"Mine ...."
[ANGELIC DEVIL: The crown]
Mendengarnya, Paing pun tercenung diam. Sebetulnya dia biasa saja. Toh visual Nadech masih lupa-lupa ingat. Mereka juga bukan kolega kerja. Jadi harusnya tidak perlu dipusingkan. "Oke, cukup. Thanks. Aku bisa meneruskannya sendiri," katanya.
"Yakin?"
"Ya."
Mile tanpa sadar melirik dada Paing sekilas. "Kalau begitu bawalah senjata kemana-mana. Itu pun kalau serius berurusan dengannya," katanya. "Karena Nadech bukan jenis yang bisa ditebak. Pura-pura lemah, dan biasanya aku menyudutkan dia selama sempat."
Sebegitunya? Pikir Paing. Namun Alpha itu tetap mengiyakan. Toh tujuannya kemari ingin informasi. Jadi jangan sampai diabaikan.
Usai diskusi, Paing pun keluar lebih awal. Tidak menunggu waktunya habis. Lalu membuka ponsel yang bergetar.
Drrrt ... drrt ... drrrt ... drrt ....
Oh, pesan dari Apo rupanya ....
[Phi, soal tawaranmu aku sudah memutuskan. Tapi tolong sepatunya diganti saja. Aku mau ear clips, oke? Tapi pilihkan desain yang tanpa tindikan]
___ Apo
"Hm?" gumam Paing. Keningnya pun mengernyit membayangkan Apo memakainya. Tapi kemungkinan tampak cantik sekali. "Ada-ada saja kemauannya."
Drrtt ... drrt ... drrt ... drrrt ....
Lagi?
[Plus es krim dan sorbet, ya Phi. Rasa matcha. Soalnya aku mengerjakan banyak tugas seharian ini. Jadi harus dapat satu box penuh. Ha ha ha ha ha 😈]
____ Apo
Namun, percayalah. Tidak hanya benda tadi saja, selama perjalanan Apo justru mengirimkan pesan lain juga. Dia membuat Paing kesana kemari. Pergi toko satu ke toko lain. Bahkan kadang putar balik dan kembali lagi. Astaga ....
Kata Apo, "Salah! Salah! Aku maunya yang rasa apel saja! Tidak jadi!" Sambil menelpon di tengah jalan. Padahal Paing baru diperbolehkan Piya keluar. Tapi sang Omega benar-benar tidak mengampuni.
"Terus, yang matcha?" tanya Paing sambil menenteng banyak paper bag ke mobil.
"Loh, sudah kebeli ya? Ha ha ha. Kalau begitu makan Phi saja ...!" kata Apo tidak berdosa. "Atau berikan ke orang lain, soalnya aku malah ingin rasa apel."
Oke? Mari lakukan tugas mulia sebelum menjadi Ayah. Hhhh .... Paing pun meletakkan barang bawaan ke jok belakang. Dia mengunjungi toko pertama yang sejauh 7 kilo. Sesekali melirik pemandangan itu lewat spion depan. Sangat penuh. Belum lagi baju-baju baru Apo.
"Apa dulu dia juga begitu?" pikir Paing, walau sulit membayangkan Mile mondar-mandir juga. "Rasanya ini luar biasa."
Paing pun kembali untuk memesan varian baru. Dia duduk sambil memainkan ponsel. Kadang pura-pura tidak tahu jika dipandangi pelanggan lain.
"Permisi, Tuan. Sorbet rasa apel-nya baru saja habis. Tinggal mangga. Apa tak masalah jika rasanya diganti?" tanya si shopkeeper tiba-tiba. Dia pun memperlihatkan semangkuk contoh. Semua demi kepuasan pelanggan.
"Ah, sungguhan?"
"Iya, Tuan. Maaf rasa itu barusan sudah diborong."
