webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Teen
Not enough ratings
251 Chs

Papa minta maaf

Erfly terpaksa tetap memenuhi panggilan dari pengadilan, sengaja Erfly berangkat sehari lebih cepat dari panggilan pengadilan. Karena Erfly ingin menemui ayahnya Cakya di tahanan.

Erfly duduk dengan gelisah di ruang tunggu, Satia menggenggam jemari tangan kanan Erfly dengan lembut. Erfly meraih jemari tangan Satia, kemudian menempelkannya di salah satu pipinya.

"Jangan takut dek, mas ada disini buat kamu", Satia bicara lirih.

"Terima kasih mas...", Erfly bicara pelan.

Menit berikutnya daun pintu terbuka, ayah Cakya muncul bersama polisi penjaga.

"Maaf pak Jendral, waktunya hanya 10 menit", petugas bicara pelan.

Satia hanya mengangguk pelan sebagai tanda mengerti. Penjaga segera keluar meninggalkan ruangan setelah melepas borgol di tangan ayahnya Cakya.

"Papa minta maaf", ayah Cakya berusaha untuk berkutat di hadapan Erfly.

Erfly segera menghindar dengan kursi rodanya.

Satia tidak berkutik, tetap duduk dengan gagahnya di salah satu kursi, mengamati perubahan sikap Erfly.

"Papa sama sekali g'ak tahu kalau itu perusahaan papa kamu nak.

Rekan bisnis papa yang gelap mata, dia mau menguasai perusahaan makanya menghasut papa untuk melakukan penipuan diperusahaan ayah kamu nak.

Setelah kejadian di Palembang itu akhirnya papa tahu kalau itu perusahaan almarhum ayah kamu, papa berusaha untuk memperbaiki kesalahan papa. Makanya papa nekat mengajukan permohonan kerjasama, menggunakan perusahaan teman papa. Papa minta pembayaran di akhir, setelah semua furnitur diserahkan.

Papa bahkan sampai meminjam uang Bank dengan jaminan rumah, bahkan papa meminjam uang dari Gama untuk membeli bahan baku.

Papa bermaksud untuk memperbaiki semuanya nak...", ayah Cakya bicara dengan berlutut di lantai, air matanya mengalir dengan derasnya.

Erfly tertawa remeh, "Memperbaiki...? Bagaimana anda berencana untuk memperbaiki semua kekacauan ini...?", Erfly bertanya sanksi.

"Papa berencana menceritakan semuanya sama Cakya dan Wulan, papa juga berniat menemui kamu nak, setelah pesanan diserahkan papa ingin uangnya langsung diserahkan oleh kamu. Papa mau sekalian minta maaf atas semua kesalahan papa nak, papa udah membuat perusahaan papa kamu menjadi rugi besar gara-gara papa", ayah Cakya bicara dengan penyesalan yang teramat sangat.

"Lalu bagaimana pak Utama yang terhormat berencana mengembalikan almarhum ayah Erfly dan ibu Erfly yang udah di bunuh sama anda, dengan merencanakan kecelakaan. Bahkan Erfly harus kehilangan satu kaki akibat kecelakaan itu", Erfly berteriak meradang.

Lukanya yang telah lama bernanah, sekarang kembali berdarah. Erfly meluapkan semua amarahnya, kali ini kepada orang yang tepat. Bukan Cakya, Wulan, Gama atau ibunya Cakya yang hanya menjadi pelampiasan amarahnya Erfly.

"Innalilahi... Pak Adijaya sudah meninggal...?", ayah Cakya tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

Erfly kembali tertawa remeh, "Anda jangan sok akting, justru anda yang menjadi dalang dibalik kecelakaan yang kami alami 10 tahun yang lalu", Erfly bicara dengan nada paling dingin, tatapan matanya siap langsung untuk membunuh ayah Cakya.

"Waullohi, warasulih, papa tidak tahu apa-apa tentang kecelakaan kalian. Justru papa kaget, dengar pak Adijaya dan istri sudah meninggal", ayah Cakya kembali bicara bingung.

***

Candra masih duduk disamping tempat tidur Malika, menyuapi Malika dengan penuh kasih sayang.

"Mas... Sebaiknya mas pulang saja, biar Tasya yang jagain Malika malam ini", Tasya bicara lembut.

"G'ak apa-apa, kamu pulang saja. Kasian si bungsu nanti nyariin, Malika biar Candra yang jagain", Candra menjawab pelan.

Terdengar suara ketukan pintu, detik berikutnya Sinta muncul dari balik daun pintu.

"Bagaimana keadaan kamu cantik...?", Sinta bertanya lembut.

"Malika baik-baik saja mami", Malika melemparkan senyuman terbaiknya.

"Em... Mami bisa pinjam papi sebentar g'ak...? Mami minta diantar beli mie ayam, mobil mami masih dibengkel", Sinta bertanya lembut.

Malika tidak menjawab melainkan hanya mengangguk pelan.

"Sebentar ya cantik", Sinta mengecup lembut kening Malika.

Candra dan Sinta memilih duduk di lorong rumah sakit.

"Ada apa mbak...?", Candra bertanya pelan.

