webnovel

AndurA

Dua sosok berbeda dalam satu tubuh. Itulah aku! Gelap, kelam, dan tak tersentuh! Itulah sisi lain dar bayangan tergelapku. Lalu sisiku yang lain seakan tersingkir sejak aku kehilangan semua hal yang kusayangi. Mereka, para Pangeran Iblis itu, menghancurkan hidupku! Hingga aku harus melenyapkan mereka semua dalam satu sentuhan hingga lenyap bagai debu!

Ellina_Exsli · Kỳ huyễn
Không đủ số lượng người đọc
16 Chs

2.

Pagi ini mentari terlihat begitu teduh. Axelia baru saja bangun dan membuka lebar jendelanya. Senyum Axelia yang melebar perlahan menghilang saat matanya menangkap sosok Arven  di luar jendela kamarnya.

"Selamat pagi, Yang Mulia Ratu. Hamba, Arven Larion, menghaturkan hormat pada Yang Mulia."

Axelia tertegun dan menatap aneh. "Maaf, Paman. Kau salah orang!"

Brak! Axelia kembali menutup jendelanya dan memikirkan kata-kata yang baru saja Arven lontarkan.

"Wah, dia pasti orang gila! Sangat gila karena memanggilku dengan kata Yang Mulia. Ckckck, menyedihkan! Tampan-tampan tapi gila,"  gumam Axelia pelan.

Arven yang mendengar gumamam Axelia hanya tersenyum. "Yang Mulia baru saja mengakui ketampananku. Ahk, Ratuku benar-benar gadis yang masih polos."

Axelia bergegas menyiapkan segala keperluan sekolah lalu sarapan bersama Neneknya. Nenek?  Ya, Axelia tinggal bersama seorang nenek di sebuah rumah tua yang kecil. Sejauh ini, Axelia hanya tahu bahwa ia tak memiliki orangtua sejak lahir. Namun semua kebutuhan Axelia terpenuhi dengan baik karena Arven selalu memenuhi segala keperluan Axelia.

Axelia menyelesaikan sarapan paginya dengan cepat. Lalu bergegas menyalami tangan Neneknya sebelum membuka pintu rumahnya untuk berangkat sekolah. Lagi-lagi,  Axelia masih mendapati Arven tak jauh dari rumahnya. Axelia melangkah pelan dan melewati Arven begitu saja. Berharap Arven tak mengikuti langkahnya apa lagi menyapanya.

"Yang Mu-"

Axelia dengan cepat berlari tanpa memperhatikan panggilan Arven. Terus berlari saat melihat Arven mengejarnya dan terus memanggilnya dengan sebutan Yang Mulia.

"Sial, kenapa orang gila itu terus mengikuti dan mengejarku? Ya ampun, benar-benar menyebalkan. Aku harus lari di pagi hari," ucap Axelia pelan di antara langkah larinya.

Napas Axelia semakin memburu dengan langkahnya yang semakin lambat. Axelia menoleh kebelakang dan melihat Arven yang berlari kecil sambil melambaikan tangan padanya. Axelia kembali menatap ke depan dan terus berlari. Brukkkkkkk! Axelia langsung terduduk ke belakang saat tubuhnya menabrak sesuatu.

"Axelia," sapa seorang pemuda dengan wajah cemas.

Axelia tak menjawab namun lebih memilih menoleh ke belakang. Menatap Arven yang mempercepat langkah larinya karena melihat tubuh Axelia terjatuh.

"Sial!" umpat Axelia kesal.

Axelia baru saja berdiri namun tangannya langsung ditarik oleh pemuda yang ia tabrak. Axelia menatap punggung pemuda tersebut dan terus mengikuti langkahnya. Senyum di bibir Axelia tersungging kala ia menyadari siapa yang menyelamatkannya.

Axelia terus berlari hingga tubuhnya di dekap erat oleh pemuda yang menarik tangannya lalu mereka berdua bersembunyi di sebuah gang. Napas keduanya saling memburu dan sama-sama terdiam tak bersuara. Axelia mendongakkan wajahnya dan menatap pemuda yang masih mendekapnya.

"Ka-kay," panggil Axelia pelan.

