~Dean Pov🌺
Selepas pulang sekolah, Diana tiba-tiba membuat kegaduhan seisi rumah. Ia memberikan surat pemberitahuan wali murid untuk hadir ke sekolahnya hari esok. Setelah ku baca surat itu, isinya adalah mensosialisasikan 'sekolah anti kekerasan' terhadap murid dan walinya. Sebuah tindakan yang harus diapresiasi bagi pihak panitia pelaksana, mengingat di era sekarang ini banyak sekali korban yang berjatuhan akibat tindakan bullying yang terjadi di sekolahan.
Ibu tak keberatan jika seluruh orang tua harus hadir, tapi ibu akan keberatan kalau Diana membuat onar dan ibu sendirian yang diharuskan hadir. Untung saja dari kedua anaknya ini belum pernah melakukan hal-hal yang sekolah larang karena kami adalah anak baik-baik dan penurut, jadi ibu tak perlu khawatir akan ada panggilan yang tak diinginkan datang.
Ibu yang sebelumnya sudah menyiapkan camilan untuk kita nikmati bersama, menyimpannya di meja tempat kami berkumpul. Aku, ibu dan Diana menyantapnya sembari menonton televisi. Suara ponsel ibu bunyi, ada panggilan telepon yang masuk.
"halo assalamualikum" buka ibu melalui panggilan
Seketika wqjah ibu berubah menjadi serius mendengar omongan orang yang menelepon,
"iya, iya saya segera ke sana!!" pungkas ibu yang sedikit rusuh kemudian menutup panggilan.
Diana yang penasaran langsung bertanya "ada apa??"
"nenek sekarang lagi di rumah sakit. Ayah udah ada di sana, kamu mau ikut atau mau tunggu di sini??"
Kami semua bergegas pergi ke rumah sakit guna memastikan tak ada hal serius yang terjadi kepada nenek.
Setibanya di sana, ayah sedang berdiri cemas di luar ruangan, kami pun segera berkumpul. Kami semua berharap nenek baik-baik saja seiring dengan do'a yang terus kami panjatkan. Setelah menunggu beberapa menit, dokter yang merawat nenek keluar menemui kami.
"untungnya, semuanya baik-baik saja!" ucap dokter itu
Betapa lega nya perasaan kami semua, doa yang sebelumnya kami panjatkan sudah di ijabah oleh yang maha kuasa. Kami semua menemui nenek di ruang rawat inap, namun ia masih belum sadar. Tak ku kira, nenek yang sebelumnya terlihat sehat walafiat, saat ini sedang terbaring di rumah sakit. Karena hari sudah larut malam, aku dan Diana di suruh untuk menunggu di rumah saja. Bisa saja aku menunggu nenek, tapi aku diminta ibu untuk menemani Diana di rumah karena besok Diana masih harus sekolah.
Sehubangan ibu tak bisa menghadiri event di sekolah Diana karena harus mengurus nenek di rumah sakit. Via telepon, ia menyuruhku untuk hadir menggantikannya.
"enggak ahh, yang disuruhkan orang tua nya bukan kakaknya?" jawabku yang masih menempelkan ponsel di telinga.
"kamu gak kasihan sama nenek kamu? Masa iya, ibu tinggalin sendirian di sini??" serangan balik ibu yang mau tidak mau harus ku penuhi permintaannya.
Waktu menunjuk pukul 08:05 pagi, aku berpakaian rapi layaknya guru yang hendak berangkat mengajar. Aku bergegas menuju garasi untuk mengeluarkan mobil dan segera menuju ke sekolah Diana.
Dalam perjalanan, ibu menelepon ku dan menanyakan apakah aku sudah berangkat atau belum, ia menyuruhku untuk tidak datang terlambat. "Dasar para ibu yang hakekatnya selalu rempong" gumamku setelah panggilan telepon dari ibu berakhir.
Tiba di sekolah Diana, begitu banyak para wali murid yang memenuhi undangan baik itu laki-laki maupun perempuan, baik muda maupun tua. Kami yang baru saja sampai segera di alihkan menuju aula. Di ruangan itu tampak kursi yang sudah sebagian dipenuhi wali murid serta para murid.
Tepat pukul 08:30 acara di mulai, kami dengan cermat mendengarkan petuah-petuah yang disampaikan oleh kepala sekolah dan guru lainnya.
"jangan biarkan anak-anak kita menjadi pelaku dan korban kekerasan!!" itulah kalimat yang terakhir kali diucapkan oleh kepala sekolah kepada para audiens.
Acara sudah selesai pada pukul 11:00 siang, dan sejauh ini aku sama sekali belum melihat Diana. Liuk sana-liuk sini masih belum juga nampak batang hidung Diana. Ku telepon dia namun tidak dijawab, tetiba ada seseorang yang menepuk pundakku, kemudian aku menengok.
