webnovel

Datangnya Purnama

Bagaimana jadi nya, jika seseorang yang tidak di kenal tiba-tiba melamar kamu?. Ya, seperti itu lah kehidupan mischa atau kerap di panggil Caca, gadis berusia 19 tahun yang belum lulus kuliah itu terpaksa harus menikahi laki-laki aneh yang datang melamar nya. Ketika takdir memisahkan Mischa dengan orang yang di cintai nya, ia harus rela menikah dengan seorang pria itu tanpa ada nya rasa cinta. Perjalanan lika-liku rumah tangga yang tak dapat terelakkan ketika diantara sepasang suami istri tidak mencintai pasangannya. ****** "jika cinta berawal dari kata, maka aku akan membuatmu mengatakannya. Jika cinta membutuhkan alasan, maka kamu adalah alasan aku jatuh cinta". _Georgi Raka Purnama_

Rinda_Cahyati · Urban
Not enough ratings
3 Chs

Rahasia Faera dan Triple Cogan

Ketika cinta bertindak, maka semua akan terjadi. Bukan hanya membawamu untuk berada di sisiku. Tetapi, menjadi Milikku.

Hari ini adalah hari di mana semua orang melepaskan penat di tengah kesibukkan kegiatan masing-masing. Ya, ini adalah hari weekend. Ketiga gadis cantik itu masih asik bersantai sambil menikmati tayangan di televisi. Camilan sudah berserakan di mana-mana.

Karin hanya mendengus kesal, lagi-lagi ia memungut sisa sampah makanan ringan yang telah habis juga botol-botol kaleng.

"Sampai gue ngeliat nih karpet kotor lagi. Uang kos kalian naik dua kali lipat!." ancam Karin dan berhasil membuat ketiga gadis itu melotot kaget.

"Ehehehe..., Jangan dong kak. Enggak lagi-lagi deh." Alina mengangkat kedua tangannya, begitu juga dengan Eva dan Catrin.

"Kue datang!" Mischa meletakkan sepiring kue nanas di atas meja, melihat itu mereka langsung menyerbu kue buatan Mischa tak sabar untuk melahap kue manis yang akan menari-nari dalam mulut mereka.

Gadis dengan apron Doraemon itu terkekeh pelan, melihat mereka merebutkan kue buatannya. Memang Mischa sangat ahli jika membuat makanan manis. Ia sangat senang memasak terlebih lagi membuat kue.

"Eu-nak...". racau Eva dengan mulut penuh.

"Gila, kue Lo nggak pernah berubah rasa nya. Enak." Puji Alina dengan antusias.

"Yaiyalah, emang mau berubah jadi apa?. Superman? Apa Mimi peri?" timpal Catrin terkikik geli.

"Tinggal makan aja, ribut." cibir Karin.

Mischa lagi-lagi tertawa melihat tingkah kelima sahabatnya, kemudian ia melenggang pergi menuju dapur. Masih ada satu loyang kue pandan yang belum di panggang. Mischa sangat senang jika kue buatannya di sukai oleh banyak orang. Ia senang memasak, namun, ia malas untuk makan. Alhasil, Mischa sangat bersyukur mempunyai sahabat yang hobby makan. Hahaha.

Tap

Tap

Tap

Semua pasang mata menatap heran gadis jangkung yang baru saja menuruni tangga dan menghampiri mereka. Fae, gadis itu sudah rapi dengan celana lepis, crop top hitam di lapisi kemeja biru, sepasang sepatu sneakers membalut kakinya. Meskipun outfitnya terkesan tomboy. Fae, tetap terlihat sangat cantik dengan rambut ikal yang ia biarkan tergerai indah.

Fae menyapa teman-temannya dengan senyum merekah, "Lo mau kemana? udah cantik aja. Nggak lupa kan ini weekend?" sindir Alina sambil memakan kue nanas di tangannya.

"Padahal Caca baru bikin kue nanas, eumm....,enak. Apalagi kue pandan..uh.... rasanya tuh....perfect" tambah Catrin dengan ekspresi di lebih-lebih kan.

