webnovel

7 - Investigasi

Keesokan harinya, di pagi hari yang cerah, di depan pagar rumah Joseph telah menunggu seorang detektif bersama kedua rekannya. Kepalanya yang botak sebagian seakan dapat memantulkan cahaya mentari.

Di kirinya, seorang pria berkemeja biru gelap tengah sibuk sedang membaca berkas-berkas di tangannya. Celana panjangnya nampak selaras dengan sepatu pantovel yang ia kenakan. Rambut hitamnya agak bergelombang namun masih tersisir rapi.

Sementara di sisi kanan, terdapat seorang wanita memakai baju kantoran berwarna coklat terang dengan rok hitam selutut. Rambutnya yang berwarna hitam kecoklatan sepunggung diikat dengan model kuncir kuda.

"Apa kau yakin ini tempatnya? Kita sudah menunggu belasan menit disini dan belum ada tanda sama sekali," tanya detektif ragu sebelum kemudian menekan tombol bel untuk kesekian kalinya.

"Aku yakin. Mungkin mereka hanya tidak menerima tamu," jawab si pria sembari membaca lembaran berkas.

"Haruskah kita memaksa masuk?" ujar si wanita sembari memperhatikan situasi sekitar.

"Jangan, sebaiknya kita menghindari perkara yang tidak diperlukan. Lagipula, mereka hanyalah bocah."

Dari dalam, pintu pagar pun terbuka dan memperlihatkan Joseph yang terlihat bingung ketika melihat sudah ada sekelompok orang di depan rumahnya.

"A-Ada apa, ya?" tanya Joseph sedikit terbata karena kaget.

"Maaf mengganggu waktunya. Kami dari Kepolisian Internasional saat ini tengah menyelidiki sebuah kasus. Bagaimana kalo kita membahasnya di dalam?" jelas sang detektif.

"Hanya berjaga-jaga, tapi apakah kalian punya tanda pengenal atau semacamnya?"

Sang detektif segera merogoh saku mantelnya dan menyodorkan sebuah dompet kecil. Sembari berjalan masuk, perhatian Joseph terfokus pada tanda pengenal di tangannya hingga tanpa ia sadari bergumam sendiri lirih.

"Adam Smith, Lead Detective, Canada. Bahasa Indonesiamu cukup fasih untuk bule," ujar Joseph sembari mengembalikan dompet tersebut ke pemiliknya.

"Terima kasih. Mungkin karena aku sudah cukup lama menetap disini, sekitar dua tiga tahunan."

Joseph mempersilahkan tamunya untuk duduk di sebuah sofa memanjang. Sementara dirinya duduk sendirian berseberangan di sofa yang lebih kecil.

"Jadi ada yang bisa saya bantu?"

"Kita langsung to the point saja. Kami tahu kalau kau dan teman-temanmu terlibat dalam masalah kemarin malam. Benar?"

Joseph yang mendengarnya seketika terkejut bercampur panik dan gelisah. Ia tidak menyangka kejadian semalam akan diusut secepat ini. Karenanya ia harus mengelak untuk menghilangkan segala kecurigaan.

"Maaf, masalah apa ya? Saya tidak paham." tutur Joseph dengan senyum masam.

"Jangan berpura-pura tidak tahu. Tenang saja, kami tidak ada niatan jahat. Justru sebaliknya, kedatangan kami kesini adalah untuk memastikan keselamatan kalian."

"Maaf, maaf, sumpah saya tidak paham apa yang bapak maksud." dalih Joseph masih mencoba untuk mencari celah.

"Jack."

Pria di sebelah Detektif Smith itu pun mengeluarkan beberapa foto polaroid dari salah satu berkas dan meletakkannya ke atas meja. Nampak jelas di foto-foto tersebut adegan pertarungan antara Dean dan Haiden, Diki dan Boris, bahkan hingga motor yang mereka kendarai pada malam harinya.

Joseph seketika terkejut melihatnya, karena ia yakin tidak ada seorang pun yang mengambil foto secara diam-diam pada saat itu. Ia sudah tertangkap basah, tidak ada gunanya untuk mengelak lagi.

"Jadi apa yang kalian inginkan dari kami?" tanya Joseph merendah.

