webnovel

Cinta Sabrina

20+ Sabrina Anastasya Bramantio, gadis cantik berusia 23 tahun itu terpaksa harus menelan pil pahit secara bersamaan dalam hidupnya. Dia tidak pernah menyangka hidupnya akan hancur bagaikan pecahan kaca. Kehancurannya berawal dari kekasihnyanya Reyno Prasetiyo yang selama 3 tahun bersama, akhirnya malah menikahi adik tirinya, Cantika Zaipahusna. Hingga suatu hari, Reyno mengalami kecelakaan yang nyaris merenggut nyawa. Sialnya, Cantika menuduh Sabrina yang mencelakai Reyno, karena semua bukti-bukti mengarah padanya. Peristiwa itu terjadi begitu saja dan berhasil membawa Sabrina ke penjara atas dakwaan kelalaian. Siapa sangka, saat ia memulai kehidupan baru dengan menjadi asisten rumah tangga, di tempatnya bekerja dia menemukan sosok Azka Purnama Assegaf, putra dari majikannya. Wajah tampan dan sikap bijaksana yang dimiliki Azka, nyatanya berhasil menarik perhatian Sabrina. Pun sebaliknya. Azka juga perlahan mulai terkesan dengan sikap lugu Sabrina. Seiring berjalannya waktu, akhirnya mereka saling dekat dan mempunyai perasaan yang sama. Akan tetapi, hati Sabrina kembali dipatahkan, saat mengetahui bahwa Azka hendak dijodohkan dengan wanita pilihan orang tuanya. Sakit. Hatinya bak hancur berkeping-keping. Untuk yang kesekian kalinya Sabrina terjerembap ke dalam lubang lara. Bagaimana kelanjutan kisah Sabrina dan Azka? Akankah pada akhirnya perjodohan itu berjalan dengan mulus, hingga mereka bisa bersatu? Mampukah Sabrina membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah?

Miss_Pupu · Thành thị
Không đủ số lượng người đọc
292 Chs

Bab 17-Tingkah Azka

"Ta-tapi, Tuan!" Sabrina tercengang, belum juga menyelesaikan jawabannya Azka secepat kilat memotong.

"Duduk! Saya bilang duduk!" titah Azka semakin membuat Sabrina menelan ludahnya begitu pahit.

Melihat wajah Azka yang semakin menyeramkan di malam ini, Sabrina tidak mau membantah dan segera menuruti permintaan Tuan muda itu untuk menemaninya makan malam.

"Duduk di kursi, Tuan?" Sabrina mulai salah tingkah.

"Ya terus kamu pikir di lantai?" Tingkah Sabrina semakin membuat bola mata Azka membulat.

Dengan gugup Sabrina menganggukan kepalanya dan seketika duduk di kursi makan berhadapan dengan Azka. Ia tertunduk hormat menemani Tuannya makan malam.

Azka mulai menyantap makan malamnya. Sesekali ia malayangkan tatapan nanar pada Sabrina. Seakan sedang menyelidiki sesuatu.

"Saya tidak yakin kamu seorang Asisten Rumah Tangga!" celetuk Azka yang melirik sinis ke arah Sabrina dengan mulut mengunyah penuh makanan. Kali ini ia mulai menyukai makanan rumah.

Ucapan Azka seketika membuat nafas Sabrina berhenti sejenak.

"Ma-maksud, Tuan?" Sabrina mulai resah ia takut jika Azka mengetahui masa lalunya yang seorang mantan narapidana.

"Feeling saya, kamu itu bukan seorang Asisten Rumah Tangga dan biasanya tebakan saya tidak pernah meleset." Dengan yakinnya Azka mengutarakan tebakannya.

"Masa sih, Tuan! Kenapa bisa beranggapan seperti itu sama saya?" Sabrina mulai berani menatap mata Azka dengan melontarkan pertanyaan.

"Kenapa kamu menatap saya seperti itu!" Azka mulai terkesima melihat tatapan Sabrina. Ia tertunduk dan melanjutkan makannya.

