"Kenapa kamu tidak merasa cemas, Emanuel?!" geram Sean. Ia begitu kesal ketika mendengar pertanyaannya justru dipertanyakan lagi oleh sahabatnya itu. Ia begitu tidak habis pikir ketika Emanuel justru bersikap biasa saja waktu itu.
"Apa maksudnya aku merasa tidak cemas? Tolong jelaskan padaku dulu, Sean. Baru setelah itu kamu boleh marah jika memang aku salah," jelas Emanuel dalam kebingungannya.
"Apa kamu juga yang sudah mencari bukti tentang keberadaan siapa diriku sebenarnya? Dan bukti itu tersimpan di belakang lukisan wajahku," tanya Sean.
Ia memang sudah tahu semuanya ketika waktu itu ia pergi ke gunung Mountain untuk bertapa demi mendapatkan cara agar bisa menyembuhkan Quiena, dan dalam pertapaannya ia juga melihat ada Emanuel yang sudah tahu siapa dirinya, itulah sebabnya Sean begitu marah apalagi ketika Emanuel hanya diam, dan menyembunyikan sesuatu darinya.
"Ja-jadi kau sudah tahu kalau aku yang mengambilnya?" Emanuel sampai gelagapan saat Sean mengetahui ulah buruknya.
"Ya aku tahu, kamu telah mengambil bukti itu, dan sekarang kamu juga sudah tahu siapa diriku sebenarnya kan? Lalu kenapa kamu tidak bertanya, Emanuel? Kita ini bukan lagi seperti dulu di mana aku ini bukan lagi Sean Kingston, yah walaupun kamu masih menganggap ku sebagai seorang penguasa, tetapi sekarang kita sudah seperti keluarga." Sean benar-benar tidak menyangka jika Emanuel akan mengkhianatinya.
"Okay fine. Aku tahu aku sudah salah dalam hal ini. Mengambil sesuatu yang bukan milikku, dan bersembunyi ketika kamu datang kesana, tetapi aku hanya bertujuan untuk mengetahui siapa dirimu. Walaupun aku jujur begitu takut ketika tahu siapa dirimu sebenarnya, Sean. Tapi tolong jangan salahkan kenapa aku tidak bertanya, karena kupikir kamu tidak ingin orang lain tahu walaupun aku sudah tahu semuanya. Lalu sekarang apa maksudnya dengan aku harus bertanya? Tolong jelaskan semuanya sekarang, Sean."
"Baiklah, karena kamu sudah tahu aku siapa, dan mungkin kita tidak bisa lagi bersama seperti ini nantinya," ucap Sean sembari menatap kearah lain demi menyembunyikan kesedihannya itu.
Emanuel langsung tercengang, dan merasa aneh dengan ucapan Sean barusan, lalu ia bertanya. "Wait? Apa maksudnya? Memangnya kamu akan kemana? Dan jika memang kamu akan pergi, kau tahukan kalau aku akan ikut juga denganmu, jadi jangan berpikir aku akan diam saja di sini tanpa membantumu apapun itu."
"Papaku menginginkan agar aku menduduki singgasana raja iblis, dan itu artinya aku tidak bisa lagi berada di sini, tetapi sesungguhnya aku tidak mau lagi berhadapan dengan kerajaan yang begitu banyak aturan. Aku hanya ingin seperti ini bisa bebas dan melakukan apapun sesukaku, tapi yang lebih membuatku bingung tentang perasaanku kini. Aku sudah memiliki perasaan terhadap istriku, dan kau tahu? Bagaimana mungkin aku meninggalkannya sendirian? Begitupun denganmu, bangsa iblis juga akan menentang keputusan jika kamu ikut denganku, walaupun memang bisa. Hanya saja aku takut sahabatku ini di kucilkan," ungkap Sean dengan begitu jelas.
Emanuel benarbe bungkam dan tidak tahu harus menjawab apa, satu sisi ia merasa senang ketika mendengar bahwa sahabatnya itu sudah mencint istrinya, tapi di sini lain kenyataan yang harus dihadapi kalau dirinya mungkin akan berpisah. Raut wajahnya terlihat sedih, apalagi ketika mengingat, sejak dari dulu ia sudah hidup lama dengan Sean, dan menjadi pengikut setia sampai ia sudah menganggapnya sebagai saudaranya sendiri. Ia sungguh tidak berpikir sebelumnya, jika itu yang sedang Sean takutkan, dan tentu saja Sean marah saat melihatnya tidak bertanya apapun.
