webnovel

Blood King Husband

Sebuah pertemuan yang tidak terduga terjadi di sebuah club' malam. Pertemuan yang begitu mengesankan sampai terbayang dalam pikiran. Dialah seorang pria yang sangat tampan dan selalu mendapatkan pujian dari banyak orang. Ia tidak sengaja bertemu dengan seorang gadis berparas cantik, tapi sedikit keras kepala. Pertemuan itu sampai menyatukan dua insan yang belum sama sekali saling mengenal. Seorang pria bernama Sean langsung mengklaim bahwa gadis yang ia temui harus menjadi miliknya tanpa terkecuali. Kisah cinta pun dimulai sampai kejenjang pernikahan, tapi siapa sangka ditengah pernikahan Sean harus kembali untuk menunaikan tugasnya demi kerajaannya, dan hanya ada dua pilihan memilih cinta atau kematian.

Meldy_Wita · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
97 Chs

Ikatan batin yang kuat

Quiena tersentak ketika Sean tiba-tiba memeluknya, ia juga sampai kebingungan saat melihat sikap Sean berbeda, padahal sebelumnya sikap Sean justru terlihat jutek, dan tidak akan langsung memeluk tubuhnya seperti itu apalagi dari belakang dengan sangat erat. Kemudian, Quiena dengan sengaja berbalik agar berhadapan, ia menatap wajah pria itu yang baru saja menjadi suaminya. Tatapan dari Sean begitu aneh, seperti dia sedang menahan tangis.

"Sean, ku sayang ... kenapa dengan dirimu, hah?" tanya Quiena. Senyuman pun ikut menghiasi wajahnya. Dirinya sudah mulai mengingat bahwa ia baru saja menikah, dan semua hal yang sudah ia lewatkan setelah Sean berhasil mengeluarkan iblis licik yang bersembunyi dalam tubuhnya waktu itu.

Sean menjawab dengan gelengan kepala sembari tersenyum tipis. Namun, kemudian ia mengusap pipi itu sambil terus menatap tanpa hentinya, dan kemudian ia kembali membawa Quiena ke dalam pelukannya. Sama seperti semula, pelukan yang begitu erat, seperti pelukan perpisahannya, dalam peluknya ia batinnya berkata. 'Apakah aku sanggup berpisah denganmu, Quiena? Hatiku berkata tidak sanggup, tapi jika kita terus bersama aku takutnya jika aku justru yang akan menyakitimu. Aku begitu tidak rela untuk berpisah apalagi sekarang aku jujur kepada diriku sendiri bahwa aku begitu mencintaimu wahai istriku.'

Semakin terus merasakan pelukan erat dari Sean, sungguh membuat Quiena bukan merasa nyaman, tapi ia seketika merasakan kesedihan yang dirinya saja tidak tahu kenapa ia bisa bersedih, lalu batinnya berkata. 'Kenapa rasanya aku seperti ingin menangis padahal Sean sedang memelukku?'

Batinnya itu bisa didengarkan oleh Sean seorang, pria itupun langsung melepaskan pelukannya, dan tersenyum lebar kearah istrinya agar tidak membuat Quiena benar-benar menangis. Ia mengerti jika dirinya sedang bersedih atau merasakan gelisah yang amat besar, pasti Quiena juga bisa merasakan hal yang sama walaupun wanita itu tidak tahu apa penyebabnya. Sebab darah yang sama-sama telah mengalir di tubuh keduanya membuat mereka bisa merasakan ikatan batin yang kuat.

"Hey! Gadis bodoh, kenapa matamu memerah? Kau ingin menangis ya? Dasar cengeng!" ketua Sean dengan pertanyaan konyol, sembari ia dengan sengaja menggoda istrinya itu.

Namun, Quiena justru memanyunkan bibirnya, dan tiba-tiba tangisannya pun pecah ketika mendapat ledekan dari Sean. Sontak saja Sean menertawainya, tapi justru tepukan tangan dari Sean terima dari Quiena.

"Aduh ... itu sakit, Sayang. Tanganmu ini lama-lama dapat mengalahkan pukulan kayu besar," ucap Sean sembari meringis kesakitan, meskipun ia sengaja terlihat pura-pura sakit akibat pukulan yang bertubi-tubi dari istrinya itu.

"Kamu sendiri yang salah, siapa suruh peluk aku begitu? Aku pun tidak tahu kenapa jadi menangis seperti ini," sahut Quiena sembari mengusap air matanya sendiri, sebelum kemudian Sean membantu menghapus air matanya itu.

"Cengeng banget sih kamu, kan enak kalau di peluk apalagi kena yang empuk." Sean berucap sembari menunjuk senyum mesumnya sambil menatap kearah dua buah benda bulatan Quiena.

"Ihh ... kamu ini. Tadi bikin aku mewek sekarang bikin aku kesal!" ketus Quiena sembari memalingkan wajahnya karena merasa malu.

