webnovel

My Lip

Lucas melirik kearah Zefa dari pantulan kaca spion yang ada di mobil, senyum sumringah terukir dibibirnya ketika melihat Zefa tengah fokus dengan gawai yang dimainkannya serta sebuah earphone yang menyumpal telinganya.

Sesaat setelahnya ia menatap jalanan kota dan menginjak rem mobil yang ada di bawahnya dengan sangat pelan. 'Aku akan mengemudikan mobil ini dengan sangat pelan, tapi hanya dia yang merusak pemandangan kami.' Lucas melirik kearah Estevan yang sedang sibuk dengan dokumen yang dibawanya.

"Apa kau tertarik bekerja diperusahaan Zorger Company? Namamu terasa tidak asing," ucap Estevan sambil menutup map berwarna merah.

Ekspresi suram yang diberikan Lucas kepada Estevan tiba-tiba saja menghilang ketika mendnegar nama perusahaan Zorger Company dari mulut Estevan, teoat tepat saat lampu berwarna hijau Lucas mengangkat kakinya dari atas rem lalu mulai berkata, "Tidak hanya tertarik, aku bahkan juga mengirim CV disana." Sambil fokus menatap jalan.

"Benarkah?" Estevab menaikan satu alisnya. Terkejut. Ia bahkan tidak pernah menyangka kalau orang seperti Lucas mengirim CV di perusahannya, Estevan menoleh kearah Lucas lalu bertanya pada pria itu, "Kau mengambil pekerjaan apa?"

Dengan bangga sekaligus senang Lucas menjawab, "Sekertaris, aku akan bekerja dengan Zefa sebagai wakil Seketraris."

"Jadi itu kau?" Perlahan Estevan membuang mukanya dan beralih menatap ke arah tumpukan dokumen yang berada di tangannya. 'Sepertinya aku salah memilih seorang Sekertaris, kalau di ingat-ingat Lucas seorang pria berusia dua tahun lebih muda dari Sekertaris Zefa, tapi aku tidak boleh meremehkan wajah atau penampilan seseorang. Bisa saja dia lebih hebat dari pada Seketraris Zefa.'

"Iya, memang ada apa?" tanya Lucas.

Estevan berdehem. "Saya wakil CEO disana, jadj otomatis saya bosmu."

Tiba-tiba saja kaki Lucas menginjak rem karena terkejut membenarkan apa yang baru dikatakan Estevan, matanya tak henti-hentinya melebar dan menggenggam erat kemudi mobil milik Zefa. 'Apa? Pria ini adalah bos dari perusahaan Zorger Company? Bagaimana mungkin aku tidak tahu? Bisa gawat kalau sampai aku tidak diterima di perusahaan itu.' batinnya yang mulai menyesali perbuatan kasarnya tadi kepada Estevan.

Disisi laib karena ulah dari Lucas, dahi Zefa terbentur senderan kursi di depannya. Ia melepas earphone yang sedari tadi menyumpal telinganya lalu menarik tuas senderan kursi milik Lucas hungga membuat punggung pria itu terjungkal kebelakang. Mata Zefa membelalak ketika melihat Lucas yang masih bersender. "Jika kau berniat membunuhku, aku akan membunuhmu dulu," ancam Zefa sambil mengarahkan pisau lipat ke leher Lucas.

Estevan menatap dengan mata yang melebar serta kedua alisnya terangkat. Terkejut. Ketika melihat apa yang dilakukan Zefa kepada Lucas yanh berada di depannya. "Sekertaris Zefa! Sadarlah." Estevan menepuk bahu Zefa dan tangannya yang berada di dekat leher perlahan menjauh.

Nafas Zefa menderu dengan sangat cepat, wajahnya masih merah karena marah dengan apa yang dilakukan oleh Lucas. 'Benar, aku tidak boleh mati sekarang.' Zefa mencoba meredam amarahnya serta melipat kembali pisau yang berada ditangannya dan memasukkannya kedalam kantong. "Jika kau ingin mati lakukan sendiri," ujarnya sambil menarik serta mendorong senderan kursi Lucas ke depan. "Ck. Menyebalkan." Zefa memasang earphone di telinganya serta mainkan game rubik.