"Lagian tumben Lo pergi, biasanya juga main play station sama Alina." Karin ikut menimpali.

Fae mendengus malas, ia berdehem pelan sambil  mengibas kan rambut panjangnya. Dengan langkah gontai Fae mendekati Mischa yang baru saja datang dengan sepiring kue pandan, tampak masih mengepul. Ia mencomot salah satu kue berwarna hijau itu lalu menjatuhkan tubuhnya di salah satu sofa singel.

Mischa ikut menjatuhkan tubuhnya di sofa, ia sudah tak mengenakan appron  seperti sebelumnya, hanya saja rambut panjangnya ia ikat asal. Berbeda dengan Eva dan Alina yang sudah duduk nyaman di bawah karpet berbulu lembut.

"Jadi begini ciwi-ciwi ku, yang. KEPO." ucap  Fae menekankan kata terakhirnya. " Ehem, hari ini Kenzie ngajak gue kencan!. Dan hari ini gue nggak main play station sama Lo, Alina, hehehe. Lagipula gue bosen kalo harus menang lagi". Jelas Fae sombong.

"Kencan?" celetuk Alina dengan aneh, mereka menatap penampilan Fae dari atas sampai bawah.

"Eumphh..., HAHAHAHAHAHA!"

Fae mengernyit bingung, mengapa sahabat-sahabatnya malah tertawa. Apa mereka fikir Fae bergurau, Apa ada yang lucu.

Mischa mengusap air matanya yang keluar mencoba mengatur nafas agar tidak kembali tertawa.

"Kencan? Gini, ya. Fae, yang cantiknya mirip model sabun cair, Lo mau kencan sama siapa? Boboiboy? Penampilan Lo kayak mau nongkrong aja, Ahahahaha!" ledek Mischa menggeleng-gelengkan kepalanya heran.

"Ya, gue mau kencan sama KENZIE, lah! Lagian kenapa juga kalian ngetawain gue, emang ada yang lucu!" kesal Fae tak terima. Enak saja ia kencan dengan Boboiboy, amit-amit.

Karin menepuk keningnya, ia heran dengan  tingkah salah satu sahabat nya ini. "Di kamar Lo nggak ada kaca, Fae? Lo bilang mau kencan, kan?" Fae mengangguk mantap.

"Mana ada! Orang mau kencan pakai kemeja sama celana Levis?! muka pucet kayak nasi basi. Cantik si, cantik. Tapi nggak gini juga penampilan lo, Fae. Aduh!" sarkas Karin menyandarkan bahunya lelah. Rasa-rasanya tidak ada yang benar-benar waras di rumah ini.

"Lagian gue heran, kok, cogan kayak Kenzie bisa suka sama Lo ya?. Hemm, gue akuin Lo cantik. Emmm.ya,ya,ya. Tapi kan Lo bawel, serem, galak!, suka ngatur, sadis, Keja..."

Tuk!

"Akhh!"

"Sialan!, sakit, nih. Kening gue. Lo bener-bener ya!" keluh Eva mengusap keningnya yang tampak benjol setelah mendapatkan ciuman mesra dari remot tv yang Fae lemparkan.

"Sorry ya, netizen. Gue nggak punya waktu buat dengerin komentar unfaedah kalian. Udah siang, gue harus berangkat. Bye." Pamit Fae langsung beranjak pergi.

Eva mendelik sinis, keningnya terasa berdenyut nyeri. Temannya itu benar-benar tidak pernah membedakan orang jika ingin menyiksa.

"Dasar kak Ros galak, sadis!"

Brak!

Pintu gue....." batin Karin menunduk lesu.

Fae menyerahkan dua lembar uang kepada ojek online yang ia tumpangi, gadis itu menatap sebuah cafe di depannya sambil mengecek alamat yang tertera di layar ponsel. Benar, ini cafe flower yang di maksud Kenzie.

Ia tersenyum tipis saat seorang waiters membukakan pintu untuknya. "Meja 07. Ah, itu dia!" Setelah sibuk mencari akhirnya Fae menemukan meja yang sudah di pesan oleh Kenzie. Namun, baru beberapa langkah ia mendekat. Fae mengernyit bingung saat indra pengelihatannya menangkap siluet dua laki-laki yang menduduki meja itu. Seperti tidak asing.