"Ssssttt," pemuda bernama Kay tersebut meletakkan jari telunjuk di bibir tipisnya.

Axelia mengangguk. Axelia kembali diam dan bernapas lega karena merasa aman di samping Kay. Hingga helaan napas lega Kay membuat Axelia menatap wajah Kay. Kay yang menoleh menatap Axelia kini ikut terpaku saat pandangan mereka bertemu. Jarak wajah mereka yang dekat membuat suasana semakin sunyi.

Satu menit, dua menit, kedua masih sama-sama saling berpandangan. Perlahan rona merah hadir di kedua pipi Axelia saat tangan Kay merapikan rambut Axelia yang berada di pipi. Detik berikutnya senyum Kay melebar ketika menyadari wajah gadis di depannnya bersemu merah.

"Hei, kenapa wajahmu memerah?" tanya Kay pelan.

Axelia langsung menjauhkan tubuhnya dari Kay. "Ka-kapan aku-"

"Lihatlah, kau bahkan masih saja tak bisa berbohong." potong Kay cepat.

Axelia terdiam. Bukan suatu hal yang besar saat pemuda di depannya mengetahui semua tentang dirinya. Kay Lucio Aster, seorang pemuda tampan yang merupakan teman  kecil Axelia hingga kini. Umur mereka yang tak jauh berbeda membuat persahabatan itu kian kuat.

"Jadi, siapa pria tampan yang mengejarmu? Kau mengenalnya?" tanya Kay lagi.

Axelia menggeleng. "Kurasa dia orang gila yang tampan."

"Orang gila?"

Axelia mengangguk. "Pagi-pagi sekali dia sudah ada di depan jendela kamarku dan mengucapkan salam. Selamat pagi Yang Mulia. Dia memanggilku seperti itu," jelas Axelia panjang.

"Yang Mulia?" ulang Kay lagi.

Axelia kembali mengangguk. "Dia bahkan menungguku berangkat sekolah."

"Sial! Dia pria yang mesum. Aku ingatkan ini, jangan pernah lupa mengunci jendela dan pintu kamarmu."

Axelia mengangguk mengerti.

"Katakan padaku jika terjadi sesuatu? Kau mengerti?" tanya Kay lagi.

"Tentu,"

"Bagus sekali," Kay tersenyum dan mengelus puncak kepala Axelia.

"Kay, singkirkan tanganmu." Axelia menepis tangan Kay agar tak membuat rambutnya berantakan.

Kay tersenyum jahil. "Kenapa? Dulu kau menyukainya. Bukankah begitu?" Kay memainkan satu matanya.

"Bodoh! Itu saat aku masih kecil!" sanggah Axelia cepat.

"Kau tetap kecil di depan mataku, Axelia. Kita bahkan sering mandi berdua,"

"Si bodoh ini! Itu saat umur kita lima tahun! Berhenti membahas masa kecil, Kay! Kau membuatku kesal!" Axelia menggerutu kesal dan menendang kaki Kay ringan.

Kay tertawa saat melihat wajah gadis di depannnya terlihat begitu kesal. Setelah memastikan aman, Kay kembali menggandeng dan menarik tangan Axelia untuk mengikuti langkahnya.

"Sepertinya kita sudah bisa pergi. Kita akan terlambat jika terus berada disini,"

Axelia hanya mengikuti langkah sahabatnya tanpa banyak bertanya. Melihat punggung Kay yang berjalan lebih dulu darinya. Mata Axelia menatap tangannya yang berada di genggaman Kay. Rona merah itu kembali hadir dengan senyum manis yang Axelia sembunyikan.

Diatas atap yang tak jauh dari mereka, Arven tersenyum tipis melihat Ratunya yang tengah tersenyum manis. "Ratuku mulai merasakan cinta remaja. Ahk, ini buruk untuk kaum iblis seperti kami. Terlebih pemuda itu hanyalah manusia biasa. Namun pilihan Ratuku benar-benar bagus. Pemuda tampan yang baik hati dan menjadi pelindung Ratuku dari kecil. Saat iblis tengah jatuh cinta, segala kekuatannya akan melemah. Namun jika itu cinta pada manusia, maka akan ada hal besar yang terjadi. Aku harus memastikan Ratuku  tetap baik-baik saja."

===================================