"Apakah tidak ada pilihan lain, misalkan kamu melakukan negosiasi dengan papamu, Sean? Ataupun memberitahukan kalau sekarang kamu sudah memiliki istri." Emanuel mencoba untuk mencari celah, meskipun ia tidak yakin.
"Tidak ada, hanya ada dua pilihan yang diajukan oleh papaku. Pertama aku harus ikut pergi dengannya, dan yang kedua aku bisa saja tinggal, tapi aku tidak yakin apakah orang-orang di dekatku akan selamat? Karena ketika bulan purnama selanjutnya, di situlah wujud ku kembali semula, tapi aku tidak tahu apakah aku masih mengingat kalian ataupun tidak. Sungguh aku benar-benar membungu apalagi saat melihat Quiena, wajahnya sampai sedih ketika ikatan batin diantara kami berdua bertemu. Terutama yang lebih parahnya lagi kalau bangsa iblis tidak menginginkan jika aku menikah dengan manusia. Arrghh! Rasanya aku tidak diriku seperti ini, aku hanya ingin wujud ku sebagai vampir, dan bukan iblis yang hanya mementingkan kekuasaan," Sean sampai mengusap wajahnya dengan kasar ketika curhat kepada sahabatnya itu.
Emanuel terdiam, ia pun membelakangi Sean ketika ia juga dapat merasakan rasa sedih saat melihat sahabatnya berada diantara dua pilihan yang merugikan, lalu batinnya berkata. 'Bagaimana ini? Seharusnya aku bisa membantunya, tapi aku juga tidak tahu bantuan seperti apa yang bisa kulakukan. Apalagi jika berhubungan dengan raja Lucifer yang kejam, dia pasti tidak akan membiarkan ada seorangpun yang akan menghalangi jalan anaknya menjadi pengusaha. Tapi bagaimana dengan Quiena? Cinta mereka baru saja tumbuh, tetapi kini sudah harus diuji dengan keadaan yang seperti ini.'
"Tapi, Sean. Mungkin menurut ada cara sesuatu yang bisa kulakukan? Yah apa gitu supaya aku bisa membantumu. Apalagi yang ku takutkan jika Jacobs datang melawan, mau tahukan jika kekuatan ku tidak akan menang jika melawan mereka sendirian apalagi mereka juga bergabung dengan penyihir, dan mungkin Edward juga ada di sana. Jikapun aku mati tidak masalah asalkan aku sudah menjalankan tugasku, tapi yang ku takutkan Quiena, karena sudah pasti Jacobs menjadikan ini kesempatan untuknya menculik Quiena."
"Kamu benar, Emanuel. Itulah yang ku takutkan, dan aku tidak mau membiarkan sahabatku mati konyol di sana," sahut Sean.
Emanuel kembali terdiam ketika mendengar ucapan dari Sean yang juga tidak tahu harus berbuat apa selain rasa takut yang sama, tetapi ketika mereka berdua sama-sama terdiam tiba-tiba saja Quiena bersama Squby datang hingga membuat kedua pria itu tegang dengan kedatangannya yang tidak di undang.
Berbeda dengan Quiena, ia hanya tersenyum kikuk sembari menggendong Squby di pangkuannya sembari berkata. "Hehehe, apa aku sudah mengganggu kalian hingga mata kalian berdua menatap ku begitu?"
"Um ... aa-ah tidak ada! Benarkan, Emanuel? Kita tidak terganggu kan?" tanya Sean dengan gelagapan sampai memberikan tanda dengan mengedipkan sebelah matanya kearah sahabatnya.
"Aa ya! Benar! Kami tidak terganggu jika kedatangan wanita cantik sepertimu," ucap Emanuel dengan sengaja menggodanya. Sean langsung menatapnya dengan tajam ketika mendengar ucapannya itu, lalu Sean bergumam. "Kau sedang cari mati ya?"
"Oh ... baguslah kalau begitu berarti aku bisa ikut dengan kalian di sini. Ayo, Squby. Kita bermain di kamar ini," ucap Quiena sembari berjalan dengan ceria.