"Fae, Kenapa di situ?. Sini duduk". Panggil Kenzie melambaikan tangan. Fae mengangguk singkat, ia menjatuhkan tubuhnya di kursi tepat di samping Kenzie dan seorang pria.

"Ken, kok ada Kevin di sini?" tanya Fae heran.

Belum sempat Kenzie menjawab, suara decitan kursi membuat Mereka langsung menoleh, seorang laki-laki baru saja menempatinya. Kontan saja Fae semakin bingung. "Raka? Kok lo juga ada di sini?" Kenzie meringis pelan saat manik kekasihnya itu menatapnya tajam meminta penjelasan.

"Sebenarnya aku di suruh Raka buat ngajak kamu ke sini. Tapi, kalo nih bocah. Ngikut sendiri." jelas Kenzie sambil menyengir.

"Siapa suruh Lo pergi, mencurigakan! Gue kan jadi kepo. Yaudah gue ikutin. Eh, ternyata kalian main belakang tanpa sepengetahuan gue!. Ck,ck,ck." Sela Kevin dramatis. Memang, Kenzie tadi malam menginap di rumah Kevin.

"Dih, drama Lo SOSIS!. Lagian suka-suka gue, mau pergi kek, mau salto, juga hidup-hidup gue. Ngapa Lo yang repot?! Emang Lo siapa? Emak gue, bapak gue?. Bukan, kan.!" Sembur Kenzie tak berperasaan.

Kevin mengelus-elus dadanya sendiri. "Mulut Lo ken, Setajam silet."

Deheman pelan membuat pertengkaran itu berhenti, "Kenapa berhenti? Tenang aja, masih gue liatin. Buruan lanjutin." ucap Fae sambil merenggangkan otot tangannya.

Kedua pria itu menggeleng kuat, mereka memilih membenarkan posisi duduk agar lebih nyaman. Melihat itu senyum Fae mengembang, ia mengalihkan pandanga kepada Raka karena hanya duduk memperhatikan tingkah mereka.

"Tumben Lo ngajak gue ketemuan. Ada apa?" tanya Fae pada akhirnya.

"Iya tumbe..." Kevin tak jadi melanjutkan ucapannya setelah mendapatkan tatapan tajam dari Raka.

"Oke, gue diem".

Laki-laki tampan itu meyakinkan dirinya sendiri. Ia akan membuat keputusan yang besar. Namun, Raka yakin. Keputusan nya kali ini sudah tepat, tidak akan ada yang bisa mengubah pemikirannya.

"Gue mau ngomong sama Lo."

"Ya?" Entah mengapa perasaan Fae menjadi tidak karuan.

"Gue mau nikah."

"APA?!" Fae menggeram kesal ketika telinga nya berdengung akibat pekikan nyaring Kevin dan Kenzie. Ia memukul lengan kedua pria itu membuat mereka meringis kesakitan.

"Lo mau nikah sama siapa?" tanya Kevin keheranan. Pasalnya ini sangat mendadak, setahunya Raka tak pernah dekat dengan siapapun. Tapi ini?

"Perempuan."

"Yee, bego! Iyalah perempuan, masa laki-laki. Lama-lama otak Lo lelet ya kayak Kevin." timpal Kenzie gemas.

"Kok lo menghina gue mulu? Punya dendam kesumbat ya Lo?!" tukas Kevin tak terima.

"Berisik!!. Kalian berdua bisa nggak si jangan ribut terus? Pusing gue dengernya. Dan Lo ka, kalo mau nikah, terus apa urusannya sama gue?" Decak Fae kesal. Ia memanggil seorang waiters untuk memesan minuman.

Tenggorokan sakit karena terus berteriak, semua ini gara-gara kedua pria somplak di sampingnya. "Satu ice coffee ya mas." Waiters itu mengangguk sambil tersenyum ramah.