"Kamu dapat surat panggilan dari pengadilan, saksi atas kasus pak Utama", Sinta bicara dengan sangat hati-hati.

"Utama...?", Candra kembali bertanya.

"Dia dilaporkan oleh putranya sendiri, Cakya. Setelah tahu semuanya. Cakya, Wulan, Tio dan ibunya langsung keluar dari rumah. Bahkan istrinya langsung meminta cerai", Sinta menjelaskan perlahan.

"Cakya... Apa dia harus sejauh ini...?", Candra bergumam pelan.

***

Erfly hanya diam sepanjang perjalanan, Satia bahkan memilih untuk menyetir dengan tenang.

"Mas... Kita ke kliniknya Mayang", Erfly bicara dengan suara paling pelan.

"Iya", Satia menjawab lembut.

Satia menghentikan mobilnya tepat di depan klinik Mayang beberapa menit kemudian.

"Mas tunggu di mobil saja", Satia bicara lembut setelah menghentikan mobilnya.

Erfly membuka pintu, kemudian melangkah perlahan memasuki klinik. Belum jadwal praktek, oleh karena itu klinik terlihat sepi. Hanya ada seorang pegawai perempuan yang sedang menyapu.

"Maaf, dokter Mayangnya ada...?", Erfly bertanya lembut.

"Ada kak, tapi... Kita belum praktek kak. Kakak udah daftar sebelumnya...?", perempuan itu bertanya ramah.

"Oh... Bukan, saya teman sekolahnya dokter Mayang", Erfly kembali menambahkan.

"Dokter Mayang ada di ruangannya", perempuan muda itu menunjuk salah satu pintu.

"Saya langsung masuk saja, terima kasih", Erfly berucap lembut.

Erfly membuka daun pintu perlahan, terlihat Mayang sedang serius membaca laporan yang ada dihadapannya.

"Apa kabar dokter...?", Erfly bertanya pelan.

Mayang langsung mengalihkan tatapannya ke sumber suara.

"Allahuakbar, Erfly...", Mayang berteriak hampir tidak percaya. Mayang segera menyerbu kepelukan Erfly, tangisnya pecah seketika, Mayang memeluk Erfly dengan erat.

"Sudah sekian lama g'ak ketemu, kamu tetap saja cengeng", Erfly bicara asal.

Mayang segera melepaskan pelukannya, spontan memukul lengan Erfly lembut.

"Jadi Erfly g'ak di suruh duduk ini...? Capek tahu", Erfly kembali nyeletuk asal.

Mayang tertawa renyah, "Astagfirullah... Duduk Erfly, sampai lupa", Mayang mengusap kasar mukanya.

Erfly duduk disalah satu kursi yang mudah dia raih, Mayang segera membantu Erfly untuk menyandarkan kruknya. Kemudian Mayang menarik kursi untuk duduk tidak jauh dari Erfly.

"Kamu kemana aja...?", Mayang mulai bertanya antusias.

"Lombok, ikut suami", Erfly menjawab santai.

Mayang spontan memukul lengan kanan Erfly, "Jahat banget sih, kata bang Gama kamu nikah sama mas Satia...?", Mayang pura-pura ngambek.

Erfly hanya tersenyum merespon tingkah Mayang.

"Kok bisa sama mas Satia sih...?", Mayang kembali bertanya kepo.

"Namanya jodoh mau bilang apa", Erfly menjawab santai. "Disini emang gitu ya", Erfly tiba-tiba bertanya lembut.

"Apa...?", Mayang mengerutkan keningnya.

"Kalau disini tamu g'ak dikasih minum", Erfly bicara pelan.

"Astagfirullah... Maaf Mayang lupa", Mayang tertawa renyah, lalu melangkah menuju kulkas kecil, mengambil minum untuk Erfly.

"Erfly udah ketemu bang Gama...?", Mayang bertanya antusias.

"Erfly baru nyampe, langsung kesini sama mas Satia", Erfly menjawab pelan sembari menyeruput minumannya.

"Lho... Mas Satia ikut...", Mayang bertanya bingung.

"Nunggu di mobil", Erfly kembali menambahkan.

"Kenapa g'ak disuruh masuk...?", Mayang bertanya kesal.

"Mana mau mas Satia", Erfly melemparkan senyuman terbaiknya.

"Erfly sudah ketemu Cakya...?", Mayang tiba-tiba bertanya diluar dugaan Erfly.

Erfly menghentikan botol minumnya tepat di bibirnya, Erfly hanya menggeleng pelan, kemudian kembali meneguk minumannya.

Mayang mengeluarkan HPnya, kemudian menyerahkan ketangan Erfly. Dengan penuh keraguan Erfly melihat layar HP Mayang. Terlihat Cakya yang berfoto bersama seorang perempuan yang mirip dengan dirinya.

"Itu kak Nanya, istrinya Cakya", Mayang bicara dengan nada paling pelan.

Ternyata Gama tidak main-main, waktu bicara Cakya hidup dengan replika Erfly.

'Ya Allah Cakya, Erfly harus bagaimana...?', Erfly membatin, sekuat tenaga berusaha untuk tidak menangis di hadapan Mayang.