"Sebelum itu, bisakah kau memanggil teman-temanmu?"

Menyadari posisinya saat ini, Joseph hanya bisa mengiyakan dan berharap untuk yang terbaik.

"Baiklah, mohon tunggu sebentar."

Joseph bangkit dari duduknya dan berjalan menaiki anak tangga menuju lantai dua. Tak berselang lama, akhirnya semuanya pun berkumpul di ruang tamu, termasuk Diki dan Dean yang masih dalam keadaan terluka. Keduanya duduk bersebalahan dengan bertelanjang dada, memperlihatkan luka bekas pertarungan semalam yang begitu sengit.

"Namaku adalah Adam Smith, saya adalah Kepala Detektif dari Kepolisian Internasional yang bertugas di bagian Asia. Dua orang ini adalah partner dan asistenku, Jackson Pierre dan Vivin Viande."

Jack dan Vivin mengangguk pelan sekali sebagai bentuk sapaan.

"Sebelum kita memulai, Vivin kalau boleh." ujar Detektif Smith menoleh ke arah Vivin, namun lirikan matanya tertuju pada Diki dan Dean seakan memberi suatu kode.

Vivin yang paham maksudnya langsung berdiri dan berjalan mendekati Diki. Sontak, para remaja yang melihatnya langsung waspada, tak terkecuali Diki sendiri yang sudah siap untuk menciptakan pelindung. Menyadari hal tersebut, Detektif Smith segera meredam suasana dengan berkata.

"Jangan khawatir, dia hanya ingin membantumu."

Melalui ucapan tersebut, Diki tidak merasakan adanya kebohongan maupun niatan jahat dan membiarkan Vivin mendekati lukanya, sebuah luka koyakan lebar di lengan kiri bagian atas. Vivin meletakkan telapak tangan kanannya ke atas luka tersebut seraya berkata.

"Tahan sebentar, ini tidak akan lama."

Ia mulai memijit pelan lengan Diki dengan penuh kehati-hatian supaya pemuda itu tidak terlalu merasa kesakitan. Namun bagi Diki, rasa sakit bukanlah sesuatu yang perlu ia khawatirkan. Tidak ada erangan atau bahkan ekspresi sedikitpun di wajah Diki seperti yang Vivin perkirakan. Dalam hitungan menit, luka tersebut seketika sembuh dengan hanya menyisakan darah kering saja.

"Selanjutnya."

Vivin beralih ke tempat duduk Dean yang hampir tidak kuasa bergerak karena rasa nyeri yang menusuk di sekujur badannya. Setelah memperhatikan sesaat, ia pun mengusap lembut setiap bagian yang memar diiringi suara rintihan yang sesekali terdengar dari mulut Dean. Setelah beberapa saat, Vivin pun akhirnya selesai dan kembali ke tempat duduknya.

"Baiklah, kita kembali ke topik utama. Apa yang sebenarnya ingin kalian lakukan pada malam itu?"

Para remaja itu hanya membisu karena tidak tahu harus menjawab apa. Untuk mempercepat proses penyelidikan, Detektif Smith mengaktifkan Bakat-nya dan bertanya pertanyaan yang sama.

"Apa yang sebenarnya ingin kalian lakukan pada malam itu?"

"Kami pergi kesana hanya untuk bersenang-senang," jawab Joseph.

Joseph merasakan suatu keanehan. Mulutnya tiba-tiba menjawab seolah memiliki pikirannya sendiri. Ia bahkan meraba bibirnya untuk memastikan bahwa tidak ada yang salah.

Melihat respon tersebut, Detektif Smith hanya tersenyum kecil karena itu adalah hal yang normal. Detektif pun melanjutkan pertanyaannya lagi.

"Apa yang kalian ketahui tentang organisasi Unity?"

"Tidak ada."

Dan terjadi lagi. Joseph sekarang yakin bahwa mulutnya menjawab dengan sendirinya. Ia mulai sadar bahwa orang di hadapannya memiliki suatu Bakat yang memaksanya untuk menjawab setiap pertanyaan. Sementara Detektif Smith yang mendengar jawaban tersebut hanya bisa terkekeh kecil.