"Kesal apa kesal ....? Kadang suka lagi, ayo ... ngaku." Sean mencolek pipinya sampai membuat Quiena tertawa, dan menyembunyikan wajahnya itu di dada bidang Sean.

'Bagus, Sayang. Tertawa lah seperti ini karena aku suka melihatnya, tapi kelak aku tidak yakin bisa melihatmu seperti ini lagi,' batin Sean ketika ia menahan tubuh Quiena yang sedang tertawa bersembunyi di tubuhnya.

Kemudian, Quiena menatap wajah Sean begitu lama sembari bertanya. "Kemana saja kamu? Kenapa setelah kita menikah aku tidak lagi melihatmu, Sean? Dan Squby juga sekarang ada di mana? Kenapa kalian berdua seperti sengaja bersembunyi dariku?"

Memang ketika waktu Edward membawa ia kabur, seluruh ingatannya waktu itu dengan sengaja Edward hilangkan supaya Quiena tidak bisa lagi mengingat dirinya dan bentuk wujudnya yang asli. Apalagi pengaruh ketika malam bulan purnama itu tiba, juga membuat dirinya sampai pingsan hingga ingatannya yang waktu itu saja begitu sulit kembali lagi meskipun Edward sudah pergi darinya.

"Um ... waktu itu aku ada di sini, Sayang, dan begitu juga dengan Squby. Aku bersama kucing kesayangan mu itu tidak kemana-mana. Yah bisa saja kamu lupa karena baru saja bangun tidur," jawab Sean dengan seadanya meski ia harus berbohong.

"Oh ya? Apa tidur membuatku lupa? Tapi sudahlah. Tapi apa sekarang aku boleh mengambil Squby?" tanya Quiena.

"Ya tentu saja, dia sedang tertidur. Oh ya, Sayang. Sebentar ya aku ketemu Emanuel dulu, kamu tidak apa-apakan bermain dengan Squby dulu?"

Quiena menganggukkan kepalanya lalu menjawab. "Ya tentu saja."

Sean bangkit dari duduknya, ia mengecup puncak kepalanya Quiena, kemudian senyuman terlukis di wajahnya yang tampan, dan ia pergi lebih dulu daripada wanita itu.

Sean bergegas untuk bertemu dengan Emanuel, ia ingin membicarakan sesuatu yang penting tentang dirinya apalagi Emanuel juga sudah melihat ketika dirinya berubah wujud. Mencari Emanuel tidaklah susah apalagi dengan pergerakannya begitu cepat, hingga bertemu dengan Emanuel, ketika pria sedang meminum darah segar untuk makan siang.

Saat menyadari Sean sudah berdiri di dalamnya, Emanuel langsung menghentikan aktivitasnya itu. Ia berjalan mendekat. "Tumben sekali datang. Ayolah kemari, dan ikut aku makan siang di kamar ini."

"Nanti saja, karena aku datang kemari ingin membicarakan sesuatu denganmu," ucap Sean dengan raut wajahnya yang terlihat serius.

"Oh aku tahu. Ini pasti tentang Jacobs dan si pengkhianat Edward itukan? Sudahlah itu bukan masalah yang besar jika mereka belum menyerang, jadi makanlah dulu bersamaku, brother." Emanuel tidak berpikir bahwa urusan itu lebih penting daripada memikirkan tentang kedua musuh sialan mereka, justru ia tidak memerhatikan wajah Sean yang begitu serius.

"Itu bukan tentang itu, tapi jauh lebih penting," ucap Sean.

Emanuel yang sedari tadi sudah melanjutkan makan siangnya, ia pun tercengang, dan langsung menghentikan aktivitasnya itu. Ia bangkit dari duduknya ketika melihat Sean benar-benar sedang serius, dan bukan seperti biasanya.

"Baiklah, Yang Mulai Raja. Katakan apa hal penting itu?" Emanuel sudah mulai serius sampai berbicara begitu formal.

"Kenapa kamu tidak bertanya kenapa kepadaku di saat kamu melihat dengan matamu sendiri ketika aku sedang berubah wujud? Apa menurutmu itu tidak aneh?" tanya Sean.

Tatapan Emanuel langsung menatap begitu lama kearah Sean, ia pun tidak menyangka jika tiba-tiba Sean akan bertanya itu padahal dirinya sendiri berusaha berpikir untuk tidak melihat apapun waktu itu meskipun ia diam-diam sedang mencari bukti tentang semua yang terlihat.

"Apa kamu sedang merasakan sesuatu saat ini, Sean? Kenapa tiba-tiba kamu bertanya itu? Aku juga sudah melupakannya, dan tidak melihat apapun waktu itu," jawab Emanuel yang mencoba mengelak dari kenyataan.

"Kenapa kamu tidak merasa cemas, Emanuel?!" geram Sean.