---------------
Angin berhembus lembut.
Bau daun dan tanah yang basah yang berbaur bersama angin tertiup hingga jauh.
HongEr berbaring di atas batu besar dengan menggunakan dua lipatan tangan di belakang kepala sebagai bantalnya, melihat langit biru tak begitu terik dengan awan-awan menggumpal gemuk yang berjalan seiring di atasnya, hembusan angin membawa awan-awan indah itu berarak dengan tertib bersama dengan burung yang terbang tinggi mengiringi seakan mengadakan pergelaran musik yang sangat indah, yang hanya bisa di dengar olehnya, lembah Jie yang sangat ia sukai.
"HongEr!" Ada suara keras memanggilnya, HongEr menaikkan kepalanya, itu pasti kakak Fei-nya.
HongEr bangun dan hendak melambaikan tangannya ke atas, ia baru mau membuka mulutnya berteriak saat seseorang sudah berlari mendekati kakaknya yang berdiri di dekat pohon.
"Hong kau ini kemana saja? Sudah waktunya makan katanya kau kelaparan"
Hong menurunkan tangannya, kakaknya itu, mengandeng seseorang yang menyerupai dirinya dari belakang, rambut panjang bergelombang berwarna merah, pakaian sutra seperti miliknya, tapi, ia masih di sana, masih duduk termangu di tempatnya, lalu, itu siapa?
HongEr segera berdiri dan berusaha mendekati kakaknya cepat.
"Kakak!" Serunya, suaranya cukup keras, tapi kak Fei seperti tidak mendengarnya, ia tersenyum begitu lebar menggandeng orang yang menyerupai dirinya itu, mereka semakin jauh.
"Kak Fei! Ini HongEr!" Hong berusaha mempercepat langkahnya bahkan berlari, tapi ia tetap tidak bisa mendekat, hingga tidak hati-hati menginjak batu dan jatuh tersungkur keras.
"Akh"
Ia berusaha berteriak, tapi kakaknya tetap tidak mendengarnya, orang itu mungkin orang jahat yang menyerupai dirinya dan ini tidak bisa dibiarkan. Hong mengangkat kepalanya melihat sosok yang menyerupai dirinya membalikkan kepalanya melihat ke arahnya.
"K kak Fei" suara Hong tertahan, sosok itu, memang sangat mirip dengannya, hanya matanya berwarna hitam seluruhnya, tidak merah seperti miliknya, dan yang sangat menakutkan, sosok itu menarik tepi bibirnya seakan menyeringai begitu puas padanya, ia melihatnya.
"Jangan dekati kak Fei-ku!" Seru HongEr keras.
Suara teriakannya terdengar hingga ia bangun tiba-tiba dari tidurnya.
"Hong kau kenapa?" Fei yang duduk di pinggir ranjang Hong segera memeriksa adiknya, HongEr membuka matanya lebar tersentak dengan napas terengah-engah.
"Kak Fei" tanpa menunggu Hong bangun dan memeluk FeiErat, masih dengan napas kelelahan, ia mimpi buruk.
"Hanya mimpi, tenang kak Hong di sini yah, hanya mimpi buruk" bisik Fei mengelus punggungnya menenangkan adiknya.
"Hoh hoh hoh kak, jangan ikut dia, jangan tinggalkan HongEr" tangan Hong gemetar tapi ia memeluk kakaknya dengan sangat erat.
Fei tersenyum, ia bisa bernapas lega karena setelah dua hari tak sadarkan diri adiknya itu bangun juga, ia membelai rambut Hong dan mengecup kening adiknya yang berkeringat dingin.
"Kakak tidak akan meninggalkanmu, selamanya tidak akan meninggalkanmu Hong, tenang yah" bisik Fei.
..............
Malam datang.
Fei masih duduk di samping ranjang dengan Hong yang duduk menyandar padanya.
Gemericik air hangat di dalam baskom saat Fei mengeluarkan handuk hangat untuk membasuh tubuh Hong, ia sudah berteriak ingin mandi sedangkan demamnya masih cukup tinggi.
Dengan wajah kerap tersenyum lebar Fei membasuh tangan Hong.
"Kak"
"Hmm?" Tanya Fei.
"Hong, bermimpi, kalau kakak, mengacuhkan Hong dan pergi" ucapan Hong terbatah karena lemah.
"Hong tahu itu tidak mungkin khan, kak Fei tidak akan pernah meninggalkan adik sampai kapanpun"
"Benar kak? Janji?"
