webnovel

Anak asuhku Anakku

mei_yama · Thanh xuân
Không đủ số lượng người đọc
53 Chs

5.

" Mampir ke pasar dulu mas, aku mau membelikan mbok sendal jepit dan Mbah dul roti bolu" ucap Lily pada Bimo yang sedang fokus menyetir.

Sepanjang perjalanan Rosmia dan Ali terus saja membujuk Lily agar meng iyakan penawaran dari Juno. Lily dengan wajah cerianya malah asik bermain dengan Dito bayi laki laki yang tidak mau ikut ibunya jika sudah ada Lily di depan mata.

"Tuh mas, lihat anakmu. kalau sudah sama Lily aku kok merasa seperti ibu tiri ya" ucap Rosmia yang merajuk pada Ali akan sikap Dito kepadanya.

" Lah, kan sama to dek. kalau sama aku juga gitu dia. kita ini lho sama sekali enggak di anggap" cletuk Ali yang kesal dengan keakraban Dito dan Lily.

"Mbak Lily hebat, non Embun yang biasanya super susah di ajak orang tapi sama mbak, dia langsung anteng gitu" ucapan Bimo yang merasa takjub dengan Lily.

" Kalau sama bayi itu, kita juga harus putih bersih. tulus gitu mas, murni aja apa adanya. kalau di buat buat bayi akan merasakan dan akhirnya jadi rewel" jawab Lily memberi saran pada Bimo.

"Oh gitu" Bimo mengangguk anggukan kepalanya perlahan.

🦜🦜🦜

"sudah, semuanya. saya pamit ya" ucap Bimo yang memohon diri pada Lily dan Ali.

" Mbok, iti..... aku punya." ucap Lily sambil mencium tangan mbok iti yang duduk di bangku panjang depan rumah.

"apa nduk?"

"Ini, mbok. sendal baru, sendal simbok kan kemarin putus. ini aku belikan baru" ucap Lily sambil mengeluarkan sendal jepit dari kantung plastik hitam yang di tentengnya.

"Makasih Yo nduk" ucap mbok iti sambil mengelus kepala Lily yang kini tengah berjongkok memakaikan sendal japit kepadanya.

"iya mbok, Lily mandi dulu ya mbok"

"iya"

🍛🍛🍛

makan 🌃.

" Mbok, aku mau bekerja apa boleh?" ucap Lily yang sedang menata piring untuk makan malam bersama.

"Di mana nduk?" tanya mbh Dul penasaran yang mulai ikut duduk bersila di lantai beralaskan tikar.

"Di rumah majikanya mbok inem Mbah" jawab Lily singkat sambil berjalan mondar mandir menata lauk pauk dan juga sepotong roti bolu yang di belinya tadi.

"Kerjanya apa nduk?" tanya mbok iti mulai menelisik ucapan Lily.

" Menjaga bayi mbok, aku kasihan. sebenarnya tadi aku langsung di suruh bekerja disana. Tapi aku bilang mau ijin dulu sama Mbah dan si mbok" jawab Lily yang mulai menuangkan air minum di gelas.

"Kok kasihan, kasihan kenapa?" tanya mbok iti sambil mulai melahap makanannya dengan tangan.

" Jadi, istrinya meninggal sewaktu melahirkan mbok. Bayi itu sekarang tidak ada yang ngasuh dan selalu rewel jika di pegang orang lain. Tapi tadi dia anteng sama aku mbok. Makanya majikan mbok inem pengen aku yang mengasuh dan menjaga anaknya." Jawab Lily memberi keterangan sejujur jujurnya pada mbok iti.

Mbok iti dan Mbah dul saling tatap dan kemudian Mbah dul mengangguk kecil, seperti isyarat memberi ijin kepada mbok iti untuk mengucapkan sesuatu.

suasana makan malam yang sangat sederhana namun penuh kenikmatan. Lauk pauk yang sederhana tidak mengurangi syukur dan nikmat di dalam keluarga sederhana itu.

