Dengan wajah bodoh,Kanzia bertanya, "Apa kamu yakin dengan hal itu, Ren? Kamu tidak berbohongkan! Kamu tahu sendiri, mereka semua meragukan ku, bahkan mempercayai gosip itu," jawabnya lemah.
Tentu saja mereka membencimu, itulah yang saat ini dia inginkan. Verena mencibir Kanzia sinis, tapi bibirnya masih tersenyum dengan kepalsuan dan berusaha keras membujuk sang kakak.
"Mereka berbeda, orang-orang ini percaya kalau kakak tidak melakukan itu. Mereka ke sini untuk membantu kita," sela Verena terus menyakinkan Kanzia untuk mempercayai perkataannya.
"Benarkah?" Kanzia bertanya dengan raut wajah berseri-seri, seolah tengah melihat penyelamat.
Melihat wajah percaya Kanzia, senyuman kecil Verena mengembang lebar dan berkata, "Iya, kakak bisa mempercayai mereka semua."
"Um, biarkan mereka masuk Ren." Ucap Kanzia menatap adiknya lembut dan berkata, "Kamu bisa memanggil mereka, kenapa masih di sini?"
"Kak Zia tidak apa aku tinggal sendirian, kan?" sahut Verena melihat wajah pucat Kanzia, kini dalam hati dia berdoa supaya sang kakak cepat mati.
"Ughh, adikku sangat perhatian. Aku baik-baik saja sendiri di sini, kamu bisa meminta mereka untuk masuk. Aku tidak sabar ingin melihatnya, Rena," balas Kanzia kini melihat kearah Verena masih bersikap sok perduli.
"Rena akan memanggil mereka," jawab Verena di penuhi akan antusias, ternyata kakaknya ini masih bodoh seperti biasa.
Melihat kepergian Verena keluar, sudut bibir Kanzia sedikit tertarik membentuk seringaian kecil. Apa dia pikir, cuma dia saja yang punya kemampuan menipu orang.
"Mereka pasti orang-orang yang kamu bayar, sungguh adik yang perduli. Namun, di balik itu semua anak ini memiliki niatan buruk." Kanzia menarik napas lelah, kemudian menggeleng pelan dengan bibir yang mengejek kebaikan palsu Verena pada sang kakak.
Kalau ini Kanzia asli, wanita itu pasti luluh dan mempercayai semua yang Verena ucapkan. Hal ini akan Verena gunakan untuk membuat sang kakak hancur."Picik! Tapi sayang sekali, kakak mu yang lugu itu telah mati. Tidak ada lagi kakak yang menyayangi mu dengan tulus, tidak ada Kanzia yang bodoh di masa lalu. Iya, sekarang hanya ada Kanzia Volker Grayson yang akan menghancurkan mu," gumam Kanzia dengan smirk di bibir pucatnya.
"Kakak, ini mereka. Ayo masuk, kalian sapa kakak ku," ucap Verena membawa masuk empat orang yang dia katakan pro Kanzia.
Mereka berempat tersenyum kearah Verena saat di minta menyapa Kanzia yang kini duduk di atas ranjang."Bagaimana keadaan mu? Apa sudah membaik!" tanya salah satu dari mereka, tersenyum ramah.
"Tentu saja tidak baik, tapi aku beruntung masih belum mati," jawab Kanzia membalas senyuman itu dengan lembut, namun mengandung makna ketidak ramahan.
Mereka berempat saling melihat satu dengan lain dan tidak menyadari ketidak sukaan Kanzia ketika menjawab pertanyaan yang mereka ajukan.
"Kami sudah tahu apa yang terjadi, Kanzia semua gosip itu tidak benar. Kamu orang baik,kami tahu orang yang menyebarkan gosip itu pasti mereka yang merasa iri padamu," tutur salah satunya.
"Benar, orang yang menfitnah mu cuma orang iri hati dan berhati busuk! Kamu tidak perlu merasa sedih untuk pencundang itu."
"Iya, aku juga setuju kata-katamu."
"Kamu tidak boleh melukai dirimu lagi buat orang tidak penting itu, kami berempat akan membantu mu mencari tukang fitnah itu," ujar yang lain saat menimpali ucapan rekan-rekannya.Mereka berempat saling menyahuti, memuji serta mencoba menarik kepercayaan Kanzia. Melihat ini wajah Verena berubah jelek, tidak tahu alasannya dia merasa marah dengan perkataan mereka.
"Iri hati! Aku! Menjijikkan, aku tidak akan merasa iri pada kakak. Tidak ada hal menarik dari Kanzia yang terabaikan itu ," gumam Verena kini melihat kearah Kanzia dengan wajah penuh kebencian.
Tidak mau mengakui kalau dia merasa iri hati, dia selalu menepisnya sepanjang waktu dan percaya kalau yang dia lakukan saat ini untuk membuang sampah keluarga Volker.
"Terimakasih sudah percaya padaku! Sulit bagiku menemukan orang-orang sebaik kalian. Aku juga merasa kalau gosip itu di lakukan oleh orang iri!" tutur Kanzia tersenyum lembut, walau sulit untuk melakukan itu, dia tetap memaksa diri untuk bisa menampilkan senyuman manisnya.
"Cepat sembuh, tidak semua orang membencimu Kanzia," ucap mereka berbicara cukup dekat saat ini, mengabaikan keberadaan Verena yang sedari tadi tengah memendam rasa kesal dalam hatinya.
"Iya, tidak semua orang membenciku. Tapi ... ada satu orang yang sangat membenciku, bahkan dia ingin menghancurkan ku secara perlahan, hah!" balas Kanzia berpura-pura menghela napas berat, kini matanya secara diam-diam melirik kearah Verena.
"Kakak, apa maksudnya dari kata-katamu itu?" tanya Verena mengernyit, tidak tahu mengapa saat ini dia merasa tersinggung dengan kata-kata Kanzia barusan.
Apakah kakaknya sudah menyadari jika semua ini hasil perbuatannya! Jantung Verena tidak berhenti berdetak kencang dan napasnya kini sedikit tidak terkendali.
"Tidak boleh! Kakak tidak boleh mencurigaiku, itu tidak boleh terjadi." Gumam Verena dengan keras menekan emosinya, tapi masih menatap sang kakak dengan penuh tanda tanya.
Sebelum Kanzia bisa menjawab, seseorang entah datang dari mana menyela percakapan keduanya.
"Siapa orang yang ingin menghancurkan mu itu, hm? Cepat katakan padaku!" tanya orang misterius, masuk kedalam ruangan tempat Kanzia di rawat dengan ekspresi wajah datar.