Tak berselang lama pelayan itu kembali dengan membawa pesanan Fae, "Lo belum jawab pertanyaan gue Raka, oh atau Lo kasih tau gue buat bantuin nyebar undangan?" lanjut Fae menggerutu.

Raka menghela nafas, "Gue mau nikah, sama temen Lo. Caca."

Byrurr!

"Anjir, muka ganteng gue!" Pekik Kevin mengusap wajah nya kasar.

"Udah sering gue bilang, muka gue bukan wastafel." lanjut Kevin mencibir, menggosok habis wajah nya dengan tissue.

"Eh, Heheheh Sorry Vin, gue nggak sengaja. Lagian bercandaan Lo nggak lucu ka, Caca kan masih punya Reyno, gimana si Lo." Fae tertawa sumbang. Namun, raut wajah Raka tak menunjukkan bahwa pria itu main-main membuat Fae menelan Salivanya dengan susah payah.

"Gue tau ini nggak masuk akal, tapi gue serius!. Gue mau minta bantuan kalian buat melamar Caca langsung ke orang tuanya. Tanpa sepengetahuan Caca." Tegas Raka penuh keyakinan. Ia sudah memikirkan ini matang-matang. Raka tak bisa lebih lama menahan diri jika melihat Mischa dekat dengan pria lain.

Fae menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir. "GILA! nggak waras Lo ka!, gue tau Lo cinta sama Caca. Tapi, kalo nikah? Aduh! Pusing gue Raka, please Caca masih punya Reyno ka dan hubungan mereka baik-baik aja sampai sekarang." Fae berucap frustasi.

Ia memang sudah tahu jika Raka menyukai salah satu Sahabatnya sejak lama. ia juga dekat dengan Raka karena Kenzie sering mengajaknya jika mereka sedang berkumpul. Berbeda dengan Eva yang tidak terlalu dekat dengan Raka.

Fae juga sangat hapal setiap hari Raka selalu mengawasi Mischa diam-diam, jika saja sahabatnya itu belum memiliki seorang kekasih pasti Fae akan sangat setuju karena Raka adalah pria baik dan perhatian, tetapi kenyataannya Mischa telah memiliki kekasih.

"Gue tau. Tapi gue yakin bisa bikin Caca cinta sama gue, bahagia sama gue. Gue butuh kalian."

"Lo yakin ka?". Tanya Kenzie serius, masalahnya ini bukanlah sesuatu yang main-main.

Raka mengangguk mantap. "Kalo Lo bahagia, gue sama Kevin pasti mendukung Lo bro, sebelum janur kuning melengkung tetangga boleh menikung!" Kevin langsung menyetujuinya sambil menepuk pundak Raka pelan.

"Kalau Raka bahagia terus Caca gimana?! Gue nggak mungkin menghancurkan kebahagiaan sahabat gue sendiri!" desis Fae sinis. Kenzie mengusap pelan pundak kasihnya itu, ia tau Fae sangat menyayangi kelima sahabat nya. Terlebih lagi Mischa, ia memberi kode kepada Raka dan Kevin untuk memberi waktu Kenzie berbicara dengan Fae.

Kedua pria itu langsung beranjak dari tempat duduk meninggalkan Kenzie dan Fae berdua. "Ken, aku nggak mungkin merusak kebahagiaan Caca, kamu tau kan, aku sayang banget sama dia." Fae mengusap wajahnya frustasi, ia benar-benar bingung.

Kenzie tersenyum tipis, ia memutar tubuh Fae agar berhadapan dengannya kemudian Kenzie menggenggam erat kedua tangan gadis itu. "Sayang, Aku tau ini sulit buat kamu. Tapi kamu tau kan. Raka itu baik, baik banget malah. Meskipun dia kadang-kadang ngeselin sih. Aku kenal banget Raka, walaupun nanti kamu nggak setuju. Tapi, aku yakin seratus persen kalo Raka nggak bakal merubah keputusannya, dia itu orangnya keras kepala"

"Aku yakin Caca pasti bisa terima Raka, Caca gadis baik. Raka juga baik. Mereka pasti bahagia, Fae. Kamu mau kan, bantu Raka." Bujug Kenzie panjang lebar. Ia mencoba meyakinkan gadis ini untuk membantu Raka.

