webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
251 Chs

Dia orang yang baik, g'ak pantas untuk kamu sakiti

Erfly kembali menyerahkan HP Mayang. Dengan lembut Mayang meletakkan HPnya keatas meja kerjanya. Kemudian kembali duduk di samping Erfly.

"Cakya sangat terpukul waktu Erfly meninggalkan dia, seperti yang Erfly tahu, saat itu Cakya sedang menyelesaikan Skripsinya.

Cakya seperti orang gila nyariin kamu. Malah, Cakya akhirnya hampir putus asa dan memutuskan ke makam Asri. Disana dia ketemu penjaga rumah, dan... Istrinya menyerahkan surat yang kamu titipkan untuk Cakya.

Cakya hancur sehancur-hancurnya pada saat itu. Bahkan Cakya mengurung diri di kosannya bang Gama berhari-hari. Sampai akhirnya Cakya pingsan.

Cakya di rawat di rumah sakit, kak Nanya yang mengurus pengunduran jadwal sidang Cakya. Dia juga yang akhirnya mati-matian membantu menyelesaikan skripsi Cakya.

Ibunya Cakya juga jatuh sakit, setelah Candra tiba-tiba memutuskan pertunangannya dengan Wulan.

Mayang g'ak tahu cerita lengkapnya seperti apa, sampai akhirnya Cakya memutuskan untuk menikah dengan kak Nanya", Mayang menjelaskan panjang lebar.

Erfly sekuat tenaga menahan agar tangisnya tidak keluar.

"Sekarang suasana semakin rumit", Mayang kembali menambahkan.

"Ada apa...?", Erfly kembali bertanya.

"Cakya menghilang tiba-tiba. Terakhir Cakya pulang waktu mengantarkan KPA dari Lombok ke gunung. Dan... Sejak hari itu, Cakya sama sekali tidak pernah pulang", Mayang kembali menambahkan.

"Assalamu'alaikum...", terdengar ucapan salam, saat daun pintu dibuka.

"Wa'alaikumsalam... Kak Nanya...?", Mayang langsung memasang muka tegang, begitu melihat Nanya muncul dari balik daun pintu. Mayang menatap Erfly sekilas, kemudian detik berikutnya langsung segera menghampiri Nanya.

"Kamu lagi ada tamu ya...?", Nanya bicara sungkan.

"Ada apa kak...?", Mayang langsung memilih untuk bertanya.

"Tadi... Nanya ke rumah, katanya kamu di klinik. Makanya Nanya langsung kesini sekalian, sama ini titipan nasi kotak buat makan siang kata ibuk", Nanya bicara lembut, sembari meletakkan kantong yang berisi makanan ke atas meja.

"Em... Kak Nanya, kenalin ini Erfly...", Mayang bicara dengan penuh keraguan.

"Erfly...?", Nanya bertanya sanksi.

Erfly mengulurkan tangan kanannya, yang disambut oleh Nanya.

"Butterfly...", Erfly bicara lembut.

Nanya tersenyum penuh arti, kemudian menggenggam jemari tangan kanan Erfly dengan kedua jemari tangannya.

"Sekarang Nanya paham, kenapa Nanya selalu tidak pernah punya tempat di hati Cakya...", Nanya bicara lirih, air matanya segera menetes tanpa permisi.

"Erfly sama Cakya memang pernah ada kisah, tapi... Itu sudah lebih dari 10 tahun yang lalu. Sekarang... Bagi Erfly, Cakya hanya sebatas teman waktu SMA", Erfly bicara lembut.

Nanya tersenyum penuh arti, kemudian menghapus jejak air matanya.

"Sekeras apapun Nanya coba, Cakya tetap membangun tembok penghalang antara kita. Dan... Sepertinya, sampai kapanpun Nanya g'ak akan pernah bisa jadi Erfly", Nanya bicara dengan suara paling pelan, kepalanya tertunduk dalam tidak berani menatap wajah Erfly.

"Jangan ngomong seperti itu, Cakya hanya butuh waktu. Erfly dan Cakya sudah bukan apa-apa lagi, bahkan... Cakya juga tahu kalau Erfly sudah menikah dengan orang lain", Erfly kembali menjelaskan.

***

IGD rumah sakit DKT tiba-tiba rame di datangi pasien, sebuah mini bus yang mengangkut anggota TNI yang pulang dari melakukan latihan tiba-tiba tergelincir karena menghindari anak kecil menyeberang jalan.

Semua dokter dan suster sibuk berlalu-lalang mengecek keadaan pasien. Kahfi menghampiri meja suster jaga dengan panik.

"Maaf suster, bisa buka ruang operasi. Satu pasien harus mendapatkan operasi sekarang juga, pecahan kaca menancap di dadanya, dari hasil CT Scan pecahan kaca itu hampir mengenai jantung pasien.

Sekalian minta tolong hubungi dokter Syaraf dan Jantung. Keadaan pasien saat ini kritis tidak sadarkan diri", Kahfi menjelaskan panjang lebar.

"Maaf dokter, kita tidak punya dokter jantung yang stanbye, kan sedang cuti melahirkan 3 bulan", Nazwa menjelaskan dengan wajah khawatir.

"Dokter syaraf...?", Kahfi kembali mengejar.