"Maaf, Tuan. Tapi kenapa Tuan bisa berpikir seperti itu?" Sabrina kembali menundukan kepala dan melanjutkan pertanyaannya.

"Saya merasa kita pernah bertemu dan saya baru saja mengingatnya. Waktu itu kamu membawa mobil mewah berwarna merah, Dan pakaian kamu juga seperti orang kantoran," ungkap Azka seketika memori dalam pikirannya mulai kembali mengingat pertemuan dengan Sabrina 3 tahun lalu.

"Masa sih, Tuan. Dimana?" Sabrina keheranan dengan ungkapan Azka. Ia sama sekali tidak mengingat apa-apa tentangnya. Masa kelam yang begitu pahit hanya menggores luka dalam memorinya, sehingga hanya penderitaan lah yang terkadang mampir dan melintas dalam ingatannya.

"Kamu sama sekali enggak ingat? Ya sudah, kamu cukup bicara jujur sama saya, atau saya akan laporkan sama mamah saya!" Azka mulai menggeretak Sabrina agar berbicara jujur.

Sabrina terperangah dan mulai gelisah dengan ucapan Azka. Belum juga ia menjawab pertanyaan tuannya, tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang dengan melontarkan pertanyaan.

"Lagi pada ngapain malam-malam?" Wajah polos Nazwa muncul dari samping tembok dapur.

"Saya tunggu jawaban kamu!" desis Azka yang seketika membuat jantung Sabrina seraya mau copot. Azka melirik sinis kedua pembantunya itu kemudian pergi meninggalkan ruang makan.

"Hey hey! Ada apa dengan kalian?" desis Nazwa pada Sabrina yang semakin penasaran.

"Enggak apa-apa, ayo cepat kita pergi ke kamar." Dengan gugup Sabrina mengajak Nazwa untuk sesegera mungkin berjalan cepat memasuki kamar tidurnya.

"Rin! Sebenarnya kalian abis ngapain?" tanya Nazwa sesaat setelah mereka merebahkan tubuhnya di tempat tidur.

"Tadinya aku mau ngambil minum, tapi tiba-tiba Tuan Azka kelaperan minta makan terus minta di temenin. Udah gitu doang," ungkap Sabrina dengan wajah cemas.

"Terus kenapa wajah kamu seperti ketakutan?" lanjut Nazwa keheranan.

"Enggak apa-apa, mungkin karena udah malam jadi takut ada hantu," sanggah Sabrina mencoba menyembunyikan kegundahannya.

"Gak jelas banget sih jawabannya! Udah ah mending bobo cantik lagi deh." Nazwa melanjutkan tidur malamnya tanpa peduli lagi pada Sabrina.

Malam ini Sabrina tak mampu memejamkan matanya walau hanya sekejap saja. Resah dan gelisah terus menerpa batin dan pikirannya, Ia terus menerus mengingat kapan waktu bertemu dengan Azka. Akan tetapi, memorinya belum juga mampu untuk menemukan kejadian itu.

Tidak terasa jika sudah sampai di penghujung malam ketika suara Adzan Subuh berkumandang dari kejauhan.

'Bagaimana ini, aku sampai tidak bisa tidur semalaman,' batin Sabrina seraya menggaruk pundaknya. Gegas ia pergi ke kamar mandi untuk mengambil wundhu kemudian membangunkam Nazwa untuk beribadah bersama-sama.

Harapnya kali ini, semoga ia tidak terjerembap lagi ke dalam lubang lara yang sepersekian tahun ke belakang telah ia lalui.

"Rin! Kok matamu pucat begitu? Kamu sakit?" tanya Nazwa yang begitu perhatian pada Sabrina.

"Semalaman aku enggak bisa tidur, Naz," jawab Sabrina lemas.

"Jadi kamu begadang? Ya ampun, Rin!" Nazwa menggelengkan kepalanya. "Kamu mikirin apaan?" Lanjutnya.

"Enggak mikirin apa-apa, aku enggak enak badan kayanya masuk angin deh," ujar Sabrina dengan mata sedikit sayu dan pucat.

