webnovel

Cemburu!

Sebelumnya, aku mau mengucapkan ‘Terima Kasih Banyak’ pada kalian para Readers!

Kalau ada kesan pesan dan celotehan apa pun yang mau kalian tumpahkan, boleh kok review (kasih coment) apa pun itu terserah, It’s Up to You. Apalagi komentar yang membangun, aku sangat senang sekali. JJJ.

Oh ya, minta bantuannya ya! Dukung cerita aku.

Semoga kalian enjoy juga bacanya.

Salam hangat ….

Tetap tersenyum, meski hidup tak selalu memberimu kabar baik. Ckckcck ….

***

“Kamu kenapa sih, Mit? Temannya lagi galau, ini malah terlihat senang banget.” Ayu mengeluh. Mengeluh dengan hidupnya sendiri. Aku yang sudah biasa dengan celotehan dan wajah masamnya itu kalau lagi enggak mood seperti sekarang pun terkekeh.

“Eh, ketawa lagi,” komentar Ayu sambil melihatku dengan tatapan jengkel seraya memakai tasnya.

Aku masih enggan menjawab. Kami pun berjalan bersama langkah kaki murid lainnya. Jam pelajaran sudah selesai. Waktunya pulang, untuk rebahan (tidur siang) atau entahlah gimana nanti.

Setelah situasi cukup lengang, dan kami sekarang tengah berjalan di kooridor sekolah. Aku pun mulai buka suara. Tertawa lebih dulu, dan kulihat wajah Ayu semakin kesal saja dengan sikap sahabatnya ini.

Ditambah kesal berkali lipat saat pandangan matanya melihat ke arah yang jauh dari area pijakkan kami berdiri sekarang. Pandanganku pun refleks tertuju pada sepasang kekasih yang semotor itu. Mereka pulang bareng. Senyam-senyum. Si lelaki seolah lupa kalau dia baru saja putus, dan si perempuan juga tidak sama sekali merasa bersalah atau merasa dibohongi oleh si lelaki.

Ayu menunjuk mereka. “Tuh, Mit! Enggak dendam gimana coba.” Ayu meremas tangannya sendiri dan menghentakkan kakinya. Aku paham betul apa yang dirasakan oleh Ayu ketika melihat si Rizky membonceng si Putri, pacar sahnya sekarang.

Lah, kenapa si Putri masih mau sama si Rizky? Padahal dia tahu kalau si Rizky sudah membohongi dia juga, yang ngaku-ngaku sudah putus dari si Ayu saat dia mendekati si Putri.

Itu cinta buta atau apa, ya? Padahal spesies lelaki di muka bumi ini banyak. Enggak hanya di Rizky doang. Si Ayu lagi. Sudah tahu si Rizky selingkuh. Tapi dia masih saja terpancing melihat keromantisan mantan sama selingkuhannya.

Ya … aku apaan sih? Hanya seorang pembaca novel, penyuka drama, yang hanya bisa menafsirkan situasi saat ini dari beberapa cerita yang pernah kubaca dan kusaksikan saja. Aku belum pernah merasakannya secara pribadi.

Seketika Ayu menangis. Menggemparkan keheningan.

Huft!

Aku pun tidak berkata apa pun dan mematung saja.

“Kenapa si Rizky bisa sampai begitu padaku, Mit?” Ayu mencari jawaban atas tindakkan mantannya itu padaku, yang sekarang juga bingung menanggapinya. Aku tetap diam dan menatap ke sembarang arah. Ayu menutup wajahnya sendiri dengan tangannya seraya berkata, “kami tidak sedang bermasalah. Dia beralasan yang mengada-ngada, Mit. Dia ….” Ayu kembali terisak. Dia tidak sanggup melanjutkan kata-katanya yang tercekik.

Benar kata Cu Pat Kay. “Dari dulu begitulah cinta, deritanya tiada pernah berakhir”. Hehehe.

Aku menatap kawasan sekolah yang sudah sangat lengang sekali. Hanya tersisa satu dua murid yang masih berkeliaran. Mungkin mereka punya kegiatan lain, ekstrakulikuler semacamnya.

