webnovel

JADI SARJANA

Dalam satu chatnya di whatsapp dengan Reggie yang masih di Inggris.

Hasann :"Aku sibuk sekarang hampir engga punya waktu buat main-main, atau nongkrong lagi kayak dulu Gie."

Regie :"Wuiiih mantap hahaha...memangnya punya kegiatan apalagi selain kuliah?"

Hasann :"Gua jadi Asisten Guru di sekolah Berdikari Gie, gua punya 4 anak didik yang harus gua pantau terus perkembangannya, plus gua masih harus kuliah, praktis habis waktu gua,boro-boro ngapelin cewe hehehe... ."

Regie : "Sate...gimana sateee...? hehehe.

Hasann : "Masih, makin lancar hehehe.

Usaha sate ibunya juga masih berjalan , pa Rahmat bapaknya semakin sehat dirumah dengan hobi perkututnya .

Karena dukungan dari keluarganya, Hasann tetap punya waktu 24 jam sehari untuk masa depannya tanpa diganggu urusan yang lain dirumahnya, jadi dia bisa fokus.

Tak terasa setelah menyelesaikan semua mata kuliahnya Hasann pun mulai dengan skripsinya untuk mengikuti sidang di akhir tahun itu supaya bisa lulus tepat waktu. Jadi sepulang mengajar disekolah, dia banyak habiskan waktu diperpustakaan dan kamar tidurnya untuk mengerjakan skripsinya . Hampir 2 bulan waktu yang dia butuhkan untuk menyelesaikan skripsinya ,lumayan lama tapi dia buat skripsinya cukup tebal.

Dan setelah melewati persidangan , dia dinyatakan berhasil dan dinyatakan sebagai salah satu lulusan terbaik meraih cum-laude dengan IPK 3,71 sedikit lagi dia bisa meraih tingkatan yang lebih tinggi.

Hasil ini tentu membahagiakan Hasann , keluarganya, anak-didik dan guru-guru disekolah Berdikari, tempat dia ngajar .

Waktu wisuda pun dihadiri ibu dan bapaknya.

Terlihat pa Rahmat dengan baju batik lengan panjangnya ,"Bagaimana San...bapak pakai batik ini saja yaa ?tanya bapaknya sambil menunjukkan baju yang dipakainya?"

Hasann pun mengiyakan .

"Sepatu pakai punya Hasann aja pak, nanti Hasann pakai sepatu yang lain," tawar Hasann, yang tahu kalau bapaknya engga punya sepatu untuk acara resmi.

Pa Rahmat memakai baju batik lengan panjang, celana sopan dan sepatu vantofel kepunyaan Hasann. Ia tampak keren meskipun agak kaku, maklum engga biasa mungkin dengan pakaian resmi seperti itu.

Wajah bapaknya tampak lebih tua dari umurnya , pipinya kelihatan masih agak tirus dan masih seperti orang desa yang miskin , dengan rambutnya yang rada gondrong, nggak terlalu rapi tapi tampak seulas kebahagian disenyumnya.

Begitupun dengan Alis, ibunya memakai setelan baju kebaya, tampak bahagia dengan riasan yang jarang ia kenakan.

Sambil melihat-lihat sekeliling ruangan , Alis berbisik "Ibu engga biasa San, datang ketempat gini," katanya , mungkin agak miris.

"Engga apa-apa bu tenang aja, orang lainpun sama bu," hibur Hasann.

Mereka engga menyangka juga , seakan ada didunia yang lain.

Hasann berdiri ditengah dengan toga dan jubah sarjananya, sementara ibu dan bapaknya mengapit dia waktu diambil fotonya dihalaman kampus seusai acara wisuda. Hasann yang dulu bocah kecil sekarang bergelar sarjana !

Foto kenangan yang membanggakan itu dipajang besar dirumahnya diruang tamu. Ditengah kesibukan Hasan mengajar, bapaknya berinisiatif mengumpulkan semua buku-buku Hasann dan menyampulnya dengan kertas bekas kalender dan memajangnya di rak sebelah tv.

Sengaja dia beli rak buku , saking bangganya dia sama anaknya.

"Waduuh , kenapa jadi begini Pak? " tanya Hasann keheranan melihat rak dengan susunan buku," buku apa aja ini ?" tanyanya lagi sambil meraih satu.

"Engga apa-apa San...bapak rapikan aja ,supaya bagus juga pemandangannya kalau ada tamu hehehe," sergahnya. Lucu, bapaknya ini ingin meniru kayak orang-orang kaya terpelajar gitu, punya rak buku.

