webnovel

5. Pretend To Be Happier

"Terima kasih sudah bekerja keras Gwen." Ucap sang bu bos.

"Iya Bu Ningsih... Kalau begitu Gwen pamit pulang yah Bu..." Ucapnya dengan tersenyum lebar.

Ningsih adalah pemilik dari butik ini, dia yang menyetujui seluruh desain dari yang dibuat oleh para karyawannya, termasuk buatan Gwen.

Setelah Gwen merancangnya dengan sedemikian rupa, besok tinggal proses pengerjaannya.

"Oh ya, kamu tidak takut pulang malam-malam begini?" Tanya Bu Ningsih.

"Sudah biasa Bu saya... Ga usah khawatir ehehehe."

Dia segera menancapkan gas kendaraan bermotornya itu, namun tanpa disangka dua mata sedang mengamati dirinya dari jarak yang cukup jauh. Namun dari jarak segitu ia sudah tahu jika orang yang baru saja keluar dari butiknya itu adalah Gwen.

"Mama? Dia siapa?" Tanya pria yang masih berbalut kemeja berwarna biru muda.

"Karyawan baru mama, selain cantik dan baik rupanya dia begitu pintar. Ehehehe. Kamu udah makan? Kok baru pulang? Lembur yah?" Tanya sang ibu.

"Iya ma, tadi habis lembur. Oh ya, Cinta udah tidur kah?"

"Dia tidak bisa tidur, sepertinya dia sedikit demam. Kamu bawa dia kemana tadi? Sampai suhu tubuhnya tinggi?" Tanya ibunya.

****

Kos-kosan Gwen 22.34 WIB.

"Arkan kenapa lagi sayang?" Tanya Gwen setelah masuk ke dalam rumahnya dan mendapati Arkan yang sedang menatap benda pipih panjang miliknya yang sengaja dia pinjamkan untuk Arkan selama dia bekerja. Agar Arkan bisa menghubungi dirinya bila terjadi apa-apa dirumahnya. Benda itu disebut ponsel.

"Tadi Cinta telepon Arkan, katanya dia sedang sakit." Ucapnya dengan menghembuskan napasnya kesal.

"Terus kenapa kamu yang bingung Arkan? Kan yang sakit Cinta... Yang bingung pasti ayahnya lah... Kenapa kamu harus bingung?"

"Karena Cinta pacarnya Arkan sekarang, baru tadi siang Arkan menyatakan perasaan pada Cinta. Dan Cinta menerimanya. Lalu kita berciuman." Jawabnya dengan tersenyum lebar.

Gwen mengerutkan keningnya.

Tunggu---

Siapa yang mengajari adiknya dalam hal semacam ini? Dia tidak bercanda kan? Bukankah... Hah? Pacaran? Ciuman?! Bahkan Arkan baru saja akan berumur 7 tahun, tingginya pun tidak lebih dari 120 cm, tapi dia telah bersikap seolah seperti anak remaja SMA?!

"Arkan? Kamu tidak bercanda kan? Siapa yang mengajarimu berciuman? Dan kenapa kamu berpacaran dengan Cinta?! Kalian kan masih kecil... Ayolah jangan bertindak memalukan. Nanti Kak Gwen yang kena marah sama ayahnya Cinta. Kamu apain anak orang Arkan!" Gwen frustasi sekali.

Sedangkan Arkan hanya tertawa renyah.

"Habisnya pipinya Cinta gembul banget. Jadinya aku gemas. Aku cium deh ehehehe. Dia wangi tau kak. Aku besok mau beli sabun kayak punyanya Cinta yah?" Ucapnya dengan senyum-senyum sendiri.

"Syukurlah dipipi..." Batin Gwen.

Jika tidak itu tandanya first kiss nya Cinta sudah di rengut oleh bocah nakal ini.

"Udah, jangan pacar-pacaran dulu. Masih kecil. Kak Gwen aja belum pernah pacaran kamu kok udah pacaran huh?" Ketusnya.

"Kak Gwen mah ga asik!" Arkan segera pergi meninggalkan Gwen sendiri ke dalam kamar dan meletakkan ponsel itu di sofa ruangan tamu.

Gwen melihat benda itu, lalu ia membuka ponselnya. Namun tidak lama kemudian sebuah panggilan suara muncul membuat ponselnya berdering dan bergetar.

Sret.

Iya menyeret tombol warna hijau di atas menampikan kontak 'Cinta' disana.

"Halo? Ini Cinta yah?" Tanya Gwen.

"Aku Mahen. Ayahnya. Kamu Gwen?"

Gwen berdeham.

"Hmm... Aku tahu ini lancang, tapi bisakah kalian berdua pergi ke rumahku? Cinta ingin bertemu dengan Arkan. Sebenarnya dia demam saat ini... Dia jadi minta hal yang aneh-aneh." Pinta Mahen.

