webnovel

11 Atin dan Hubungannya dengan Darkos

"Jangan." Atin berbalik, tak lupa matikan kompor.

Sejak resmi berpacaran, Atin menjadi orang terbodoh di dunia.

"Maaf, aku tak bisa. Aku belum siap, tunggu sampai aku siap. Sekarang cukup begini dulu."

Respon Alex diam. Wajah menatap kesal. Bahkan isi otak Alex sibuk mengumpati Atin. Alex kecewa. Tak suka sistem berpikir Atin. Hanya saja tatapan Atin seolah-olah bilang 'aku baik-baik saja, tolong percaya.' Itu membuat alex tersentuh.

Hari pagi. Alex tak ingin berdebat. Pada akhirnya ia pun menurut.

Atin mengangguk. Sampai akhirnya suara getar ponsel menganggu aktivitas mereka. Ponsel tersebut milik Atin. Nomor tak dikenal, pasti Darkos.

Alex berdecih, sudah ia block nomor pertama Darkos. Saling niatnya, pasti pakai kartu SIM lain. Alex cemburu.

Orang-orang jarang telepon Atin. Jikalau teramat sangat penting, baru deh ditelepon. Sayangnya Atin jarang aktif.

Tipe berkomunikasi Darkos bicara langsung, bukan berkirim pesan ataupun chat. Bisa sih chattingan, cuman jarang.

[Halo, selamat pagi.]

[Pagi Atin. Aku mau kasih kabar, nanti siang kita harus belajar lagi. Kamu sibuk atau tidak, kalau tidak jadwalnya bisa undur kok.]

Atin tersenyum tipis. Soal lomba dan belajar ia selalu semangat, banyak benefit didapat.

[Tentu, sampai jumpa nanti siang.]

Telepon tersebut pun putus. Saat beralih, Atin langsung berhadapan ke wajah datar Alex.

Oh Tuhan, tolong ingatkan Atin untuk segera pagi dari tempat tersbeut. Ia sangat tertekan kalau dikekang besar-besaran!

Demi saling percaya privasi, Alex maklum. Alex ingin buat Atin nyaman.

"Silahkan pergi, cuman ingat, gak boleh terlalu dekat ke Darkos. Untuk kali ini aku juga tak akan awasi kamu seperti kemarin. Aku harus konsul."

Atin spontan tarik napas lega. Semakin ke sana, Alex tak terlalu buruk dipertahankan. Hal tersebut cukup untuk Atin.

"Masih ingin cium." Alex merengek.

Cup.

Mungin bisa dibilang bentuk terima kasih, Atin cium Alex. Niatnya sekali, tahu-tahu Alex minta lebih sampai Atin kesulitan napas.

***

Darkos dan Atin belajar. Benar-benar belajar. Tidak terjadi hal apapun. Asyik belajar, ayah Darkos, pak Arkan, menghampiri mereka. Sembari senyum hangat, orangtua tersebut berucap. Terpancar aura menenangkan.

"Nak, nanti malam kau sibuk? Kalau tidak, datanglah ke rumah kami. Saya dan keluarga besar mengundangmu secara resmi ke rumah."

Atin tertegun.

Sekalipun hal tersebut tak pernah terlintas di otak Atin. Atin dipenuhi pergolakan berpikir. Alex menghantui otak.

"Jangan lupa datang Atin. Kedatanganmu sangat kami harapkan. Aku jamin kamu pasti senang," ujar Darkos.

Atin bingung. Antara pergi dan tidak.

***

Sekarang, Atin menatap lurus Alex. Mereka akan pulang. Akhirnya, hal yang dinantikan Atin tiba. Atin pusing, ia sedang berpikir bagaimana cara tepat memberitahu Alex agar membolehkannya pergi ke rumah keluarga Darkos.

Biar dapat izin.

Semoga dikasih. Kalau dilihat-lihat, kecil kemungkinan untuk itu. Alex terlalu keras untuk mengabulkan keinginan Atin berhubung ke interaksi antar lawan jenis. Alex bukan tipe soft boy yang bisa diharapkan belas kasihnya.

Bicara soal kasih sayang.

Alex saja tak dapat hal itu. Ia jahat oleh kurangnya kasih sayang. Alex tak terkendali. Ditambah Alex posesif.

"Al," panggil Atin. Rasa gugup membuat Atin memainkan baju. Memilin baju sembari mengigit bibir. Alex otomatis melihat ke orang tersebut.

Atin terlihat gugup, ia ingin sesuatu?