Pelipis Paing pun langsung berdenyut. "Shhh ... ya Tuhan ...." desahnya, tapi akhirnya tersenyum saja. "Oke, tak masalah. Tetap bungkuslah sekotak. Nanti yang di request kucari di tempat lainnya."
"Baik."
"Setidaknya ada cadangan untuk jaga-jaga ...." gumam Paing. Dia menilik maps demi mencari toko lain. Khawatir Apo cemberut kalau tidak dapat apa yang dia inginkan.
"Terima kasih ...." kata sebuah suara berat. Auranya khas seorang Alpha, dan itu disempurnakan si pemilik yang bersetelan kantor motif garis.
Nadech? Batin Paing. Dia memandangi sosok itu sebentar. Agak silap, tapi Nadech sangat santai saat mengeluarkan kartu. Dia menunggu pembayaran sebuah kotak berlabelkan "Sorbet Apel", pertanda dia lah si pemborong yang disebut tadi.
Mengejutkan, memang. Padahal sibuk, tapi sempat mengambil sorbet sendiri. Dan Paing tidak bisa membayangkan Alpha itu menyukai appetizer manis.
"Ini, Tuan. Terima kasih sudah memasan," kata si kasir senang. "Kepuasan Anda adalah tujuan kami."
Nadech pun mengangguk sebelum pergi. Kemungkinan dia tidak me-notice Paing. Apalagi Paing menggunakan masker juga. Hmmm ....
Drrrt ... drrt ... drrrt ... drrt ...
[Phi, masih lama kah?]
____ Apo
[Soalnya aku mau ganti canape saja :") He he. Tidak apa-apa kan? Baby sepertinya suka yang lucu-lucu]
____ Apo
"Hahhh ...." desah Paing. "Semoga es krimnya tidak leleh saat sampai rumah."
"Hihihihihihihi ...." kikik Apo. Omega itu kerja di rumah. Full istirahat. Sebab kandungannya sudah besar di bulan ketiga. Dia membantu lembur semampu saja. Sangat rajin, tapi hari ini berniat merepotkan Paing.
Tak masalah! Apo ingin mate-nya bergerak banyak. Toh Paing hanya rebah 2 minggy usai kabur waktu itu. "Hehehehehe ...." cengirnya setelah mendapat PAP canape. Pekerjaan pun jadi tertunda. Makin lelet, apalagi sering melirik ke cincin di jari manisnya.
"Whoaaa, bagus ....! Ada balonnya!" puji Apo. Dia tepuk tangan karena suka dengan birthday box-nya. Apalagi benda itu menyembulkan dekorasi kuning. Oh astaga! Ternyata pemberatnya dari kotak cincin!
"Ha ha ha, senang? Tapi ini sangat sederhana," kata Paing. "Phi tidak bisa buat pesta, Apo. Waktunya terlalu singkat. Apalagi pulangku baru tadi pagi."
Apo justru senyum sambil menyodorkan tangan langsung. "Don't care. Aku sudah mau kok menikah dengan Phi. Ayo pasangkan," katanya tanpa ditanya.
Paing pun geleng-geleng sambil mengambil jari manis Apo. Dia memasang cincin yang dibeli tadi siang. Lalu membalas dengan senyuman juga. "Oke. Happy birthday ...."
Saat itu Apo bilang ini pertama kalinya ulang tahun dirayakan orang lain. Sebab kebersamaannya dengan Mile terlalu singkat. Bahkan anniversary mereka malah bertengkar.
"Oh, astaga, serius?" tanya Paing. Padahal saat kuliah Apo bilang punya acara sendiri. Tapi kini dia tahu sang Omega berbohong.
