webnovel

Ini aku!

Tanpa sadar kayuhan sepedah Kak Erik sudah sampai di depan gerbang sekolah. Benar, ini adalah SMA Cahaya 10 yang terkenal. Butuh usaha lebih untuk aku bisa masuk kesini. Dengan bantuan Kakak ku yang jenius dan dorongan dari Mamah dan Papah. Akhirnya sampai juga dititik sekarang.

"Sya, Kakak pergi ya," mengusap lembut rambut panjang ku. Aku hanya mengangguk dan tersenyum tipis kearahnya. Melambaikan tangan untuk mengucapkan selamat tinggal. "Huhh..." menarik nafas lega.

Oh iya, aku lupa memperkenalkan diri. Aku Isya nilya subandi umur 16 tahun, lahir pada tanggal 24 Desember. Suka membaca novel romantis atau pun petualangan. Keripik singkong adalah makanan favorit. Mungkin itu juga menjadi penyebab menumpuknya lemak di tubuhku. Dan yang baru saja pergi mengucapkan selamat tinggal adalah Kakak ku Erik handi subandi kuliah di Universitas terkemuka dikota. Dia mengambil jurusan komputer dan ahli di bidang IT tentunya. Dia sudah sering mengikuti lomba kejuaraan nasional. Dengan tinggi 182 cm, berbadan tegap dan berkulit sawo matang. Dia memiliki gingsul digusi sebelah kirinya. Saat tersenyum wajahnya tampak manis dan berkarisma. Banyak wanita yang mengejarnya tapi Kakak ku itu sama sekali tidak memberikan tanggapan.

Menjadi anak bungsu sangatlah menyenangkan. Dipenuhi kasih sayang dari keluarga dan sangat dimanja. Meski keluargaku bukanlah orang kaya. Namun, bisa dibilang kami masih berkecukupan. Papah adalah Dosen disalah satu Universitas swasta. Sedangkan Mamah guru tetap di salah satu SMP terkemuka dikota.

Aku mulai berjalan perlahan memasuki gerbang. Saat itu suasana sudah cukup ramai. Banyak siswa dan siswi yang berlalu lalang memasuki gerbang. Dengan seragam yang sama kami berjajar melangkahkan kaki perlahan. Hatiku terasa berdebar, saat memikirkan apa yang akan pertama kali aku lakukan disaat masuk kelas. Ketakutan tiba-tiba medekap pikiran. "Apakah mereka nanti akan mengejekku?" Pertanyaan itu muncul seketika. "Atau mungkin tidak ada yang mau berteman dengan ku?" Rasanya kekhawatiran telah menguasai pikiran.

Angin dingin hadir menyertai langkah. Rasanya seperti berjalan dibangunan kosong yang sudah lama tidak ditempati. Memikirkan Kengerian tatapan mata-mata itu. Sudah berhasil menganggu diriku. Ruang kelas terlihat dekat dari jangkauan mata. Namun keringat dingin telah membasahi punggung. Hanya tinggal beberapa langkah lagi, mungkin hanya berjarak 2 meter sudah sampai diambang pintu kelas. Tapi, kaki ini sudah tidak mampu lagi untuk berjalan. Seperti ada beban berat menimpa pundak. Rasanya aku ingin berbalik, berlari dan pergi dari sana.