"Sedang keluar kota dokter", Nazwa kembali menjawab pelan.

"Astagfirullah...", Kahfi segera mengeluarkan HPnya, kemudian menekan salah satu nomor di HPnya. "Maaf suster, ini dokter Kahfi dari rumah sakit DKT. Rumah sakit Umum ada dokter jantung dan syaraf yang stanbye...?!", Kahfi bertanya dengan satu nafas.

Kahfi diam sejenak, menit berikutnya Kahfi menutup hubungan telfon. Dengan frustrasi Kahfi memukul kepalanya dengan papan laporan yang ada di tangannya.

"Bagaimana dokter...?", Nazwa bertanya cemas.

"Kosong", Kahfi menjawab frustrasi.

Kahfi tiba-tiba terhenyak, tiba-tiba laporan ditangannya ditarik kasar oleh seseorang.

"Kamu...!!!", Kahfi tidak bisa menyelesaikan ucapannya karena menatap orang yang ada di hadapannya.

"Alfa...", Kahfi menyerbu kepelukan Alfa.

Dengan gerakan anggun, Alfa berhasil menghindari pelukan dari Kahfi. "Kangen-kangenannya ntar aja", Alfa bicara pelan, kemudian langsung menghampiri meja Nazwa. "Maaf suster, tolong siapkan ruang operasi, dan... Saya minta tolong suster menjadi asisten saya", Alfa bicara dengan penuh wibawa.

"Baik dok", Nazwa segera berlalu dari hadapan Alfa.

Kahfi segera memukul pundak Alfa karena kesal, "Setan alas...!!!", Kahfi mengupat kesal seketika.

"Urus tuh pasien yang lain. Masih saja malas, dokter apaan kayak gini", Alfa nyeletuk asal, kemudian berlalu dari hadapan Kahfi begitu saja, meninggalkan Kahfi dengan muka merah padam menahan amarahnya.

***

Erfly memutuskan untuk menuju kos-kosan Gama. Benar saja, ternyata Cakya sedang duduk di teras dengan gitarnya.

"Assalamu'alaikum...", Erfly mengucap salam lembut.

"Wa'alaikumsalam... Erfly...", Cakya menatap Erfly dengan mata berkaca-kaca.

Cakya segera meletakkan gitarnya dengan hati-hati bersandar di dinding, kemudian berdiri bermaksud menghampiri Erfly.

Sebuah tamparan langsung mendarat di pipinya Cakya dengan keras.

Cakya terhuyung karena tidak siap menerima tamparan yang tiba-tiba dari Erfly, setelah mendapatkan keseimbangan tubuhnya kembali, Cakya meraba pipinya yang terasa panas, "Erfly...", Cakya bicara bingung.

"Aku g'ak nyangka kamu bisa setega itu sama istri kamu sendiri. Bahkan kamu sama sekali g'ak perduli sama anak kamu sendiri, dia darah daging kamu sendiri Cakya Utama...!!!", Erfly berteriak kesal.

Cakya duduk di salah satu kursi yang mudah dia raih. Kepalanya tertunduk tidak berani menatap mata Erfly yang kian memusuhi dan penuh amarah.

"Dia orang yang baik, g'ak pantas untuk kamu sakiti", Erfly bicara lirih, menahan dengan keras agar air matanya agar tidak keluar.

"Aku g'ak bisa. Mau sepuluh dua puluh tahun lagi, perasaan aku tetap akan sama, sama kamu...!", Cakya bicara dengan putus asa. Tatapannya nanar menatap Erfly meminta belas kasihan.

"Mau sekeras apapun kamu berusaha, kita g'ak akan pernah bisa bersama. Kamu dan aku udah sama-sama punya pilihan masing-masing. Aku sudah bahagia bersama mas Satia. Sekarang giliran kamu yang mencari kebahagiaan kamu sendiri", Erfly bicara kata perkata dengan penekanan.

"Bahagia aku itu bersama kamu", Cakya meratap hiba.

"Kalau gitu ceraikan Nanya. Dia g'ak pantas untuk kamu sakiti terus seperti ini", Erfly bicara dingin.

"Asal kamu mau kembali sama aku seperti dulu, kita ulang semuanya dari awal lagi...", Cakya bicara dengan senyuman dibibirnya, Cakya berdiri perlahan mendekati Erfly yang sedari tadi masih berdiri dibantu kruk di kedua lengannya.

Erfly kembali melayangkan tamparan yang kedua di pipi Cakya.

"Apa yang salah...?", Cakya kali ini tidak terima ditampar oleh Erfly lagi.

"Otak kamu yang salah. Ternyata percuma ya ngomong sama kamu, buang-buang waktu, buang-buang tenaga", Erfly berteriak kesal. Kemudian berlalu pergi dari hadapan Cakya. Bahkan Erfly tidak perlu repot-repot menoleh ke belakang saat namanya di panggil berkali-kali oleh Cakya.

Gama hanya diam mematung menatap Cakya dan Erfly yang sedang di teras.

"Ada apa bang ribut-ribut...?", Adam menghampiri Gama yang diam mematung.

"G'ak apa-apa, kamu ke kamar aja", Gama meminta Adam untuk kembali ke dalam kamar.