Setelah ikut bergabung di acara makan siang bersama itu, kecanggungan sikap Aoran pada rekan rekannya semakin membaik, dia tampak sedikit lebih ramah dan mau membalas salam sapa dari rekan rekan juniornya di ruang OSIS, dia sebenarnya bisa saja bebas tugas hanya saja ruang OSIS adalah tempat favorit Aoran setelah perpustakaan sekolah.
Karena ruang OSIS sudah dihuni oleh junior dengan kegiatan yang mereka bahas akhirnya Aoran memilih ke perpustakaan.
Dia pikir dia akan tenang dan bisa menikmati buku bacaan favorit nya di sini. Tapi begitu dia selesai memilih buku yang menarik, dia mengedarkan pandangan dan mencari tempat duduk yang paling pas untuk seorang Aoran yang penyendiri.
Seketika pupil matanya membesar ketika dia melihat seorang gadis juga duduk di snaa, di sebuah bangku favorit nya, bisa bisanya seseorang menghuni tempat duduk favorit nya di pojokan sana. Itu adalah tempat duduk yang pas untuknya, cahaya yang jatuh menyinari buku dan membias ke mata sangat pas, tempat duduknya begitu nyaman dan tenang, pantulan dari dinding kedap suara semakin membuat posisi itu menjadi sunyi senyap tanpa ada gangguan sedikit pun.
Aoran melangkah mendekat perlahan, dan dia dua kali lebih terkejut melihat siapa sosok gadis yang duduk di sana, dia!
Aoran memijat dahinya tiba tiba setelah sadar siapa orang ini, dia lagi sih! Berbeda dengan Aoran yang tampak kesal dan balik kanan mencari tempat duduk lain, gadis itu tampak masih sangat serius dengan buku buku di depannya, dia bahkan tak terganggu sama sekali, di telinganya terpasang earphone, dan bibirnya bergumam seperti sedang menyanyi, dia tampak serius tapi juga santai, dia adalah Lily.
Sial banget! Kenapa akhir akhir ini aku bertemu dengannya, bukan! Tapi dia selalu mengekor Miran sehingga saat aku berpapasan dengan gadis cantik itu otomatis mataku juga melihat dia, duh aku merasa mataku akan cepat sakit melihat gadis berpenampilan lusuh dan tak menarik itu! Dia benar benar mengganggu penglihatan ku!
Akhirnya bukannya fokus pada buku di tangannya, Aoran malah tak henti hentinya memikirkan Lily yang menurutnya seperti parasit itu. Katakan lah seperti itu, dia memanggilnya seperti itu karena dia juga tak tahu siapa nama gadis itu.
Lily sedikit mengangkat buku di tangannya dan Aoran menangkap judul buku itu, ilmu matematika, statistika, kalkulus.. mata pemuda itu tampak membesar.
Yang benar saja! Memangnya dia pikir ini kelas mahasiswa teknik, kenapa dia membaca buku seperti itu, dia bahkan baru kelas dua SMA, dan.. dia sangat bodoh! Apa mungkin dia bisa mengerti dengan buku yang ada di tangannya itu!
Aoran membatin dengan gejolak panas di dalam dadanya, dia benar benar tak percaya dengan gadis lusuh itu, Aoran bahkan tak habis pikir tentangnya, bisa bisanya dia terus saja memperhatikan Lily.
Ternyata perpustakaan tak juga cocok untuknya hari ini, Aoran segera meninggalkan buku buku yang bahkan belum dia buka sama sekali sejak tadi, kerjanya hanya mendumal dan membangunkan Lily yang bahkan tak peduli dengan kedatangannya, gadis itu bahkan tak sadar dia sedang satu ruangan dengan Aoran.
Saat Aoran akan keluar perpustakaan dia bertemu Miran, dan gadis cantik itu menyapanya dengan senyuman kecil dan lambaian tangan, Aoran membalasnya dengan ramah, dengan garis senyuman yang begitu indah, mereka sadar kalau di perpustakaan tak bisa berbicara dan berisik, jadi keduanya seakan berkomunikasi dengan gerak tubuh dan senyuman saja.