"Seperti yang kuduga, kalian hanyalah sekumpulan bocah yang tidak tahu apa-apa. Kalian tidak sadar bahaya apa yang telah kalian undang," kata Detektif Smith sambil menggelengkan kepalanya karena tak percaya.

"Memangnya organisasi Unity itu apa?" tanya Dean penasaran.

"Sepertinya akan lebih baik kalau kalian mengetahuinya. Jack, tolong jelaskan pada mereka."

"Unity adalah organisasi rahasia yang bergerak dalam bayang-bayang sistem tatanan dunia. Selama ini, mereka terus bersembunyi dan hanya muncul untuk membuat konspirasi. Tapi akhir-akhir ini, gerakan yang mereka lakukan terkesan mencolok dan lambat laun, menunjukkan keinginan mereka yang sebenarnya untuk menguasai dunia."

"Lalu urusannya dengan kami?" sahut Diki.

"Mereka sebenarnya tidak ada urusan dengan kalian. Tapi anak itu," ucap Jack sambil menujuk Nita.

"Eh? Aku? Kenapa?"

Nita yang daritadi diam di atas pangkuan Agisa seketika terkejut ketika dirinya dipanggil.

"Dia adalah buronan yang dicari di penjuru dunia karena merupakan salah satu petinggi Unity. Nama aslinya adalah Nathania Samayaranda."

Jack meletakkan selembar kertas profil seorang wanita yang memiliki warna rambut dan pupil mata mirip dengan Nita. Bukan hanya itu, dideskripsikan juga kemampuan-kemampuan yang dimiliki kurang lebih sama seperti Nita bahkan lebih banyak.

"Tunggu! Anak ini?!" tanya Agisa kali ini.

"Jujur saja kami tidak memiliki bukti konkret. Tapi fakta bahwa mereka berdua memiliki ciri tubuh dan Bakat yang sama, jelas itu bukanlah suatu kebetulan belaka."

"Dan karena itulah, kau akan pergi dengan kami sekarang," lanjut Detektif Smith.

"Tidak! Aku tidak mau!" Nita berteriak dengan nada cempreng.

"Lebih baik kau jangan melawan."

"Tidaaaakkkk!" Nita berteriak lagi dengan nada lebih kencang.

Ia langsung memeluk Agisa erat karena saking ketakutan. Sementara Agisa yang merasa iba seketika tersulut emosinya langsung membentak,

"Hei! Emang nggak ada cara lain?!"

Detektif Smith berpikir sejenak, kemudian mengaktifkan Bakat-nya terhadap Nita. Lalu bertanya,

"Apakah kau memiliki ingatan tentang Unity?"

"Ti-tidak."

"Apakah kau memiliki ingatan tentang seseorang bernama Nathania Samayaranda?"

"Tidak."

Detektif Smith hanya bisa menghembuskan nafas kecil mendengar jawaban tersebut karena menyadari tidak ada sedikitpun informasi yang bisa digali lebih dalam.

"Jadi bagaimana sekarang?" tanya Detektif Smith sambil menggaruk kepalanya saking gusar.

Ia pun menoleh ke arah dua partner-nya yang masing-masing mengangguk secara bersamaan.

"Kalian tahu, kantorku bukanlah tempat penitipan anak jadi aku rasa dia masih bisa bersama kalian. Tapi dengan catatan, kami akan mengawasinya dengan ketat."

Suasana hati Nita langsung berbalik drastis. Ia tersenyum ceria mendengarnya dan berucap,

"Terima kasih."

Vivin tiba-tiba menepuk pundak Detektif Smith guna menarik perhatiannya kemudian berbisik,

"Dalam 15 menit, kita ada briefing di kantor."

"Baiklah, sepertinya sampai disini dulu. Oh iya, ini kartu namaku! Disitu tertera nomor pribadiku dan kedua partner-ku. Jangan sungkan untuk menghubungi kami kalau kalian ada masalah," ucap Detektif Smith sambil meletakkan dua lembar kartu nama ke atas meja.

Ketiganya pun beranjak dari tempat duduk, dilanjutkan dengan Detektif Smith yang berkata,

"Terima kasih atas kerja sama dan waktu kalian. Selamat pagi."

Detektif Smith dan kedua rekannya pun berjalan keluar, sebelum akhirnya masuk ke dalam sebuah mobil dan pergi berkendara menjauh.