"A part of game ....."
[ANGELIC DEVIL: The Crown]
Semakin dekat langkah Nadech, kedua mata itu pun terbuka. Satu detik, dua detik. Suara jam kayu di pojok ruangan mendominasi mereka. Tapi Mew hanya diam saat merasakan kecupan di pipi. Cup. Dia tampak risih tapi abai. Sebab aroma tajam Alpha bertarung dengan miliknya di udara.
"Kapan kau akan melepaskanku?" tanya Mew. Dia lelah karena dirantai sejak bangun. Tapi kini terobati harum sorbet apel setelah sekian lama. "Aku harus mencari Amaara."
Meski terus menerus ditolak, Nadech membuka jas luaran demi meredakan emosinya. "Dia ditangkap, Mew. Sudah berapa kali kubilang padamu?" katanya. "Dan menurutku kau fokus saja pada kondisi diri sendiri. Besok check-up untuk ususmu yang robek."
Dari memunggungi, Mew kini berbalik perlahan. "Daripada itu, ngomong-ngomong aku kesulitan melepaskan benda ini," katanya sambil menunjukkan cincin di jari. "Sejak kapan kau memasukkannya, Bodoh. Aku belum mengizinkanmu."
Merasa dilawan, Nadech otomatis tidak terima. Alpha itu mengurung sang "sepupu" dengan dua lengan. Menatapnya. Lagi-lagi menegaskan kepemilikan. "Itu adalah hukuman, paham? Setelah kuhabiskan 31 tahunku jadi bayangan. Kesulitan di luar sana. Kau rendahkan. Jadi terima saja posisimu sekarang."
"...."
"Ingat ...." kata Nadech sambil meremas rahang Mew. "Namamu itu sebenernya milikku. Jadi jangan sombong dan makan sorbetmu saja."
Brugh!
Krincing! Krincing! Krincing!
Tiiit! Tiiiit! Tiiit! Tiiiit! Tiiit! Tiiit!
"Hrrrghhh ...."
Mew pun terhempas setelah dibanting. Borgol di tangannya juga berbunyi. Tapi dia kesakitan lebih disebabkan gelang pada pergelangan kaki. Benda itu bisa menyetrum setiap dia melawan. Cukup perih. Bahkan bisa melepuhkan kulit di sekitar. Sial, Batinnya sambil meringis-ringis. Mata Mew pun berkilat karena efeknya ke ubun. Dan dia harus patuh jika tidak mau terulang kembali.
Setelah itu, Nadech meninggalkannya untuk mandi. Dia bersih-bersih seperti biasa. Tampak santai, tapi tidak pernah berhenti waspada.
Cukup mengerikan, memang. Mew sebenarnya menyadari cara mata itu menatapnya sejak dulu. Maka jangan sampai fakta keluarga terungkap. Namun, kadang beberapa kejadian bisa di luar kendali. Tidak heran jika Nadech kini benar-benar marah.
BRAKHH!
"HRRRGHHH!"
Sang sepupu sepertinya sudah hilang rasa sabar. Tidak betah. Maka dibenci pun sekarang tidak masalah. Dia akan menggagahi Mew sebelum tidur. Memasukkan obat aneh dalam mulutnya lewat ciuman. Lalu menyetubuhinya sesuka hati.
"Hrrghh ... NADECH!"
"DIAM!"
"Ahhh ... BRENGSEK!" maki Mew yang dibekuk dari belakang. Dia mencakar cat dinding hingga mengelupas. Ingin mengamuk. Tapi hunjaman penis dalam lubangnya semakin cepat. Pergelangan Alpha itu diremas kuat sekali. Keluar otot. Tapi Nadech mampu menjerat sela jemarinya dalam kurungan. "ARRRGHHH! SUDAHI! GILA KAU--ahhh ... fuck!"
Plak! Plak! Plak! Plak! Plaarrr!!!!
Kuku-kuku kakinya pun menggurat seprai hingga terobek. Dia kesal karena tiap guncangan serasa panas. Apalagi bokongnya ditampar berkali-kali--damn! Sekarang ketajaman feromon mereka membuatnya sesak napas.
"Hhhh, hhh, hhh, hhh ...."
Mew pun butuh tenaga untuk menghirup udara. Dia tahu obat tadi bukan sembarangan fungsi. Jika tidak, Alpha sepertinya takkan segampang ini berlutut.
"Bagaimana, enak kan?"
PLAKHH!