Miran menunduk kecil seakan mempersilahkan Aoran keluar, pemuda itu jadi kikuk, dia jadi malas keluar melihat Miran masuk ke perpustakaan, akhirnya pemuda itu berinisiatif menaruh kembali buku bukunya ke rak buku dengan perlahan dan hati hati, dia sengaja gerak lambat agar bisa menikmati senyum ceria Miran, dia sepertinya benar benar dibuat kagum dan jatuh cinta dengan ketua OSIS baru itu.
"Kau sudah?" Tanya Miran membungkukkan tubuhnya pada Lily, tapi gadis itu seakan tak mendengar, akhirnya Miran melepas kan headset dari telinga Lily dan gadis itu baru sadar akan keberadaan Miran di hadapannya.
"Sudah?" Tanya Miran dengan suara berbisik. Lily tersenyum kecil.
Aoran mengerutkan dahinya. Entah mengapa sekarang dia sudah berada di hadapan Miran dan Lily, tubuhnya seakan bergerak sendiri, dia sendiri tak sadar tau tau dia sudah berdiri di depan dua gadis ini.
"Ada apa kak?" Tanya Miran heran. Aoran juga heran tapi dia harus mencari alasan kalah tidak nanti harga dirinya akan jatuh sampai ke kerak bumi. Dia mencoba berpikir cepat dan mencari alasan yang tepat agar kedua gadis ini berhenti menatap ke arah wajahnya dengan heran.
Aoran menarik bangku dan mendaratkan bokongnya dengan cepat, dia menggaruk leher belakang sejenak sebelum akhirnya kalimat yang membingungkan keluar dari bibirnya.
"Aku benar benar sedang sedikit bingung akhir akhir ini, kalian tahu saat aku menghitung penyelesaian anggaran pada kegiatan OSIS akhir sekolah aku menemukan sedikit kejanggalan, aku harus menemukan bilangan ganjil antara 50 dan 100, aku membuat diriku sendiri bingung.." ujar Aoran membuat wajah Miran tertekuk heran.
Lily memakai kembali earphone ya dengan santai, tangannya meraih ballpoin dan menuliskan sesuatu di kertas.
Miran katakan saja! Begitu isi tulisan itu, artinya ini di tujukan untuk Miran.
Un = a + (n - 1) b
99 = 51 + (n - 1)(2)
99 = 51 + 2n - 2
99 = 49 + 2n
2n = 99 - 49
n = 25.
Jadi jumlah semua bilangan ganjil antara 50 dan 100 adalah 1.875.
Lily melingkari pada hasil akhir dan mengetuk hingga tiga kali. Miran yang awalnya heran jadi mengerti. Dia segera tersenyum dan memangku dagunya dengan imut.
"Kakak kenapa harus bingung, bukankah itu sangat simple ya, tentu saja ada 1.875 bilangan ganjil, kau bisa menggunakan rumus--"
"Ah!" Aoran menggaruk kembali tengkuknya, dia mengangguk kecil. "Kau cerdas sekali Miran, aku harus sering bertanya padamu, meski kau junior tapi aku yakin pengetahuanku jauh lebih luas dariku." Ujar Aoran memuji Miran, dia bahkan tak mengerti dengan gerakan tangan Lily di bawah pembatas meja, ada penyekat diantara mereka dengan tinggi kurang lebih empat puluh Senti.
"Kalau orang cerdas bahkan dalam obrolan nya juga berbeda ya.." ujar Miran tampak kagum dengan cara Aoran menjebak dia dan Lily, Miran merasa lega karena ada Lily bersamanya, kalau tidak mati dia, jangankan menyelesaikan soal rumit itu, dia bahkan langsung lupa dengan pertanyaan itu ketika lidah Aoran baru satu detik kembali ke peraduan, dia harus mengulang ulang baca soal untuk mencari jawaban dan jawaban yang sudah dia pikirkan masak masak sampai jungkir balik, belum tentu benar. Otak jenius menang beda.