"Tapi Mahen... Ini sudah malam. Dan sepertinya... Arkan akan segera tidur."

"Tidak bisakah sekarang? Oh... Tolonglah, biasanya Cinta hanya akan diam saat ibunya berada disampingnya. Tapi sekarang berbeda... Ibunya sudah tidak ada. Aku bingung..." Ujar Mahen.

Nada bicaranya terlihat panik dan kebingungan, membuat Gwen jadi tidak tega.

"Hmm... Baiklah. Aku akan membujuk Arkan." Balasnya.

Tutt--

Panggilannya selesai. Dia segera masuk ke dalam kamar Arkan dan menatap pria kecil itu sedang membaca buku ceritanya.

"Arkan masih belum tidur?" Tanya Gwen.

"Belum bisa kak... Masih kepikiran Cinta." Jawabnya.

"Ya udah ayo kerumahnya..." Ajak Gwen.

"Huh?! Seriusan? Seriusan kak? Ga bohong kan?" Arkan terlihat sangat kegirangan sekali saat ini, ia bahkan melompat lompat kecil.

"Tidak... Ayo buruan sebelum lebih larut malam. Kak Gwen nanti takut."

Arkan mengangguk, ia segera menggunakan jaket tebalnya dan menyisir rambutnya hingga benar-benar tapi dan tampak keren.

****

MANSION MAHEN.

Mansion ini sangat besar sekali, bahkan lebih besar dari lapangan stadion mungkin. Bertingkat 5 lantai membuatnya tampak sangat mewah. Dia merasa lebih bahagia sekali saat ini.

Arkan, bocah kecil ingusan itu sangat excited sekali, bahkan dia tidak berhenti mengoceh sedari tadi.

"Kak... Ini akan baik-baik saja kan? Penampilan ku maksud ku." Ujarnya dengan menujukkan rambut kerennya.

"Iya.. udah ganteng kok. Udah, ini bawa sup jagungnya untuk Cinta yah?"

"Kak Gwen ngga masuk?"

"Kak Gwen pulang aja. Nanti kamu kalau mau nginep, nginep aja. Besok kak Gwen--"

"Kamu disini saja. Sudah malam, rawan." Ujar seorang pria yang berdiri dibelakang Gwen.

Yah.

Pria itu adalah Mahen. Papanya Cinta.

Entah sejak kapan dia berada disana.

"Tidak perlu, aku tidak biasa menginap dirumah or--"

"Kalau kamu kenapa-kenapa jangan salahkan saya. Ayo Arkan... Kita masuk..." Ucap Mahen dengan tersenyum ramah.

Baiklah...

Kini Gwen menurut saja kalau begitu.

Mansion mewah ini sangat sepi sekali, berbeda dari kenyataan yang dia pikirkan. Dia pikir akan banyak sekali pelayan atau mungkin pembantu dan karyawan yang bertugas di rumah ini, namun kenyataannya tidak. Sepertinya hanya adalah Mahen dan anaknya.

"Para pembantu dan pekerja sudah pulang kerumahnya. Mereka hanya bekerja sampai sore hari." Ucapnya dengan tersenyum tipis.

"Oh..."

Setelah itu Arkan berlari masuk ke dalam kamarnya setelah itu ia memeluk Cinta dan tidur disebelahnya agar Cinta bisa tertidur nyenyak juga.

"Kamu sudah makan?" Tanya Mahen.

"Sudah."

Krukkk~~

Sialan. Kenapa harus berbunyi didepan orang yang sedang menawari makanan sih? Ish!

"Ehehe... Aku lupa tidak makan tadi." Ucapnya dengan mencoba untuk mengelak kalau ia sedang berbohong.

"Ish... Ayo makan dulu. Jangan sampai terlambat makan, nanti yang ada kamu sakit. Siapa nanti yang mengurus Arkan huh?"

"Kamu mirip sekali dengan ayah." Jawabnya.

"Ayahnya Arkan?"

Deggg.

Bukan itu maksudnya.

"Eh, maksud ku ayah kandungku. Bukan suamiku." Jawabnya dengan menggaruk leher.

"Oh... Oh ya, suami kamu memangnya tidak mencari kamu? Ini sudah malam loh."

"Suamiku? Kita sudah bercerai." Balasnya dengan mantap.

Kemarin malam ia memutuskan untuk merangkai jawaban seperti itu.

"Tidak perlu berbohong, aku tau kamu kakaknya Arkan kan? Tadi sore sebelum kamu berangkat berkerja... Arkan menceritakan semuanya." Ujarnya yang membuat Gwen terdiam.

"Kenapa kamu harus tau urusanku?"

"Hanya ingin tau. Maaf." Jawabnya tersenyum tipis.