Namaku Lily, masih bersama dengan sang bayangan hitam dalam sebuah hutan magis.
Setelah mimpi itu berakhir, panggilan lembut darinya membangunkan ku dan memberitahu bahwa ini waktunya untukku memulai hari.
Aku yakin jauh sebelum diriku, dia sudah bangun duluan.
Ada beberapa buah-buahan segar di atas daun yang panjang dan lebar. Daun yang tidak pernah aku temui sebelumnya. Daun itu berwarna hijau, tetapi ukurannya cukup besar melebihi semua daun yang pernah aku lihat. Tidak seperti dedaunan pohon kelapa, ia tidak seperti itu. Daunnya benar-benar lebar dan besar untuk menaruh setumpuk buah-buah segar yang baru dipetik.
Ah... Itu, kan buah yang pernah ku makan sebelumnya...
Selain itu juga ada beberapa buah lainnya, meskipun aku tidak tahu apa namanya dan bagaimana rasanya. Yang aku pahami hanya sebuah buah yang berbentuk seperti kumpulan kelereng berwarna hijau yang disatukan dalam sebuah tangkai ranting. Sisanya... Aku tidak paham dengan bentuknya.
Entah darimana Spectra mendapatkan buah-buahan ini, aku hanya takut akan mati keracunan jika salah memakannya.
Tidak, Spectra tidak mungkin melakukan itu.
Setidaknya, aku meyakini itu.
"Kenapa? Kau tidak suka buah?"
"Aku menyukainya. Tapi, ada beberapa buah yang belum pernah kau makan sebelumnya."
Iapun mengambil buah berwarna merah itu, seraya berkata:
"Kalau begitu kau pasti sering memakan buah ini di istana, kan? Kau pasti memakannya dengan mengupas kulitnya dulu."
Ku rasa? Aku tidak yakin. Sudah ku bilang, seorang putri sepertiku hanya tahu makan tanpa tahu apa yang dimakannya.
"Aku akan mengupas dan memotong buah ini untukmu."
Aku tak bisa membalas apapun.
Melihat caranya mengupas kulit buah berwarna merah itu, aku seakan melihat Mozart. Sosok yang dengan tulus merawatku dan memberikan apa yang aku butuhkan.
Hampir-hampir aku ingin menyebut namanya kembali...
Ingatlah! Ini bukan istana!! Kau sadar dirimu sekarang berada dalam hutan magis ini?!
Aku terpukau melihat ketulusannya, ini untuk kedua kalinya aku merasa: "Akhirnya ada orang yang benar-benar tulus kepadaku!"
Mungkinkah karena diriku tak pernah mendapatkan perhatian dari kedua orangtuaku?
"Sudah selesai, kau bisa memakannya sekarang."
Saat ia memanggil, buah merah yang bentuknya besar itu kini berubah menjadi bentuk yang lebih kecil.
Ah... Ternyata benar, ini adalah buah apel. Buah yang biasa ku makan di istana.
Yapi, apakah rasanya akan sama?
Gigit, kunyah, telan...
"Bagaimana?"
"Manisnya, sama seperti yang biasa aku makan di istana dulu."
Aku sangat menikmati buah ini, hingga aku tak sadar senyum indah dari wajahku mekar seperti mekarnya bunga lili di pagi hari.
Spectra sepertinya menatapku... Mungkinkah ia ikut tersenyum melihat senyumanku? Mozart pernah bilang namaku ini memang sesuai dengan parasku yang secantik bunga lili. Siapapun yang melihat indah mekarnya, mereka akan tersenyum.
"Syukurlah, aku senang mendengarnya. Kalau begitu, habiskan."
Sesuai pintanya, aku segera menghabiskan potongan-potongan apel itu. Hingga akhirnya sudah sampai pada gigitan terakhir, sungguh aku merasa sangat puas.
"Bagaimana dengan kakimu? Sudah merasa baikan?"
"Sepertinya begitu."
"Syukurlah."
"Ada apa?"
"Aku berniat untuk membawamu keluar dari hutan ini sesegera mungkin. Aku yakin kau pasti sangat merindukan keluargamu, bukan?"
Aku tidak begitu yakin...
Sebenarnya, satu-satunya yang aku rindu dari istana hanyalah Mozart pelayanku. soal ibu dan ayahku, aku tidak terlalu peduli.
Satu-satunya yang mereka pentingkan hanyalah mengurus pemerintahan. Iya, aku tahu! Mereka adalah raja dan ratu dari Kerajaan Echalost, orang nomor satu di kota bahkan negeri ini. Tapi, sesibuk itukah mereka sampai melupakan gadis kecil ini yang masih belia?
Apakah aku bisa disebut orang jahat karena hanya memikirkan diriku sendiri?
Sekarang sosok perhatian itu sudah ada di sisiku. Meskipun aku tidak begitu yakin sampai kapan ia akan terus berdiri di sisiku?
"Ada apa, Lily?"
Ah... benar juga, mengapa aku tidak mengajaknya ke istanaku juga? aku yakin ayah dan ibuku tidak akan keberatan jika ia menemaniku bermain bersama dengan Mozart.
"Spectra, maukah kau ikut pulang bersamaku? sampai di sana nanti, kita bisa bermain bersama-sama."
"Sungguh? Dengan senang hati aku menerima tawaran itu, Lily."
Begitulah jawab dari sang bayang itu, sekalipun aku tidak pernah tahu apakah dia tersenyum senang dengan tawaranku atau hanya sekedar jawaban untuk menghibur hatiku.
Tidak, aku tidak salah memercayainya. Aku bisa merasakan ketulusan hatinya mengalir dalam setiap gigitan buah yang ku makan ini. ini adalah pemberiannya.
Buah apel itu sudah habis, akupun sudah merasa cukup kenyang karenanya.
Karena aku tak memakan buah-buahan yang lainnya, iapun memasukan semuanya kembali ke dalam tas yang tak terlihat itu.
Dibantu olehnya, aku bangkit berdiri.
"Ayo, kita berangkat!"
"Baik!"
Bersamanya aku memulai langkah kakiku. seorang putri yang terjebak dalam hutan magis dan bertemu dengan sang Spectre. aku mulai teguhkan hatiku, aku yakin akan ada banyak kejadian yang tidak aku duga sama sekali muncul di depan mataku.
Tidak, aku percaya di dalam genggaman tangannya aku akan merasa aman. dia adalah ksatria yang baik.....