"Baiklah kalau gitu, aku harus pergi!" Ujar Aoran undur diri. Miran mengangguk mengiyakan sementara Lily tampak tak peduli.
Aoran meninggalkan perpustakaan dengan wajah berseri seri, dia sangat kagum dengan kemampuan otak Miran yang tangkas dan cepat.
"Lalu, apa guna gadis itu membaca semua buku tadi, dia bahkan pura pura tak mendengar dan sibuk sendiri saat aku mencoba mengujinya, padahal aku penasaran, apa dia itu punya otak atau tidak! Sekarang rasa penasaranku benar benar menjadi sebuah kebodohan terbesar dalam hidupku!" Desis Aoran bicara pada diri sendiri. Dia mengibaskan pangkal kerah dan merasa gerah.
"Sepertinya berenang akan sedikit menyegarkan tubuhku.." ujarnya berlari menuju ruangan club' renang, di belakang sana ada kolam renang indoor sebagai fasilitas klub renang sekolah.
"Bukankah dia terlalu serius ya!" Gusar Miran dengan wajahnya yang jengkel.
"Siapa?" Tanya Lily dengan wajah heran.
"Kak Aoran, dia tampak sangat kaku dan dingin, masa kau tidak tahu, Kitakan sering bertemu." Ujar Miran tambah jengkel dengan wajahnya yang cemberut manja.
"Oh.. ya.. dia sedikit kaku.." ujar Lily mengiyakan saja, sebenarnya dia tak begitu memperhatikan siapapun di sekolah ini selain Miran, karena itu adalah tugas wajib dirinya.
"Kau sudah selesai? Ayo kembali, aku tidak bisa berada di kelas sendirian, terlalu banyak yang bertanya macam macam dan aku tak bisa menjawabnya, bayangkan dong kalau ada yang bertanya lagi, berapa bilangan ganjil dari 1 sampai 10, aku bahkan akan menghitungnya dengan jariku terlebih dahulu baru aku akan menjawab!" Gusar Miran merinding mengingat pertanyaan tak masuk akal dari Aoran tadi.
"Kita tidak ada pelajaran Miran, jadi bolehkah aku lebih lama di sini?" Pinta Lily memohon. "Aku akan menyelesaikan semua tugasmu kok, kau tenang saja!" Bisik Lily dengan suara yang begitu rendah.
"Aku tahu itu, tapi berada di kelas sendirian dan menjadi pusat perhatian itu sedikit menjengkelkan dan membuat aku tak nyaman.." lirih Miran kesal.
"Kalau begitu kau berpura pura tak enak badan dan pergilah ke UKS, kau bisa tidur dan minum teh hangat, aku akan menjengukku nanti." Ujar Lily memberikan ide konyol. Tapi Miran tampaknya sangat suka dengan ide itu.
"Kau memang pintar, aku akan menunggumu di UKS sambil tidur mendengkur, jangan katakan pada mami ya.."
"Iya kau tenang saja!" Janji Lily.
Miran akhirnya meninggalkan dirinya.
Saat Lily bangkit dia menginjak sesuatu di ujung sepatu fantopelnha, sebuah name tag.
Aoran Wihelmina..
Lily menautkan alisnya, "Aoran?" Dia bertanya pada diri sendiri, nama ini tak asing. "Ah, dia pemuda tadi ya, yang Miran bilang kaku?" Sepertinya ia.
Lily menyimpan name tag itu dalam genggaman tangannya, dia mengembalikan buku dan berniat mencari Aoran ini. Dia akan mengembalikan name tag ini.
"Cara dia mendekati seorang gadis tampak lucu, pantas saja Miran bilang dia kaku, dia memang tampak aneh dan lucu, di seharusnya lebih tenang saat berhadapan dengan Miran, tingkah tegangnya itu membuat orang lain salah paham." Oh, jadi selama ini kau juga selalu memperhatikan tingkah Aoran diam diam Lily?
Siapa yang bisa mengabaikan pemuda tampan dan cerdas itu, hanya saja, Miran lebih pantas untuknya.
"Haruskah aku menyuruh Miran mengembalikan name tag ini?"