“Kamu mau kita jajan? Hem?” tawarku padanya.

Ayu menatapku persis seperti tatapan si Ratu Horror—Susanna. Menggetarkan! Penuh debar. Hihihi. Merinding bulu kudukku dipandang seperti itu.

“Enggak mood. Mau pulang.” Ayu melangkahkan kakinya lebih cepat dan berlalu begitu saja. Entahlah. Entah mengapa menurutku sikap Ayu yang seperti itu seakan menjadi humor tersendiri bagiku. Hahaha.

Ayu sesekali menatap parkiran, tempat yang tadi sosok mantannya terlihat membonceng pacar barunya itu. Kasihan memang, tapi mau digimanain lagi? Ayu harus belajar. Mengikhlaskan.

Di sepanjang perjalanan selama dibonceng oleh Ayu, dia tidak bicara sama sekali. Aku sempat khawatir kalau dia akan membawa motor ugal-ugalan jika dalam keadaan galau begini, bisa juga Ayu tidak akan konsen. Tadi sempat kutawari supaya aku yang membawa motornya, tapi dia menolak. Alhamdulillahnya, tidak ada kejadian apa-apa. Ayu tampak mahir seperti biasa melaju di jalanan macet dan berdebu tadi.

Sampailah di pemberhentian biasa. Depan rumahku yang berpagar putih dan tampak pepohonan di depannya. Jalanan depan yang lengang, sejuk. Makanya Ayu selalu betah jika berkunjung ke sini. Tapi hari ini dia langsung pulang. Tidak tertarik untuk mendinginkan pikirannya di sini.

“Enggak mau masuk dulu?” tanyaku sambil menunjuk ke dalam rumah.

Ayu membuka kaca helm-nya ke atas. Wajahnya masih cemberut tapi dia cengengesan dan dengan cepat menggelengkan kepalanya tanda penolakkan.

Bunyi motornya perlahan mengecil. Ayu terdiam, tangannya tidak memegang kemudi motor melainkan kakinyalah yang menopang beban motornya sendiri. Tangannya saling menggaruk jari jemarinya sendiri.

Bibirnya mengerut dan mulai bersuara, “Mit!” panggil Ayu padaku yang berdiri di hadapannya.

Aku menatap Ayu dengan penuh khidmat. Dia pasti ingin kembali mengutarakan kegelisahannya. Punya teman jomlo sepertiku sepertinya cukup membantu Ayu, karena orang yang jomlo pikirannya pastinya logis. Meskipun otakku juga sempat error gara-gara surat waktu itu. Perasaan menggebu yang tidak kutahan hingga lolos untuk ingin segera diungkapkan, dan pada akhirnya terungkap dengan banyaknya sindiran yang menyerang. Hah, kalau diingat-ingat itu adalah suatu aib yang ingin sekali kuhapus dari ingatan. Andai saja bisa. Apakah bisa kutawar episode itu untuk tidak pernah ada dalam Film hidupku?

“Apa?” tanyaku dengan nada yang kuusahakan lembut. Agar sahabatku yang lagi meradang hatinya ini setidaknya merasakan kehangatan sosok sahabat yang selalu siap sedia mendengar keluhnya.

Ayu masih fokus dengan jari jemarinya sendiri.

Dia tampak ragu. “Apa … Rizky nge-prank aku, ya?”

Haaa? Pertanyaan konyol! Sontak aku langsung melotot mendengarnya. Hampir saja kedua bola mataku ini meloncat kalau tidak kupikirkan resikonya. Hehehe, I’m sorry just kidding. Saking syoknya dong! Seperti memantul keluar terus masuk lagi ke dalam layaknya spiral ngeper.

“Kamu kira dia komika, kayak Raditya Dika, gituh?” Ada-ada saja si Ayu.

Wajahnya mengerut. “Bukan begitu, Mit,” elaknya, “kamu berprasangka kayak aku, kan Mit? Bisa enggak sih nyangka kalau si Rizky pada akhirnya selingkuhin aku?”