"AHHH! Hrrghhhhh!" teriak Mew yang nyaris menyeruduk pondasi ranjang. Dia pun membuka mulut demi bernapas. Sangat rakus, tapi yang masuk ke paru hanya sebagian kecil. Rasa tenggorokannya seperti menyempit. Wajahnya memerah karena kekurangan oksigen. Tapi ekspresi itu justru disukai sang sepupu.
"Kau harusnya menunjukkan raut ini pada Amaara, Mew," kata Nadech yang memasang kalung anjing dari belakang. Dia terus menyadarkan Mew role mereka. Mencekiknya. Lalu menarik tali itu seperti majikan.
"Hissssshhhhh! Hrrghhhh--!"
"HA HA HA HA HA ...." tawa Nadech kedengaran sangat puas. ".... lalu lihat apa dia masih mau bercinta denganmu. Hhhh ...."
Mew pun menatap pantulan pada kaca foto yang terpajang di sana. Semua chaos persetubuhan mereka. Tapi Mew lebih marah karena figur itu menampakkan potret dia yang memakai suit. Ukurannya besar. Sangat elegan. Tidak tahu kapan para pelayan memasangnya di sana.
KRATAAKKKH!
Lama-lama, pegangan Mew pada pondasi ranjang pun menjadi retak. Dia tersengal karena gejolak feromonnya sendiri. Tapi nyatanya makin lemas. Setiap muncratan yang dia terima di dalam, itu melemahkan sendi-sendi pada tubuh. Pertanda Alpha lain bisa menyudutkannya sejauh ini.
"Mmmhh, mmhh ...." lenguh Mew karena klimaksnya ditahan. Nadech sepertinya sengaja meremas penisnya. Ingin menyiksa. Karena kata "tolong" darinya makin membakar. "Sakit---SIALAN!" keluhnya. Itu sering terjadi selama ini. Sehingga mau tak mau dia menerima kekalahan.
Nadech pun melepaskan penisnya beberapa saat kemudian. Membiarkannya berpuas diri, tapi tak menunggu hingga dia tuntas. Alpha itu sudah bergerak lagi untuk maju mundur. Menggempurnya. Bahkan tawa-nya makin keras saat dia terkencing-kencing.
"AHHHHHHHH!!!"
"HA HA HA HA HA HA HA HA HA!"
KRINCING! KRINCING!
KRINCING! KRINCING!
"HRRRGHHH!" geram Mew ketika kalungnya dijambak lagi. Dia pun mendongak dengan leher menengadah. Ingin memaki, sayang suaranya tercekat ciuman brutal.
"Hmmhh, nngh ... nnh! Nnhhh!" desahnya. Padahal posisi mereka sulit, tapi tidak menghentikan Nadech untuk beraksi.
Mereka pun menuntaskannya pukul 2 lebih. Mew dibuat meringkuk karena pelukan posesif. Digulung risol. Tapi jari bercincinnya dikecup sayang. Itu membuatnya berpikir kemana-mana. Bagaimana jika Nadech benar-benar serius ingin menikahinya. Cup.
"Aku tidak akan memaafkanmu," desis Mew.
Nadech justru menanggapi santai. "Aku yang tidak akan memaafkanmu," katanya. Lalu tidur meski Mew makasih mengamuk. Dia memang dijanjikan kemenangan untuk tahun depan, tapi rasanya ini agak berlebihan.
"Kau tidak akan serius melakukannya, bukan?" tanya Mew pagi harinya. "Maksudku dengan awards pertama."
Nadech yang sudah memakai setelan kantor pun menoleh padanya. Alpha itu menatap Mew sambil menyimpulkan dasi. Tampak puas. Lalu berkata dengan dengusan pelan. "Bukankah kau sendiri yang menginginkannya?" Dia bilang. "Piala awards untuk Alpha kesayanganku adalah request pantas."
DEG
Mew pun menatap nanar langkah Nadech saat keluar. Dia melirik piala "Best Head Team Sales and Marketing of The Year 2015/2016" milik Nadech tahun kemarin, padahal sang sepupu baru menggantikan beberapa bulan. Dia jadi merinding jika Nadech sudah berniat. Jangan-jangan posisi best CEO pun bisa disabetnya dari Paing Takhon.
"Dasar kau bedebah jelek ...." maki Mew sambil mengobrak-abrik sarapannya.
BRAKHHH!
PRAKHHHHHH!