Jangankan membayangkan, mimpi juga mungkin engga pernah terlintas dalam pikirannya bisa menyekolahkan anaknya sampai sarjana !

.........

Waktu berlalu terlihat orang tua Hasann sedang ngobrol berdua, rupanya mereka membicarakan suatu rumah dijual yang cukup besar di pinggiran selatan kota Bandung. Kata bapaknya Hasann, rumah itu termasuk murah karena cukup luas tanahnya. Dibanding rumah yang sekarang mereka tempati sih iya, memang lebih luas hampir 3 kali lipat luasnya. Yang sekarang itu luasan tanahnya 64 m2 saja, sedangkan yang rumah dijual itu memiliki luas tanah 180 m2.

Waah ada-ada aja pa Rahmat ini ,kayak punya uang banyak aja... tapi kelihatannya bapaknya berambisi sekali untuk memiliki rumah itu.

Semangat dia karena setelah anaknya lulus jadi sarjana dan sudah bekerja jadi guru , dia sepertinya ingin meneruskan nasib baiknya dengan mengincar rumah yang lebih luas, lebih layak buat mereka. Hmm boleh juga .

"Tapi dari mana uangnya pak ?" tanya Alis engga menemukan jawabannya.

Engga kehabisan akal , pa Rahmat menjawab , "Kita bisa jual rumah kita yang sekarang ini dan bisa dijadikan uang muka untuk beli rumah itu...," katanya pintar.

Ibunya sih kurang paham soal ini, tapi sebenarnya ingin juga sih punya rumah yang lebih luas. Akhirnya mereka berdua berboncengan sepeda motor menyempatkan melihat rumah yang sedang dipasarkan itu .

Lokasinya agak dipinggir kota Bandung, tapi sudah ramai dan sudah dilewati kendaraan umum.

"Enggak bisa masuk ya Pa ?" tanya ibunya berdiri diluar pagar rumah kosong itu. ia membuka matanya lebar seakan rumah ini impiannya.

Pa Rahmat menjawab serius, "Engga ada penghuninya bu...kita harus bikin janji dulu dengan pemiliknya kalau mau lihat dalamnya."

Akhirnya mereka melihat-lihat kondisi rumah tersebut dari luar karena rumah itu kosong dan terkunci . Mereka pun mengitari sekeliling lingkungan perumahan itu.

Waktu perjalanan pulang sambil mengendarai motornya , pa Rahmat bertanya, "Bagaimana bu...bagus engga ...mau engga tinggal disana ?"

"Yaa mau sih pa, tapi bagaimana caranya," jawabnya datar seakan memiliki rumah itu adalah sesuatu yang engga mungkin terjadi , Alis menjawab kurang semangat.

Setelah mengetahui Alis setuju dengan rumahnya , pa Rahmat pun seakan mendapat ijin untuk terus berusaha, semakin semangat . Ia menghubungi pemilik rumah tersebut.

"Kapan saya bisa lihat kedalam rumahnya Pa?"

"Ooh..kalau serius berminat nanti Sabtu aja ya Pa, kita ketemuan di lokasi sekitar jam 10 pagi gitu ,bagaimana ?" tanya pemilik rumah itu.

"Baik Pa...siap. Bisa. Nanti saya kelokasi Sabtu ini ya Pa, trimakasih," Pa Rahmat senang bukan main mengetahui rumah tersebut belum terjual.

Setelah melihat kedalam rumahnya , ia mendapati kondisinya ada beberapa bagian yang sudah rusak, tapi masih layak untuk ditinggali.

"Berapa mau dijual Pa ?" tanya pa Rahmat setelah melihat-lihat kedalam rumah itu.

"Saya mau jual 500 juta aja Pa," jawab pemilik rumah itu.

Setelah mendengar harga yang diminta, pa rahmat berkata "Iya pa nanti saya coba bicarakan dulu dengan keluarga ya pa...nanti dikabari lagi, siapa tau jodoh nih pa hehehe."

Pa Rahmat pun pamit tanpa menjanjikan apa-apa ke pemilik rumah itu.

Ia pun mulai putar otak bagaimana caranya bisa membeli rumah itu... . Pastinya pa Rahmat harus menjual rumah yang sekarang ditinggali dulu, baru kemudian bisa memulai penawaran untuk rumah yang barunya.

Diapun ngobrol dengan Alis, kemungkinan kalau rumahnya mulai dipasarkan untuk mencari calon pembeli . Dan kekurangannya bisa mengajukan pinjaman ke Bank.