Fei menghentikan gerakan tangannya, mungkin karena demamnya Hong terdengar jauh lebih manja dari biasanya, walau ia memang selalu manja dan menempel padanya saat ia sakit, Fei ingat selama ia tahu Hong hanya pernah sakit parah dua kali, ini yang ke dua, pertama waktu usia Hong tiga belas tahun, ia jatuh dari kuda dan harus berbaring di ranjang selama beberapa hari, itu sangat menakutkan baginya, ia merasa tidak akan bisa bertahan jika terjadi hal buruk pada adiknya, itu, hal yang sangat berat, HongEr bagaikan separuh nyawa yang ia miliki.
Fei membasuh telapak tangan Hong, mengangkat kepalanya hendak menjawab Hong, tapi, adiknya itu sudah tertidur lelap dengan kepala bersandar di pundaknya, wajah yang sangat imut dan polos.
Fei merapihkan rambut depan Hong, mengecup keningnya, mencium bau harum rambutnya yang halus, telapak tangannya yang besar membenamkan pipi Hong dalam sentuhannya yang lembut, ia selalu melakukannya sejak Hong bayi, mungkin, ia akan terus melakukannya, hingga waktu yang tak terbatas, mencintai adiknya, lebih dari yang bisa ia bayangkan.
Terdengar suara dari luar.
"Yang Mulia Tuan Putri tiba!" Seru penjaga pintu, Fei menegakkan duduknya, melihat Ibundanya membuka pintu dan tanpa menurunkan kecepatan sudah tiba di depannya.
"Ibunda?"
TangYuan melihat wajah pucat Hong dan tak kuasa mengeluarkan airmatanya, ia langsung menarik Hong dan memeluknya.
"Sayangku Hong, kenapa tidak ada yang mengabari Ibunda, masalah sebesar ini, oh pantas jantung Ibunda berapa hari ini berdetak tak karuan, sayangku"
"Ibunda Hong sakit" Hong manja memeluk Ibundanya.
"oh sayangku"
.......................
Berapa hari kemudian.
Kompetisi terus berjalan walau banyak hal terjadi di kediaman SangGuan. Identitas penyusup belum diketahui tapi sejak malam kejadian itu semua gerakan sepertinya berhenti, tidak ada orang-orang yang tampak mencurigakan, kondisi aman terkendali sepenuhnya.
Kompetisi memasuki hari ke delapan, menjelang final dan banyak peserta yang sudah berguguran meninggalkan dua belas besar menuju babak final di aula Phoenix.
Ada AYao, Tao, SongEr, pemuda dari klan Gagak Hitam PeiHua, pria muda dari Bulan Merah GuiSe yang hingga kini masih waspada dengan pandangan tajam FeiEr, TingEr berhasil masuk walau berada di posisi paling bawah, FanSui harus mengalah dan berakhir di luar dua belas besar.
FeiEr duduk di samping TangYi yang hari itu akhirnya bisa menghadiri kompetisi setelah tugas negaranya selesai, menjadi putra mahkota ternyata memang tidak mudah, ia banyak sekali kegiatan, tapi ia dengan segenap hati berusaha menyelesaikannya dengan cepat dan lari ke sana, ia sangat yakin AYao akan keluar sebagai juara satu di kompetisi tahun itu.
TangYi melirik sekitarnya, hari itu akan segera berakhir.
"Bagaimana keadaan adik Hong?" Tanya TangYi sambil mengangkat cangkir tehnya menghirupnya pelan.
"Sudah membaik kak, sebentar lagi ia mungkin sudah berlarian ke sana kemari"
Dan benar saja, di lapangan hijau di lembah agak jauh di bagian belakang Paviliun Plum, HongEr sudah berlarian menarik tali layangan yang sudah naik jauh ke atas langit yang biru, beberapa pelayan muda mengikutinya.
"Ayo kak kejar HongEr!" Seru Hong dengan wajah ceria.
"Tuan muda jangan lari jauh-jauh!" Seru beberapa pelayan muda yang sibuk mengejarnya di belakang.
Kembali ke tempat duduk Fei dan TangYi.
"Adik Hong itu begitu lincah, mana bisa ia berlama-lama di tempat tidur, ia khan seperti cacing kepanasan" ujar TangYi.
"Tenang kak, ada Ibunda menemaninya, siapa yang bisa melawan Ibunda yang begitu gigih, Hong sepertinya harus bersabar"
Tapi kenyataan lain, di kamar Hong, suara TangYuan menggema hingga ke setiap sudut.
"Bagaimana bisa anak sebesar itu keluar tanpa ada yang melihat, apa saja yang kalian lakukan seharian!" Serunya geram, TangYuan baru meninggalkan Hong yang sepertinya masih tidur sebentar untuk mandi dan putranya itu sudah menghilang, tidak ada yang tahu ia kemana, para pelayan panik mencari ke semua area yang memungkinkan anak itu untuk pergi.
"HongEr nakal!" Seru TangYuan.
-------------------