Nampan itu pun terjatuh ke lantai. Langsung tumpah, tapi dia butuh waktu lagi untuk bergerak ke kamar mandi.
***
AURORA borealis, hijau.
Sejak dulu, Mile menginterpretasikan perasaannya lewat warna itu. Sebab makna kedamaian menjadi nyawa chaos kehidupan sebelum menikah. Dia pun menganggap hijau sulit ditemukan di sembarang tempat, seperti Apo. Tapi kini semuanya sudah berubah. Genggamannya perlahan mengendur, dan Mile terus memandangi foto pemberian Paing sejak Alpha itu pulang.
"Apa? Sungguhan?"
"Hu-um, tinggal 2 hari lagi. Jadi, bagaimana? Kita tunda dulu destinasi berikutnya?"
"Tentu. Aku sih baik-baik saja. Masalahnya kau, Apo. Tidak apa-apa jika kita batal lihat aurora-nya? Aku membawamu kemari karena ingin mengajakmu ke sana."
Saat dilepaskan, Apo mungkin baru paham sudut pandangnya mengenai hal berharga ini. Namun, jika Mile ingat bagaimana cara sang Omega menerima dua cincin, dia tahu ... benang terakhir hubungan mereka sudah berhasil dipertahankan.
Tang! Tang!
Tang! Tang!
Dua hari kemudian, saat suara pukulan besi sudah menjadi biasa di telinga, Mile justru didatangi sipir dengan sebuah surat di tangan. Dia bertanya, "Apa ini?" Tapi disuruh membuka sendiri.
"Atas dicabutnya laporan istri pertama Anda, atasan kami memberikan kesempatan menjadi tahanan rumah," kata si sipir. "Jadi cukup berperilaku baik saja, oke? Gunakan waktumu selama 6 bulan ini. Tunggu panggilan. Setelah itu akan ada mediasi persidangan berikutnya." (*)
(*) Tahanan rumah: merupakan suatu hukuman oleh pihak berwenang terhadap seseorang dengan membatasi ruang geraknya hanya dalam lingkup tempat tinggalnya saja. Perjalanannya dibatasi, bahkan ada juga yang tidak diizinkan sama sekali (tergantung kasus. Kalau KDRT masih boleh dalam satu kota).
Mediasi, katanya?
Apa itu berarti Nazha baru kemari? Mile pun memandangi detik-detik kunci jerujinya dibuka. Digeser. Lalu sipir itu mempersilahkan dia keluar.
SRAAAAAAAAAAAKHH!
BRAKHH!! KACRAK! KACRAK!
Dia juga melepaskan borgol kaki Mile. Menyuruhnya ganti baju. Lalu menuntunnya ke ruang kantor terdepan. Di sana ada Nazha dengan wajah yang sudah sembuh. Tetap cantik, tapi tidak dengan foto proses retret selama dia berobat.
"Kau di sini rupanya--"
"Ck. Ikut aku. Ayo keluar," sela Nazha sambil meletakkan kunci mobil agar Mile mengambilnya. Dia tidak membawa Alan seperti biasa. Hanya melirik padanya. Menunjukkan pembawaan yang lebih dingin daripada dulu. "Kau menyetir, Mile. Tapi jangan langsung pulang," katanya.
"...."
"Aku tidak akan membiarkan siapapun tahu suamiku tampak sangat jorok."
Mile pun mengikuti Nazha untuk pamit pada polisi penjaga. Dia memang sangat kotor selama dalam tahanan, tapi tidak lagi setelah dibawa pulang. Nazha tampak marah, tapi gerakannya cukup cepat. Dia memasukkan Mile ke salon terdekat. Melempar setelan baru untuk dipakai. Lalu meninggalkannya ke parkiran mobil.
Brakh!
Suara bantingan pintunya keras sekali. Bahkan Mile mendengarnya karena jarak parkir tidak jauh. Namun, Alpha itu tidak komentar apapun. Dia masih penasaran apa isi otak Nazha. Dan bagaimana dia bisa awas dengan momen jeda ini.
"Kau ingin aku meminta maaf?" tanya Mile saat sudah keluar. Dengan potongan baru, dia tampak segar dan setampan dulu, tapi agak lebih kurus karena berat badan turun.
"Kepadaku? Tidak perlu," kata Nazha. "Aku sudah menebak kau takkan melakukannya ...." desis wanita itu sambil meremas setir.
"Oh ...."
".... tapi Alan," kata Nazha. "Kau harus ikut bertanggung jawab membuatnya setrauma itu."