"San nanti kalo sampai deal beli rumah disana itu , belinya lewat Kredit bank pasti...itu nanti pake nama Hasann yaa ?" kata bapaknya minta persetujuannya.

Hasann mendukung , "Iya Pa, boleh nanti kalo ada perlu surat pengantar dari sekolah , bisa Hasann mintakan."

Hasann sih setuju saja dan menilai bagus rencana bapaknya ini dan ia senang bisa membantu keluarganya.

"Tapi nanti kalo tinggal disana , gimana ibu jualannya pa kan jauh tuh... ? " tanya Hasann masih belum nyambung ceritanya.

"Oooh bisa ! nanti ibu atur San," kata Alis yang serba praktis dalam berfikir.

"Nanti kita bisa titip gerobak satenya disana , persiapan bisa dibikin dirumah dan dibawa ketempat jualan, " tambah Alis yang seakan ikut membantu rencana pa Rahmat untuk memiliki rumah yang lebih layak, lebih luas itu.

"Oooh gitu yaa Bu. "

Hasann pun manggut-manggut tanda setuju, menyerahkan semua urusannya ke orang tuanya.

Sementara pa Rahmat mulai memberikan signal positif ke pemilik rumah itu, diapun mulai secara gencar memasarkan rumahnya. Kayak sudah ahli di bidang properti aja dia...haduuh, anak sama bapak samanya kalau sudah ada maunya, sepertinya begitu. Hm.

Pa Rahmat menawarkan rumahnya ke semua tetangga sekitar tempat tinggalnya, ke sebrang jalan, ke setiap pemilik toko dijalan besar sana, pokoknya kesemua orang yang dia kenal, kayak orang kesurupan saja...ia ingin rumahnya cepat terjual. Itu saja !

Ia benar-benar berusaha supaya secepatnya dapat calon pembeli untuk rumahnya yang ditinggali sekarang , dan membeli rumah baru disana.

"Bapa harus bisa menjual rumah ini secepatnya Bu, supaya bisa bayarin rumah itu, katanya, kalo engga rumahnya nanti keburu dibeli sama orang lain," alasannya.

Tapi engga ada yang bisa bantu bapaknya itu, semua punya kesibukan masing-masing.

Untungnya usaha bapanya berhasil, engga sampai 1 bulan rumahnya sudah ada calon pembeli serius. Engga makan waktu lama untuk negosiasi soal harga juga...kebetulan calon pembeli ini juga lagi cari rumah yang dekat dengan usahanya disana.

"Saya mau jual 350 juta Pa," kata pa Rahmat, tapi masih bisa nego sedikit pa bujuknya.

Setelah melihat kondisi rumahnya, calon pembeli itu memberikan penawaran, "Saya tawar 300 ya pa ? soalnya banyak yang harus saya perbaiki pa rumahnya...lantai nya masih pakai ubin yang lama, genteng harus diganti, tembok juga harus di plester ulang lagi, blom lagi plafon yang bocor-bocor itu pa ? kata si calon pembeli itu, "semua itu biayanya besar pa,bagaimana ?"

Pa Rahmat tau benar kondisi rumahnya yang perlu banyak perbaikan dan karena tidak ada calon pembeli yang serius lagi, akhirnya ia melepas rumahnya dan transaksi jual-beli rumahpun terjadi.

Pa Rahmat dibantu Dadang , ketua RT dilingkungannya. Ia teman yang biasa nongkrong bareng, untuk menyelesaikan soal surat-surat , dokumen dan legalisasi dengan notaris.

"Bantu saya yaah pa RT , saya kurang paham soal surat-surat dan urusan legalitas lainnya," pinta pa Rahmat.

"Siap Pa, buat bapa saya bantu Pa sampai selesai, jangan takut !" kata pa Dadang menenangkan .

Secepat rumah terjual dan dana masuk tabungan Hasann, pa Rahmat langsung memberikan uang tanda jadi buat rumahnya yang baru. Dan mulai menghubungi Bank dan Notaris untuk mengurus pembelian rumah tersebut secara KPR atas nama Hasann.

Alis masih tetap jualan sate , Hasann dengan aktifitasnya sendiri . Mereka engga terlalu mengerti soal transaksi rumahnya.

Kira-kira satu bulan kemudian , mereka berkumpul di notaris untuk urusan transaksi .

Ada Hasann, bapaknya , suami-istri dari pihak penjual , notaris dan seorang staffnya dan dua orang dari pihak bank.