webnovel

Fitnah Dari Mama Ricky

Sudah satu bulan sejak Nindia dan teman-temannya ke villa. Nindia hanya di rumah saja. Pagi ini pun Nindia tidak kemana-mana. Dia Masih bermalas-malasan sambil mengotak atik handphonenya di kamar. Untuk sarapan dan mandi pun dia masih malas. Sedangkan Ricky sibuk dengan urusan perlengkapan berkas kuliahnya. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah Nindia. Nindia pun bergegas keluar.

"Tante?" Nindia kaget ternyata yang datang adalah mamanya Ricky.

"Boleh saya masuk, Nindia?" tanya mamanya Ricky.

"Hhmm, boleh tante. Maaf, rumahnya sederhana. Silahkan duduk!" Nindia terlihat gugup. Ada apa mama Ricky ke rumah. Pikir Nindia.

"Kamu tidak sibuk mengurus pendaftaran kuliah?" tanya mama Ricky setelah ikut duduk di dekat Nindia.

"Saya tidak kuliah, tante!" jawab Nindia sambil menunduk.

"Loohh kenapa tidak kuliah? "

"Tidak apa-apa tante."

Mamanya Ricky lalu membuka tasnya yang terlihat sangat mahal. Kemudian mengambil selembar kertas lalu di berikan pada Nindia. Nindia menerima kertas tersebut sambil menatap kaget membaca tulisan yang ada di kertas itu.

"Ambil dan tinggalkan Ricky! Saya rasa itu cukup untuk kamu memulai hidup baru yang lebih baik. Kamu bisa kuliah dan membeli rumah kecil untuk kamu dan ibumu. Daripada harus membayar sewa kontrak tiap tahun, kan?" Mama Ricky bicara panjang lebar.

"Tinggalkan Ricky? Maaf maksud tante apa, ya?" Nindia masih belum mengerti. Perasaannya mulai tidak enak.

"Kamu tahu kan kalau kertas itu adalah cek?" tanya mama Ricky.

"Iy-iya tante saya tahu!"

"Apa kurang jumlah yang tertera di situ?" tanya mama Ricky lagi dengan nada ketus.

"I-ini sangat banyak tante. Tapi saya tidak . . ?" jawab Nindia.

"Saya tidak punya waktu banyak di sini. Sekali lagi saya minta kamu tinggalin anak saya dan pergi jauh dari hidupnya! Atau uang itu tidak cukup? Akan saya tambah!"

"A-apa tante?" tubuh Nindia mulai bergetar.

"Iya. Saya mau kamu tinggalin anak saya. Dia jadi tidak menurut sama orang tuanya gara-gara kamu! Saya tidak mau anak saya terus bergaul dengan orang seperti kamu. Kita tidak lah sederajat!" mama Ricky dengan keangkuhannya.

"Ta . . pi tante?" Nindia makin bergetar. Tubuhnya seketika lemas. Bagaimana mungkin meninggalkan Ricky setelah semua yang terjadi.

"Saya tidak mau tahu ya, Nindia! Saya tidak suka sama kamu! Tinggalkan anak saya!" mama Ricky beranjak dari duduknya hendak meninggalkan rumah Nindia.

"Saya tidak mau uang tante!" Nindia menyerahkan lagi pada mama Ricky cek yang ada di tangannya.

"Sombong sekali kamu! Sok tidak butuh uang!" bentak mama Ricky.

"Saya butuh uang tapi tidak seperti ini, tante!" Nindia berusaha tegar.

"Baiklah, kalau kamu tidak mau! Tapi ingat! Saya mau kamu tinggalin anak saya secepatnya! Mengerti kamu!" mama Ricky menatap tajam ke arah Nindia. Lalu ia pun meninggalkan rumah Nindia dengan mobil mewahnya.

Sepeninggal mama Rey, Nindia langsung terisak. Dia kembali ke kamarnya. Meninggalkan Ricky! Sungguh dia tidak tahu apa dia sanggup. Nindia pun menangis sampai lelah dan ketiduran.

Nindia terbangun saat matahari sudah tinggi. Dia merasa perutnya sangat lapar. Dia lupa dari pagi belum makan. Nindia pun bangun dan berjalan ke dapur. Dia ingin makan dulu baru setelah itu mandi. Mungkin dia bisa merasa lebih segar.

Baru saja Nindia makan beberapa suap, ada yang mengetuk pintu rumahnya. Dengan malas Nindia berjalan ke arah pintu.

"Ricky?" di lihatnya Ricky sedang berdiri di depan pintu rumahnya. Ricky menatap Nindia dengan tajam. Tak di lihat oleh Nindia kelembutan dan cinta di sana seperti biasanya. Ricky masuk ke rumah lalu mengeluarkan handphone dari saku celananya.

"Apa ini?!" Ricky berkata dengan keras sambil menunjukkan video. Nindia langsung melihat isi video itu. Nindia pun kaget sampai handphone Ricky jatuh ke lantai.

"Ma-maaf Rick!" Nindia langsung memungut handphone Rey.

"Jadi demi uang 1M kamu mau tinggalin aku!" Ricky bicara lirih.

"Ti-tidak Rick! Itu tidak benar! Aku tidak menerima uang itu!" Nindia membela diri.

"Di video itu sudah jelas, Nindia! Kamu ambil cek 1M itu!" Ricky mulai bicara dengan keras.

"Tapi cek itu aku kembalikan lagi, Rick. Karena aku tidak mau tinggalin kamu!" Nindia terus berusaha menyangkal tuduhan Ricky karena dia memang tidak mengambil cek itu.