Benar. Ayu benar. Kita semua tidak pernah menyangka kalau Rizky bisa seperti ini padanya. Rizky baik, penurut. Apa pun keinginan Ayu, pastinya selalu dilakuin. Perhatiannya pada Ayu membuat iri alam semesta. Risky juga termasuk ke dalam pasukkan lelaki tampan di kelas. Dia juga banyak pengagumnya, tapi tidak tampak sama sekali Rizky semena-mena pada Ayu. Aku kira dia dan Ayu juga akan langgeng. Eh, nyatanya mengapa berakhir dengan pengkhianatan?

Alasan Rizky mulai bosan katanya si Ayu terlalu posesif. Namun, mengapa baru kali ini dia mengeluh dengan sikap Ayu yang selalu mengatur-ngatur dirinya? Padahal, aturan Ayu selama ini juga untuk si Rizky. Semisal, Ayu ngelarangnya merokok agar si Rizky sehat. Ayu sering otoriter juga untuk tugas-tugas dari guru dan kedisiplinan Rizky di sekolah agar dia jadi lelaki yang tanggung jawab. Sejauh ini, menurutku tidak ada yang negatif dari tindakan ataupun larangan Ayu pada Rizky. Dari dulu Rizky juga selalu bilang kalau dia senang jika diperhatikan sedetail itu oleh Ayu saat dulu ketika mereka menyandang status pacar (pasangan).

Mengetahui ini semua, jujur saja aku sendiri kaget. Bukan hanya aku, satu kelas bahkan.

Aku memegang kedua pundak Ayu. Menatapnya dekat.

“Yu …,” panggilku. Ayu mendongakkan wajahnya. Tatapan binar, begitu jelas terlihat. Aku pun melanjutkan bicara, “kita semua memang enggak nyangka kalau si Rizky bisa gituin kamu. Aku, Sekar, Lilis dan bahkan anak-anak yang lain juga. Mereka juga tanya-tanya ke aku, soal hubungan kamu sama Rizky yang tiba-tiba kandas begitu aja.”

“Sudah kuduga,” celetuk Ayu dengan wajah muram dan senyum sinis, “dari dulu memang satu kelas juga tidak pernah suka dengan hubungan aku dan Rizky,” katanya.

“Bukan begitu.” Aku jadi setengah hati berbicara.

Memang perjuangan mereka bisa dibilang sangatlah panjang, jika dilihat dari segi ukuran anak SMA. Teman-teman dekat Rizky tidak suka dengan sikap Ayu yang selalu melarang-larang Rizky. Pacaran dengan Ayu, secara tidak langsung merubah Rizky jadi lelaki yang disiplin di kelas. Jadinya, mereka-mereka yang selalu berontak saat mata pelajaran pun tidak punya rekan lagi untuk membuat kebisingan.

Di titik yang sama, Ayu dan Rizky adalah individu yang banyak fans-nya. Bisa dibilang, banyak individu lain yang menyukai mereka. Ayu juga sering didekati kakak kelas dulu. Risky juga banyak dikagumi oleh adik kelas dan bahkan teman sekelas. Salah satu yang terlihat sangat menyukai Rizky adalah Nani. Yup! Perempuan terjudes itu selalu mengutamakan Rizky dibanding dengan lelaki lainnya. Selain itu juga, ada lagi si Eva. Entahlah … sesudah mendengar kabar Rizky dan Ayu putus. Mungkin mereka berasa punya peluang yang lebih besar. Walaupun Eva sudah punya pacar, tapi tidak menutup kemungkinan kalau dia juga masih punya perasaan pada Rizky. Masalah pacar barunya—Putri, itu tidak akan jadi penghalang besar karena mereka beda kelas. Dikarenakan banyak yang pacaran sama adik kelas, ataupun alumni. Eh, mereka memperalat teman sekelasnya jadi selingkuhan mereka.

“Tapi, aku cemburu, Mit! Jujur saja, aku masih ….”