"iya, bekerjalah disana dan bantu majikan mbok inem menjaga dan merawat bayinya" ucap mbok iti yang menatap serius Lily.

"Beneran mbok?" tanya Lily yang khawatir untuk meninggalkan dua kesayangannya itu di rumah.

"iya, kamu sudah besar nduk. sudah waktumu untuk mandiri. biar Mbah yang jaga si mbok mu" ucap Mbah dul memberi ketenangan pada Lily.

"Kalau aku bekerja disana nanti, mbok inem yang akan menjaga kalian disini mbok" ucap Lily sambil mengunyah makanannya.

"Mbok inem yang jaga kita?" tanya mbok iti penasaran dan mengerutkan dahi sambil menghentikan kunyahan makanannya.

" siapa yang mau bayar?" tanya Mbah dul polos.

"Tenang Mbah, mbok. pak boss yang mau bayar mbok inem. Rumahnya pak boss itu Mbah, besarnya..." Lily mulai bercerita kepada Mbah dul dan mbok iti tentang seberapa besar rumah yang baru saja dia datangi tadi.

Makan malam yang sederhana di iringi gelak tawa dalam cengkrama. Sementara di sisi lain, Juno dan mbok inem serta Bimo masih begadang hingga larut malam untuk gantian berjaga mengasuh Embun yang dari sore tadi tertidur lelap. Kini waktunya embun untuk membuka mata selebar lebarnya dan mengeluarkan vocal sekencang kencangnya.

Kenangan kebersamaan dan masa masa indah yang dulu pernah di lalui Juno bersama Namira membuat Juno selalu menitikan air mata.

*Seandainya kamu masih ada, seandainya aku lebih sering meluangkan waktu untukmu, seandainya aku tidak terlalu memanjakan mu.* Juno menyesali apa yang sudah terjadi, hati kecilnya selalu saja menyalahkan dirinya sendiri akan kepergian pasangan hidupnya.

*Semua salahku, maafkan Ayahmu yang bodoh ini nak*

Juno mengecup kening embun yang masih menyusu dengan wajah yang sayu.

*Namira tidak pergi, dia ada di dalam sini. dan dia ada di wajah ini* Juno lagi lagi menciumi wajah malaikat mungil itu.

"Bim, bagaimana? apa Lily sudah memberi kabar?"

Juno menelfon Bimo yang sedang asik bermain game online di dalam rumahnya. Setiap pembantu Juno mendapat satu kamar yang lengkap dengan satu kamar mandi, kamar tidur, dan ruang tamu. Juno menyiapkan itu semua atas permintaan Namira.

Namira selalu menganggap orang lain itu sama dan tidak membeda bedakan sesuatu berdasarkan harta. Namira dahulunya juga berlatar belakang keluarga tak punya hingga kerja kerasnya membuahkan hasil dan menjadikanya wanita kaya.

"Emmm anu pak, anu"

"Anu apa? yang jelas"

"Lily tidak punya ponsel pak. tadi saya mau kasih tau bapak, tapi non embun sedang rewel jadi saya lupa pak" Bimo menyeringai karena kesalahannya.

"ya sudah, besok. pagi pagi. saya minta kamu langsung ke rumahnya Lily. pokoknya, sebelum matahari terbit, Lily sudah harus ada di kamar embun!" Juno berbicara dengan nada tinggi dan langsung menutup panggilan tanpa sahutan dari Bimo.

Bimo hanya mampu menelan ludah secara kasar dan mengacak acak rambutnya sendiri.

Karakter tegas Juno telah kembali semenjak meninggalnya Namira. perubahan sikap ini bukan tanpa sebab, tapi melainkan karena kesedihan yang mendalam dan harus menjadi orang tua tunggal dalam waktu singkat. serta anak yang tidak mau dengan siapapun membuat emosi Juno terkadang susah terkontrol.

*Gawat, tuan sudah kembali kepada Juno Mahendra yang dulu. Aku harus kuat mental, dan tahan banting.* Bimo menyemangati dirinya sendiri.