"Tapi Ken, aku..."

"Demi aku, Raka juga Caca. Please." mohon Kenzie menatap dalam manik Fae.

Gadis itu menghela nafas, ini adalah keputusan yang sangat sulit untuknya. Apa benar, Mischa akan bahagia jika dengan Raka, apa bisa Raka membuat Mischa bahagia.

"Kamu yakin Raka serius cinta sama Caca?" tanya Fae gundah.

"Aku udah kenal lama sama Raka, baru kali ini aku liat dia seyakin itu" jawab Kenzie serius.

Tubuh Fae bergerak gelisah, "Kali ini aja kamu bantu Raka, please." dengan ragu Fae mengangguk.

"Yes!"

"Jangan seneng dulu Ken, aku belum selesai ngomong. Aku bakal bantu kalian tetapi aku nggak bisa maksa Caca buat nikah sama Raka. Caca punya hak untuk menolak maupun menerima lamaran itu." jelas Fae tegas.

"Ya, Itu nggak masalah. Muah, pacar aku emang baik. Raka pasti seneng dengernya" senang Kenzie mengecup pipi kiri Fae lalu langsung berkutat dengan ponselnya.

Gadis cantik itu memaksakan senyum, semoga keputusannya ini tidak salah. Toh, dia hanya membantu Raka melamar, ia tidak akan memaksa Mischa.

"Dah. Yuk aku anterin kamu pulang." ucapan Kenzie membuyarkan lamunan Fae, ia mengangguk singkat lantas beranjak pergi.

Kenzie menggandeng tangan Fae, ia tahu gadisnya ini masih belum tenang dengan apa yang baru saja terjadi. Tetapi Kenzie yakin, Raka tidak akan mengecewakan mereka semua.

Kenzie membukakan pintu mobil untuk Fae, setelah memastikan Fae mengenakan seatbelt nya dengan benar Kenzie memutari mobil sport hijau itu untuk menuju kursi kemudi. Ia mulai menancap gas dengan kecepatan sedang membelah keramaian kota.

Sesekali Kenzie menoleh ke arah Fae yang hanya diam saja sambil membuang pandangannya ke arah jalan raya.

Setelah beberapa menit, akhirnya mereka telah tiba di depan rumah tingkat dua bercat putih. Fae melepaskan seatbelt nya, ia menoleh ke arah Kenzie menatap pria itu dengan pandangan sulit diartikan.

"Jangan telat makan."

Kenzie tersenyum lega, setidaknya Fae masih memperhatikannya, "iya, langsung istirahat ya, cantikku!" gemas Kenzie mengacak pelan rambut Fae. Gadis itu tertawa pelan.

"Aku masuk dulu. Hati-hati, jangan ngebut!"

"Iya, bawel".

"Ishh!. Dah."

Deru mobil Kenzie semakin menjauh, Fae menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskan nya. Ia langsung memasuki rumah Karin.

Fae melenggang pergi begitu saja tanpa menoleh ke sekitarnya, ia hanya ingin menuju kamar dan istirahat. Tidak yang lain.

"Eh, Fae. Baru pulang Lo?" suara bariton seseorang membuat tubuh Fae terhenti.

"Reyno?" Fae menatap Mischa dan Reyno yang tengah duduk di depan televisi.

Mischa melambaikan tangannya, mengisyaratkan Fae untuk mendekat "sini, Reyno bawa banyak makanan" tawar Mischa dengan semangat.

Fae tersenyum masam, "Enggak ca, gue udah kenyang. Mau istirahat." tolak Fae halus

"Oh, okey selamat istirahat"

Ca, apa bisa gue menghancurkan kebahagiaan Lo saat ini demi kebahagiaan nanti yang belum pasti?" batin Fae miris, melihat kemesraan Reyno dan Mischa yang kembali asik tertawa ria.

Jangan lupa selalu suport aku, terima kasih sudah membaca karya ini dengan tulus ^^

Rinda_Cahyaticreators' thoughts