"Sudah ada bukti kamu masih juga menyangkal Nindia. Aku sungguh tidak menyangka kamu seperti ini!" ucap Ricky lirih. Terlihat raut sedih di wajah itu. Ricky seolah hancur mengetahui kelakuan Nindia.

"Tapi aku sungguh kembalikan lagi cek itu, Rick! Kamu boleh tanya sama mama kamu! Isi video ini tidak lengkap!"

"Sudahlah Nindia. Kalau memang kamu butuh uang kenapa tidak bilang sama aku! Aku bisa kasih! Tidak dengan cara seperti ini. Sampai kamu mau tinggalin aku demi uang! Aku benar-benar kecewa sama kamu, Nindia!"

"Sumpah Rick aku tidak terima cek itu! Tolong percaya sama aku!" Nindia berusaha memegang tangan Ricky tapi di tepiskan dengan kasar oleh Ricky.

"Percuma kamu menyangkal terus!"

"Aku tidak menyangkal, Rick. Tapi sungguh aku tidak terima uang itu. Aku tidak mau tinggalin kamu! Aku tidak akan bisa jauh dari kamu! Kamu tahu itu kan, Rick!" Nindia mulai terisak. Tapi Ricky sudah terlanjur kecewa.

"Uang bisa merubah segalanya, Nindia! Kamu tidak perlu repot untuk tinggalin aku. Aku yang akan tinggalin kamu! Semoga hidupmu bahagia dengan uang itu!" Ricky memasukkan lagi handphone ke saku celananya dan hendak meninggalkan Nindia tapi dengan cepat Nindia menahan tangan Ricky.

"Tidak Rick! Jangan tinggalin aku! Aku tidak bisa jauh dari kamu, Rick!" Nindia makin terisak. Tubuhnya gemetar dan lemas. Dia terus memegang erat tangan Ricky.

"Lepas, Nindia! Aku sudah cukup tahu kamu! Biarkan aku pergi!" Ricky berusaha melepaskan tangannya dari genggaman tangan Nindia tapi sekuat tenaga Nindia tidak mau melepaskan tangan Ricky.

"Jangan pergi, Rick! Aku mohon percaya sama aku!" tangis Nindia makin kencang. Ricky sekuatnya melepas pegangan tangan Nindia. Karena tubuh Nindia yang gemetar, genggaman tangannya pun akhirnya terlepas dan Ricky segera membalikkan badannya hendak pergi dari rumah Nindia.

"Riick . . .!!" Nindia berteriak memanggil nama Ricky saat Ricky setengah berlari meninggalkan rumahnya. Nindia hanya bisa duduk bersimpuh di lantai sambil menangis tergugu. "Jangan tinggalin aku!"

Ricky segera naik ke mobilnya. Dia pun merasakan sakit seperti yang di rasakan Nindia. Dia pukul-pukul setir mobil dengan emosi. Ricky pun tidak bisa menahan air matanya. Dengan masih menahan sesak di dada,Ricky meninggalkan rumah Nindia.

***

Besoknya, pagi-pagi sekali Nindia sudah terlihat rapi. Semalaman Nindia mencoba menghubungi Ricky lewat telepon bahkan chat tapi sia-sia. Handphone Ricky tidak bisa di hubungi. Dia berencana akan ke rumah Rikcy, mungkin dia bisa menyelesaikan kesalahpahaman mereka. Dia juga ingin bertemu dengan mamanya Ricky.

"Bu, Nindia keluar sebentar, ya!" Nindia pamit ke ibunya.

"Kamu mau kemana pagi-pagi begini, nak? Kamu mau lamar kerja?" tanya bu Ranti.

"Nindia ada perlu sebentar kok bu nanti langsung pulang. Nindia masih belum ketemu pekerjaan yang cocok untuk Nindia."

"Ya sudah hati-hati di jalan, ya!'

"Iya bu!" Nindia mencium tangan ibunya.

Nindia pergi dengan naik angkot. Setengah jam kemudian, angkot yang Nindia tumpangi turun di depan sebuah rumah megah dengan pagar yang tinggi dan halaman yang sangat luas. Ada pos satpam di kiri pagar. Di lihatnya seorang satpam berdiri dengan gagah sedang memperhatikannya. Nindia pun berjalan mendekati pagar rumah itu.

"Pagi Pak," sapa Nindia ramah.

"Ya mbak, ada yang bisa saya bantu?" Pak Satpam berjalan mendekati Nindia dari balik pagar.

"Saya ingin bertemu Ricky!" jawab Nindia.

"Ricky? Maksudnya Tuan muda Ricky?" tanya Pak Satpam.

"I-iya Pak!" jawab Nindia gugup.

"Tuan muda sedang tidak ada di rumah," jawab Pak Satpam.

"Kalau mamanya ada, pak?" tanya Nindia lagi.

"Nyonya besar juga tidak ada, mbak! Di rumah kosong hanya ada para asisten rumah tangga!"

"Memangnya kemana ya, pak?" tanya Nindia. Hatinya mulai merasa tidak enak.

"Tuan muda beserta orang tuanya tadi malam terbang ke Australi," jawab pak satpam.

"A-apa, pak? Australi??" Suara Nindia seperti tercekat.

"Iya, mbak!"

"Buat apa mereka ke Australi kalau boleh tahu, pak?"

"Saya dengar kalau tuan muda akan kuliah di sana. Kemungkinan akan lama baru pulang. "

"Haahh . . .!" seketika badan Nindia lemas.

"Apa ada nomor kontak yang bisa di hubungi, pak? " Nindia berusaha menahan tangisnya.

"Maaf mbak saya tidak tahu!"

Nindia pun tidak bisa menahan air matanya yang menetes. Dia langsung membalikkan badannya, tidak ingin pak satpam tahu kalau dia sedang menangis.

.