webnovel

Cindy Bukan Cinderella

Kata orang, “Sepatu yang bagus akan membersamaimu ke tempat yang indah”. Bagaimana dengan sepasang sendal jepit pemberian sang mantan? Ini kisah seorang gadis bernama Cindy, orang-orang menyebutnya Cinderella jaman now. Bagaimana tidak, Cindy memiliki Ibu dan dua saudari tiri seperti yang dikisahkan dalam dongeng. Sejujurnya Cindy ingin sekali berteriak, “Aku Cindy dan bukan Cinderella!” Bagai hidup di negeri dongeng, rupanya Cindy juga memiliki rahasia kecil tentang kemampuannya berbicara dengan hewan dan seorang peri yang ceroboh. Alih-alih membantunya, peri itu malah seringkali menyusahkannya. Mampukah Cindy melewati lika-liku kehidupannya? Mampukah Cindy bertemu dengan pangeran impiannya? Bagai sepasang sepatu yang menemukan rak untuk berteduh, Cindy juga membutuhkan hati tempatnya berlabuh.

Xerin_16 · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
229 Chs

Tingkah Ratu Lala

Sementara itu di Kerajaan Floe ….

"Prajurit, apa ada perkembangan tentang Peri Ella? Ia belum kembali untuk memberi laporan pertama. Apa jangan-jangan ia berniat kabur dari tanggung jawabnya?" Ratu Lili bertanya pada seorang prajurit. "Atau … pernahkah kalian melihatnya di Kerajaan Floe?"

"Yang Mulia Ratu Lili, hamba rasa Peri Ella menemui beberapa kesulitam. Seperti yang kita tahu, peri bunga malam itu sering membuat kecerobohan dan juga kesalahan." Seorang prajurit lalu berani mengatakannya. Itu adalah sebuah alasan yang masuk akal.

Ratu Lili tertawa pelan. "Ah, kau benar. Seorang peri bodoh sepertinya mungkin saja kesulitan menemukan rumah yang harus ia tuju. Jika benar seperti itu …." Ratu Lili menggantungkan kalimatnya. "Kita perlu memberikan bantuan. Tak apa bila ia memerlukan bantuan, hanya saja … aku menghawatirkan bila ia berniat melarikan diri."

Terdengar sangat egois. Bukan rahasia umum lagi bila Ratu Lili memiliki sikap yang seperti itu.

"Bagaimana dengan Lala? Apa sudah menentukan hukuman yang tepat baginya?"

Sang Prajurit masih terdiam. Ia tak mengerti maksud Ratu. Bukankah segala keputusan berada dalam genggamannya? Lalu, mengapa ia seolah meminta pendapat?

"Kalian ini tuli? Aku tanya … apa kalian sudah menemukan sebuah ide?" tanya Ratu sekali lagi.

Ia menatap dengan wajah penuh amarah. Dayang bahkan tetua peri yang ada di sana hanya terdiam. Tentu saja tak bisa memutuskan begitu saja. Kesalahan Lala belum terbukti. Mereka merasa ada sesuatu yang tidak beres di sini.

"Kalian benar-benar tak ingin menjawabku? Aish! Aku sangatlah sial! Di bawah kepemimpinanku semua berantakan! APA MENURUT KALIAN INI ADIL BAGIKU?!" Ratu Lili murka. Hanya menyebut nama Lala saja emosinya sangat mudah tersulut.

"Yang Mulia, mohon tenangkan diri Anda." Salah seorang tetua di sana mencoba menenangkan Sang Ratu.

"Bawa aku menemui Lala sekarang. Aku tidak tenang selama ia masih berada di kerajaan ini."

"Lalu, apa Yang Mulia berharap ia menjadi peri tanpa pimpinan? Itu terlalu kejam. Dan juga … masih perlu beberapa penyelidikan sebelum memutuskan-"

Belum selesai tetua itu membalas, Ratu Lili sudah menyanggah dengan cepat. "Belum memutuskan? Aku yang akan memutuskannya sekarang juga!"

"Mohon ampun Yang Mulia, mohon tenangkan diri Anda sekali lagi. Ini bukanlah masalah yang mudah untuk diputuskan. Peri Lala juga adalah anggota Kerajaan Floe."

"Cih! Kalian masih membelanya? Lihat apa yang ia lakukan? Ia terus terang menentang keputusan Raja dan Ratu terdahulu untuk memilihku sebagai pewaris. Ah … satu hal lagi, racun yang ia berikan pada Raja dan Ratu adalah buktinya. Ayo, keluarkan lagi alasan kalian yang bisa membalasku," tantang Ratu Lili penuh percaya diri.

"Cobalah untuk mempercayai saudari Anda, Yang Mulia. Apa mungkin ia tega meracuni orang tua Anda?"

"Mengapa tidak mungkin?!"

Semua yang berada di dalam ruangan itu memilih diam. Ada rasa takut dan juga enggan untuk membahasnya. Mereka masih belum percaya bila Peri Lala yang sangat manis mampu melakukan itu. Beberapa meyakini bila itu semua adalah jebakan namun entah siapa pelakunya, belum bisa disimpulkan.

Peri Lala menatap ke arah luar jeruji itu. Sebagai orang yang tertuduh bukanlah hal yang mudah. Ada rasa berontak yang harus ia ungkapkan. Ia bahkan tak sempat membela dirinya sebelum tertangkap secara tidak hormat.

"Ha … bahkan dunia peri pun sangat mengerikan sekarang. Apa mereka mempelajarinya dari manusia? Ini mengerikan." Ia menarik napasnya panjang. "Aku rindu suasana kastil bunga. Di sini hanya ruang kosong dan aku tak memiliki teman untuk bercerita."

Pikirannya tertuju pada seorang peri yang baru saja menjalankan hukumannya di dunia manusia. Apa ia baik-baik saja?

"Kenapa aku memikirkannya? Aku harap ia baik-baik saja. Aku akan lebih senang bila ia kabur saja dari kerajaan ini. Lili benar-benar sudah menyalahgunakan kekuasaanya dengan seenaknya. Aku jadi ingin tahu apa yang ada dalam pikirannya."

Mata Lala lalu menoleh pada arah suara yang besar. Ia mendengar pintu utama penjara itu terbuka. Bunyi gesekan daun yang sangat keras mengembalikkannya dari lamunannya tadi. Tebakannya benar, bukan lagi prajurit atau pengawal yang biasa mendatanginya. Ini adalah seorang tamu yang sangat istimewa.

Ia segera berdiri. "Salam Yang Mulia Ratu Lala," sapanya dengan sangat hormat.

"Tidak perlu berbasa-basi denganku. Aku hanya memastikan kau tidak melakukan hal buruk lainnya. Kau adalah Peri yang mencoreng nama baik Kerajaan Floe."

"Aku bahkan tak melakukan apa-apa. Saya harap, Ratu Lala yang bijaksana mampu memecahkan masalah ini dengan segera. Ketidak adilan yang saya alami ini harus diusut hingga tuntas," sindirnya.

"Pembelaan yang kamu harapkan? Apa kamu pikir kamu masih layak untuk menerimanya setelah apa yang kamu lakukan? Sangat lancang!"

Lili menyunggingkan senyumnya, lalu berkata dengan tegas. "Aku tahu sesuatu tentangmu Ratu Lala."