"Ya udah, kamu enggak usah ngerjain apa-apa. Tenang aja biar aku yang handle. Nanti aku bilang sama, Bu Yeni," saran Nazwa penuh ke khawatiran. "Bu Yeni orangnya baik kok, kamu tenang aja," sambung Nazwa.

Nazwa bergegas mengerjakan semua kerjaan rumah sendirian termasuk menyiapkan sarapan pagi untuk majikan.

Bu Yeni dan Azka yang hari ini telah siap-siap untuk sarapan di meja makan, merasa heran dengan Sabrina yang tak keliahatan sama sekali wajah cantiknya.

"Sabrina kemana, Naz?" tanya Bu Yeni pada Nazwa yang tengah sibun sendirian menyiapkan hidangan sarapan.

"Oh iya, Bu. Maaf saya lupa belum bilang, Sabrina lagi kurang enak badan, Bu. Suhu badannya juga hangat, sepertinya dia masuk angin. Nanti saya kerokin kalo udah beres kerjaan rumah," ungkap Nazwa yang seketika membuat Azka merasa bersalah.

'Apa gara-gara geretak gue semalam ya? Padahal gue kan cuma omong kosong doang.' Batin Azka.

"Oh gitu kasian sekali. Ya sudah nanti kamu beliin obat ya, Naz." titah Bu Yeni seraya merogoh tasnya mengambil selembar uang berwarna merah kemudian di berikan kepada Nazwa.

"Oh iya, Nak. Coba kamu bawa termometer cek suhu badan Sabrina ke kamarnya. Takutnya Suhu badannya tinggi kan harus di bawa ke dokter," titah Bu Yeni pada Azka.

Azka yang sudah selesai sarapan secepatnya mengambil alat pengukur suhu badan kemudian berjalan ke arah kamar Sabrina di antar oleh Nazwa.

"Rin! Bangun dulu ini ada, Tuan Azka. mau cek suhu badan kamu." Nazwa membangunkan Sabrina dengan lembut akan tetapi Sabrina begitu lelap tak terbangun.

"Ya sudah kamu bikinin teh manis hangat buat teman kamu ini," titah Azka pada Nazwa yang langsung di laksanakan.

Seketika pula Azka memencet tombol alat berwarna putih itu tepat di depan kening Sabrina. Tiba-tiba Sabrina membuka kelopak matanya dan terperanjat melihat wajah tuan mudanya tepat di atas wajahnya.

"Tuan! Apa-apaan?" Secepat kilat Sabrina bangun dan beralih duduk menghindari Azka.

"Heh! Jangan Geer deh. Saya kesini mau periksa suhu badan kamu, lagian kamu tidur kaya kebo, dari tadi di bangunin teman kamu juga diem aja!" Gerutu Azka dengan wajah kembali ketus pada Sabrina.

"Ini teh hangatnya, Tuan." Nazwa menyodorkan segelas teh manis hangat.

"Kasih sama teman kamu tuh, bukan sama saya!" Ketus Azka yang seketika meninggalkan ruang kamar Sabrina.

Setelah melihat hasil tes suhu badan Sabrina yang tidak terlalu tinggi, batin Azka semakin menaruh curiga pada Sabrina sehingga munculah ide cemerlang dalam kepalanya.

"Mah, suhu badan Sabrina 40°C lumayan panas sih, Mah. Kalo menurut aku," ujar Azka pada mamahnya yang cukup meyakinkan.

"Ya sudah suruh supir aja bawa Sabrina ke dokter!" Titah Bi Yeni.

"Emang mamah lupa apa! Kan nanti siang mamah mau jemput papah ke bandara," ucap Azka seraya mengingatkan Bu Yeni tentang kedatangannya papahnya dari Amerika.

"Oh iya sampe lupa, terus gimana dong?" tanya Bu Yeni pada Azka.

"Ya udah biar aku aja yang bawa me dokter, ini kam hari minggu aku lagi enggak kemana-mana." Azka menggunakan kesempatan ini untuk melancarkan rencananya.

"Ya udah kalo kamu bersedia," balas Bu Yeni singkat.

Akhirnya Azka bisa melancarkan rencananya. Idenya pasti berhasil membuat Sabrina mati kutu.