"Rendy??" ucapku setelah melihat wajah orang yang menepukku
"Apa kabar bro??" ujar Rendy yang menyalamiku
Rendy adalah teman satu SMA ku, dia sekarang berprofesi sebagai guru pelajaran Kimia di sekolah Diana. Tak heran sih, karena dulu dia yang memenangkan olimpiade Kimia tingkat SMA.
Sudah lama tak jumpa, jadi aku menyempatkan duduk mengobrol dengannya di depan kelas.
"lu udah nikah??" tanyaku
"udah punya buntut malahan" ungkapnya yang artinya sudah memiliki momongan, "kalo lu??" tanya balik Rendy
"boro-boro nikah, pacar aja kagak ada"
"miris sekali anda haha" gelak tawa nya yang puas dengan ke jomloan ku "ngomong-ngomong, lu kerja di mana??"
"gua pengangguran, baru-baru ini ngundurin diri dari firma hukum"
"kenapa?" tanya penasarannya
"ada lah" pungkasku enggan memberitahu, "ada lowongan gak buat gua??" alihku
"ahh ada ada"
"apa??"
"guru kewarganegaraan buat kelas 10. Lu kan orang hukum, pasti tau lah materinya. Kalau mau entar gua saranin ke kepala sekolah"
Tidak terbayangkan, dari profesi Pengacara beralih menjadi seorang guru. Padahal waktu SD, jadi Guru adalah cita-cita terfavorit kebanyakan siswa. Untuk sekarang, aku tahu bahwa guru adalah profesi tersulit yang ada di dunia karena menjadi seorang guru harus siap mendidik anak orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun, dan harus siap menjadi pahlawan tanpa tanda jasa.
Akhirnya, aku menemukan Diana bersama dengan seorang laki-laki yang mungkin saja temannya atau bisa jadi adalah pacarnya.
"beri aku kepastian, biar aku tau diri antara harus bertahan atau pergi" ujar pria yang memegang tangan adikku.
Karena aku mendengar perkataan nya, maka aku segera mendekati mereka dan mengatakan.
"kenapa? Dia ngabaikan kamu??" tanya ku kepada laki-laki yang berhadapan dengan Diana
"siapa ya??"
"aku??" ujarku
"ngapain kakak di sini??" tanya Diana
"kakak??" pungkas laki-laki itu yang kebingungan
"ayo!!" ajak Diana menarik tanganku
"kalau kamu butuh bantuanku, datang ke rumah ya!!" goda ku kepada laki-laki itu sebelum benar-benar pergi.
Adik semata wayangku kini sudah mulai cinta-cintaan, padahal tetap saja di mataku dia hanya seorang gadis kecil. Selama perjalanan, aku tak mengatakan apapun kepada Diana namun hanya sebatas senyum mesem saja. Merasa terganggu, tak ayal Diana memperlihatkan wajah betenya.
"jangan bete gitu dong de!!" imbuhku sembari fokus menyetir
"siapa yang bete?" jawabnya dengan ketus
Panggilan telepon masuk datang dari ibu. Ia meminta kami untuk tidak pergi ke rumah sakit karena nenek sudah keluar dari rumah sakit. Mobil yang tujuannya ke rumah sakit pun aku putar balik ke arah kediaman nenek. Syukurlah, itu berarti nenek sudah baik-baik saja.
Teringat dengan tawaran Rendy, aku selalu memikirkan nya. Terlepas dari itu, aku juga enggan menyerah menjadi seorang pengacara.
Malam ini, Heru meneleponku. Ia memberi kabar bahwa Firma hukum yang ia gawangi membutuhkan advokat baru. demikianlah terjadi simalakama, antara guru atau pengacara?. Kemarin-kemarin, aku nganggur terlalu lama, sekarang ada dua tawaran sekaligus. Itu sebabnya aku percaya, Allah sudah menyiapkan yang terbaik untukku, karena sesungguhnya setelah hujan akan ada pelangi.
Akan ada hikmah dari setiap kegagalan, akan ada penguat dari setiap keterjatuhan, dan ini semua tergantung dari prasangkamu kepada-Nya. Selalu berprasanglah kepada-Nya dan yakinlah bahwa kegagalanmu saat ini adalah keberhasilan yang sebenarnya. Kita ini sejatinya tidak tahu, namun kita hanya sok tahu, seolah percaya bahwa kegagalan adalah keburukan yang mutlak, padahal menurut-Nya? Justru yang terbaik untukmu. Allah ingin mempersembahkan yang terbaik untuk hamba-Nya, dan inilah cara Allah mencintaimu dan menjagamu.