"Ha ha ha ha ha ... iya, benar. Kan acaranya di kamar. Jadi aku beli kue di toko. Make a wish sendiri. Tapi ditemani foto kecil Mile juga ...." kata Apo sambil cengar-cengir. Dia tidak berat hati mengakui Mile cinta pertama. Bahkan perbuatan sekonyol itu pernah dia lakukan. Saat ultahnya, saat ultah Mile ... saat wisudanya, saat wisuda Mile (mungkin? Apo hanya mengira waktunya). Sehingga Paing heran saat Apo mengeluarkan foto dari dalam dompet. "Ini, buktinya--Ha ha ha ... ternyata masih kusimpan, Phi. Tapi sekarang semua buatmu saja. Nah ...."
Paing pun memandangi foto itu dalam. Pasti kenangan Mile sangat berharga, tapi Apo menyerahkan semua hal padanya. "Terima kasih ...." katanya. Lantas mengantungi dalam saku baju. "Tapi, mulai sekarang jangan begitu lagi Apo. Just come to me. Kita rayakan sama-sama setiap tahunnya."
"Oke ...."
Apo juga gantian memasangkan cincin untuk Paing. Mereka mengobrol aktif soal pernikahan. Tapi pelaksanaannya mustahil langsung. Apo setuju dia harus lahiran dahulu. Sungguhan fit. Nanti tancap saja ketika beraktivitas normal.
"Hmm ... cuman kalau dipikit-pikir agak lucu, ya. November aku resepsian dengan Mile. Desember sudah bareng Phi Paing. Februari akhir ada quadruplets. Jadi, kalau masuk April aku lahiran--pffft ... apa sesudah lokia kita menikah di bulan Juli?" tanya Apo. Dia baru sadar tempo waktunya cepat sekali, padahal terasa lama jika dijalani penuh rasa sakit.
"Juli juga bagus. Sangat sempurna. Ada banyak festival di Jepang kalau kau mau ke sana," kata Paing.
"Eh?"
"Atau ingin ke suatu tempat? Kau tentukan saja mana yang disuka. Nanti Phi akan atur perjalanannya."
Apo pun menjilat bibir. "Apa harus ditentukan olehku?" tanyanya. Karena destinasi Denmark dulu pilihan Mile. Jadi Apo lebih bersemangat kali ini. "Phi tidak ada gambaran sendiri kah mau kemana."
"Hmm, tidak juga. Menikah tahun ini pun kejutan, tapi umurku memang sudah waktunya."
DEG
Mata Apo langsung berbinar. "Siap, nanti aku pilih-pilih dulu, Phi," katanya. "Mach dich bereit, denn ich werde überall hin mitnehmen." (*)
(*) Bahasa Jerman: "Bersiaplah karena kau akan kubawa kemana-mana."
TING!
Apo pun senyum-senyum sendiri mengingat mereka bersulang. Dengan anggur merah nikmat. Dengan cokelat bulat yang lumer di lidah. Lalu mereka tidur pulas hingga tanpa mimpi.
"Apa Phi sudah dekat?" gumam Apo sambil meletakkan ponsel. Dia kembali bekerja meski tidak fokus. Kemudian mendengus malu setelah kasmaran sendiri.
ARLOJI Nadech menunjukkan pukul 11 malam saat pulang ke rumah. Alpha itu tetap tersenyum meski lelah, lalu menenteng sorbet segar dari box pembeku di bagasi Aston Martin-nya.
"Selamat datang, Tuan Kugumiya ...." sapa barisan penjaga pintu. Nadech pun melewati mereka, lalu melemparkan kontak ke salah satunya.
Prakh!
"Parkirkan ...." kata Nadech. ".... besok pagi harus sudah bersih. Karena aku akan liburan sampai kamis lusa."
"Baik!" sahut seseorang yang menangkap kunci.
Nadech pun melonggarkan dasi saat naik lantai dua. Dia masuk kamar dengan langkah-langkah tegap. Lalu menemukan sesosok tubuh yang tertidur diantara ceceran puzzle.
Cklek!
"Hmm, aku pulang, Caracal nakal ...." sapa Nadech sambil mengunci pintu. "Bisa kau bangun sebentar? Aku membawakan sorbet kesukaanmu."