, aku serius!"

Kali ini perkataan Raka berhasil membungkam sepasang suami istri itu. Lena beranjak dari kursi langsung mendekati Raka dengan wajah syock.

"Raka!, Selama ini mama mendidik kamu menjadi orang baik nak. Udah berapa bulan?. Siapa namanya?" cerocos Lena sambil memegang pundak Raka.

Lagi-lagi Raka tak mengerti dengan semua yang di ucapkan mama nya itu. "Maksud mama apa si?" Raka semakin tak mengerti saat kedua pasang mata itu menatapnya tajam.

"Kalo main itu hati-hati ka, kamu mah nggak jago. Sampe kebablasan gitu" tambah Tuan purnama menatap putra nya tak habis pikir.

Drama apa lagi ini, Jika bisa memilih Raka akan mengerjakan skripsi dari pada berbicara dengan kedua orang tuanya yang selalu penuh drama, ia jengkel sekaligus kesal setiap pembicaraan selalu berakhir lelucon tak jelas dari sepasang suami istri itu.

"Kamu..."

"Stop. Dengerin Raka baik-baik ya, mah. Pah. Aku itu mau nikah. Dengan gadis! yang aku cintai" Potong Raka cepat sebelum mamanya kembali mengoceh tak jelas. Ia cukup lelah jika harus bertengkar di pagi hari.

"Pokoknya Raka mau nikah dalam Minggu ini. Ini udah jadi keputusan Raka!." tukas Raka serius langsung beranjak dengan wajah datar.

"Ndak pernah ngenalin perempuan ke sini kok tiba-tiba minta nikah. Memang nya ada perempuan yang mau sama dia" celetuk tuan Purnama menggeleng tak mengerti dengan sikap putra nya.

Lena langsung memegang dada nya sendiri, ia sangat mengenal watak putra semata wayangnya itu. Jika Raka sudah mengambil keputusan, maka tidak akan ada yang dapat mencegah nya.

"Pa. Jantung mama"

"Udah deh ma. Papa ingetin, mama itu sehat wal afiat, tidak memiliki sakit jantung kayak di film-film. Mendingan mama suapin papa, sini."

"Oh, gitu ya pa?." tanya Lena dengan polos. Ia langsung duduk di samping suaminya sambil melipat kedua tangan di atas meja.

Tuan purnama mengernyit bingung saat istrinya justru memejamkan mata sambil berkomat-kamit tak jelas. "Ma, mama ngapain?".

"Ishh!, Papa bisa diem nggak si? Mama itu lagi berdoa supaya Raka cepet waras." ketus Lena membuat tuan Purnama menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Emang anak kita nggak waras ya, ma.?"

"Iyalah! Masa pagi-pagi minta nikah." Cibir Lena mencebikkan bibirnya.

Raka melangkahkan kakinya dengan pasti, sesekali ia melempar senyum saat ada yang menyapa. ia cukup di kenal dengan laki-laki tampan dengan senyum manis. Namun, hanya satu pertanyaan yang selama ini belum terpecahkan. Mengapa Raka tak kunjung memiliki pacar.

Itu yang menjadi masalahnya, karena selama ini banyak perempuan yang mendekati Raka, baik secara diam-diam maupun terang-terangan. Namun, laki-laki itu hanya menanggapinya dengan santai dan cuek.

Panggilan seseorang membuat Raka menghentikan tubuh. "Woy Ka. Kantin yuk. belum sarapan nih" ucap Kenzie yang baru saja datang sambil menetralkan nafasnya.

"Gue ada kelas."

"Lima belas menit lagi kan?".

"Iya."

Senyum Kenzie merekah seperti mentari pagi ini. "Masih lama, udah buruan. Kevin udah di sana, nungguin kita" tutur Kenzie menarik paksa tangan Raka.

"Go.go.go. Kevin!" Kenzie menghampiri Kevin dengan nafas terengah-engah, ia malas jika harus sarapan di rumah.

Raka mengikuti Kenzie yang sudah duduk manis di kursi kantin bersama Kevin, "Mana makanan gue?" tagih Kenzie pada Kevin.

"Lo nggak sarapan lagi Ken?" tanya Kevin prihatin kepada sahabatnya itu.

"Kayak nggak tau kebiasaan Kenzie aja Lo, Vin." celetuk Raka, Kenzie hanya mengendikkan bahu acuh, tetap fokus dengan kotak bekal di hadapannya.

"Bisa bangkrut gue kalo ngasih makan Lo setiap hari" cibir Kevin melihat kotak bekal di depannya yang hampir habis.

"Oh jadi Lo nggak ikhlas, hah!, yaudah mulai besok gue sarapan mie instan aja di kantin!" bentak Kenzie dengan wajah pura-pura kecewa.

Ucapan Kenzie membuat Kevin langsung gelagapan, "Heh, Jangan macem-macem. Lo mau gue di bantai sama cewe galak Lo itu. Dih amit-amit, ikhlas gue ngasih makan Lo tujuh turunan dari pada kena amuk nenek lampir" ketus Kevin membuat Raka terkekeh pelan.

"Mulut Lo minta di gampar" desis Kenzie tak terima saat Kevin menghina gadisnya.

Jika kalian fikir Kenzie adalah pria tampan, dan kaya. Kalian seratus persen benar, tetapi kekayaan tidak menjamin kebahagiaan bukan? Begitulah Kenzie, pria itu tak akan tahan jika harus berlama-lama di rumah. Pertengkaran orang tuanya membuat Kenzie jarang pulang ke rumah.

Ia lebih sering menginap di rumah Kevin maupun Raka. Kenzie sangat bersyukur karena memiliki kedua sahabat yang pengertian dan baik seperti mereka.

"Eh, liat noh. Lima sekawan tumben Dateng barengan, eh ada bodyguard nya satu" tunjuk Kevin pada kelima gadis yang baru memasuki kantin juga satu pria yang tengah merangkul salah satu gadis tersebut.

Raka dan kenzie mengikuti arah pandangan Kevin, senyum getir terpancar begitu saja di wajah Raka. Ia mengepalkan tangan nya kuat tak bisa melihat pemandangan seperti itu setiap hari nya.

"WOY, RAKA!" teriak Kenzie, saat laki-laki itu tiba-tiba saja beranjak pergi.

HELLO. terimakasih telah berkunjung di cerita saya, jangan lupa selalu dukung saya. salam kenal

Rinda_Cahyaticreators' thoughts