Alex terlihat perhatian Atin dari atas sampai bawah.

"Kau ingin makan, atau apa?"

Oh Tuhan, Atin pasrah. Otak Alex terlalu lurus,saking lurusnya Atin kesal.

Tentu bukan, mana mungkin Atin ingin makan. Memang sudah siang, masalahnya Atin tak butuhkan itu.

Untung saja Atin menunduk, kalau tidak, Alex pasti berpikir jikalau Atin tengah menggodanya. Habis, Atin gigit bibir.

Atin tiup keningnya walau tak berponi. Sedikit menata hati dan pikiran, Atin tatap Alex intens. Perbaiki perasaan agar tak merasa buruk atau semacamnya, Atin pun berucap.

"Aku diundang pak Arkan ke rumah mereka nanti malam." Atin menjeda sebentar, lalu ia pun mengela napas. Menunjukkan betapa ia sangat pusing.

"Boleh aku pergi?" Atin lihat Alex pakai puppy eyes. Siapa tahu mempan.

Meskipun kecil kemungkinan untuk itu sih.

Sedetik kemudian bisa Atin lihat jikalau air muka Alex terlihat tak setuju. Habislah, sekarang ia pasti bakal kena semprot.

Bagus kalau cuman disemprot secara verbal, yang salah adalah, dicium atau yang lebih buruk skinship. Tanpa sadar Atin telan ludah sulit.

Atin sudah usahakan yang terbaik. Alex saja yang terlalu kaku.

"Gak boleh."

Tuh kan. Atin langsung kicep. Diam seribu bahasa. Kepengen ngamuk tapi gak bisa.

Alex masih datar saat bilang begini.

"Cuma, kalau Paman yang undang aku gak bisa cegah, dia orang baik. Pasti ada hal penting yang ingin ia sampaikan. Kalau Darkos yang mengajakmu baru aku gak setuju. Oke, kau boleh pergi." Wajah Alex terlihat datar.

Ekspresi itu seperti sudah mutlak. Ekspresi seni permanen Alex.

Sebenarnya Alex tak setuju. Walau begitu ia tetap bersikap baik. Hal terpenting yang harus Alex lakukan adalah buat Atin nyaman padanya.

Ujung-ujungnya, sewaktu-waktu Alex tetap buat Atin ilfeel.

Atin pasti tak nyaman Alex kekang terlalu ketat. Alex sadar, hal tersebut kurang baik untuk hubungan mereka. Karena itu, tak masalah Atin pergi.

Jarang-jarang sekali, Alex ingin belajar memahami Atin.

Reaksi Atin sontak semangat. Mata berbinar saking senangnya. Lalu, tanpa diduga tiba-tiba cubit pipi Alex. Masih tersenyum Atin pun kembali bicara, "terima kasih. Janji aku tak akan macam-macam kok. Ayo pulang."

Keinginan Atin baru diturutin sekali, lalu respon Atin langsung bahagia. Alex ikut tersenyum lihat orang yang ia cintai senang. Tak sulit buat Atin senang, Atin kuat, tak banyak mau dan cepat tanggap. Ternyata tinggal diturutin, Atin langsung senang.

Bagi Alex tak ada suatu apapun yang kurang dari Atin. Annisa Atinda sudah lebih dari sempurna untuk Alex. Atin pas sesuai kriteria pasangan idaman. Atin dari sudut pandang umum hampir mendekati sempurna.

Senyum mengikuti setiap langkah yang mereka ayunkan. Atin dan Alex bergegas pergi ke tempat pekerjaan sambilan Atin. Tak banyak hal yang mereka bicarakan di jalan, suasana tenang ikut kemanapun kaki mereka melangkah.

***

Mereka pun sampai, selama perjalanan menuju tempat kerja Atin, ia bicara ke Alex. Ingin menyampaikan yang ada dalam pikirannya.

"Al, lebih baik kamu pergi temui Mama sama Papa kamu gih, sebagai gantinya nanti kamu boleh singgah di rumah aku."

Kalau boleh jujur, Atin kurang nyaman menginap di tempat tinggal Alex begitupun sebaliknya. Mereka hanya berpacaran, tak baik tidur satu atap. Kecuali sudah sah. Dalam protokol hidup Atin, ia sangat menataati peraturan dan tata karma, bahwasanya perempuan tak boleh bawa tamu lelaki ke rumah. Tetangga pasti berpikir aneh-aneh.

Atih hindari hal tersebut.

*****