Estevan menarik pandangannya dan menatap ke depan, sebuah garis muncul diantara kedua alisnya ketika mengingat-ingat apa yang dilakukan Zefa barusan. 'Dia gadis yang berbahaya.' Namun, ada salah satu bagian dari pisau lipat yang menarik perhatian Estevan.

'Aku tidak pernah menemukan sebuah pisau yang memiliki ukiran di mata pisaunya dan kenapa gantungan berbentuk cincin? Aish untuk apa aku mikirkan hal yang tidak berguna seperti itu.' Estevan menyibukkan pikirannya sendiri dengan membaca dokumen.

Sedangkan Lucas, ia masih diam membeku karena apa yang dilakukan Zefa kepadanya. 'Apa yanh dikatakan bos Agus ternyata benar kalau, Zefa akan membunuhku jika aku sampai melecetkan mobilnha.' Kini Lucas lebih berhanti-hati, ia menyalakan mobil yang sebelumnya dimatikannya lalu kembali fokus melajukan mobilnya.

Suasana hati Zefa benar-benar buruk bahkan, lagu yang biasanya di dengarkannya saat marah yang berjudul 'fly to the moon' sudah tidak mampu meredamkan amarahnya. 'Menyebalkan sekali! Kenapa aku harus terjebak dengan kedua pria ini disini.' Zefa menyesali keputusannya beberapa menit yang lalu.

Dimana saat itu Estevan sedang menerima telfon dari putranya, Zefa tidak ingin mengganggu kesenangan Ayah dan anak ini jadi ia memutuskan untuk keluar dari apartemen hanya untuk sekedar menikmati pemandangan diluar namun, Zefa harus mengurungkan niatnya ketika terdnegar lagi suara pertengkaran dari dalam apartemennya.

Zefa bergegas kembali masuk ke rumahnya dan melihat Estevan dan Lucas saling menatap sengit. Dengan melipat kedua tangannya diatas dada serta menatap datar kedua pria itu Zefa berkata, "Jika ingin bertengkar, kalian bisa keluar dari sini atau perlu aku carikan pisau dan belati agar kalian bisa saling membunuh?" tanya Zefa dengan nada menyindir.

Kedua pria itu menatap wajah Zefa dan langsung menghampirinya. Estevan menarik nafanya lalu berkata, "Aku harus pulang, pinjamkan mobilmu besok aku akan mengembalikannya."

"Tidak. Bagaimana jika dia mencurinya?" tuduh Lucas sambil menyipitkan mata-curiga kepada Estevan.

Zefa menghembuskan nafas. Lelah. "Kau tahu Lucas, aku lebih curiga kepadamu dari pada dengan Pak Estevan."

"Apa?" Lucas meraih kedua tangan Zefa lalu menatap wajah gadis itu dengan kedua matanya yang berbinar. "Tidakkan kau melihat ketulusan dari mataku ini?"

Zefa menyipitkan mata. Curiga. Serta langsung menarik tangannya dengan paksa, dirinya merasa risih saat melihat wajah Lucas yang tidak merubah ekspresinya. "Berhentilah bersikap konyol, Lucas. Jika kau ingin lihat apakah Pak Estevan ingin mencuri mobilku atau tidak kau bisa ikut dan menyetir mobilnya."

"Kau juga harus ikut. Sekertaris Zefa," sahut Estevan sambil mengambil bajunya yang basah dari atas nakas lalu membawanya keluar apartemen.

"Apa?" Mulut Zefa terbuka tatkala mendengar perintah dari bosnya.

Bahkan disepanjang perjalan menuju kerumah Estevan didalam hatinya Zefa tak henti-hentinya mengumpat pada dirinya sendiri karena keputusannya yang meropotkan dirinya sendiri, dengan menghela nafas berat Zefa menyandarkan punggungnya. 'Aku benar-benar menyesali keputusanku sendiri, untuk apa aku membantu dua pria asing ini?' Perlahan mata Zefa mengantup lalu berkata, "Kita pergi ke tempat kosmu dulu, Lucas."

"Tapi...."

"Jangan membantahku!" ujar Zefa kepada Lucas.

Dengan wajah yang murung Lucas menjawab. "Baiklah." Lucas tidak berani menolak ucapan yang dikatakan Zefa. 'Pasti nanti Pak Estevan dan Zefa bisa berduaan.' Mulutnya sedikit mengerucut. Sedih.

To Be Continued...