Hebus sang bayu kian menusuk hingga ke tulang-tulangku, hawa dingin seakan tak mampu kutepis dengan selimut. Aku menatap dengan mata nanar ke atap yang hanya terbantang oleh asbes. Hanya suara binatang malam yang kian menjejak gendang runguku dan denting jarum jam yang setia menemani, dedaunan menyambar atap asbes hingga membuatku sesekali merasa terkejut. Hamparan kebun salak dan mangga kueni membawaku larut dalam khayal.
Sementara itu, aku masih terjaga dalam kesendirian. Seisi rumah sudah pun terlelap dalam mimpi indah mereka masing-masing. Sementara sumaiku sedang ke rawa untuk mbranjang ikan. Hanya aku sendiri yang masih termangu, diam di atas kasur kapuk yang berukuran tidak begitu lebar, cukup untuk membaringkan badan dua orang saja. Entah apa yang aku rasa, hingga netra pun seakan enggan untuk aku pejamkan.
Kulirik jam dinding bermotif Hello Kitty, jarum pendek tepat menunjuk di angka 2. Seperti biasa aku bangun untuk melaksanakan salat sunah Tahajud. Tidak seperti biasanya, seakan langkahku ada yang mengintai dari kebun salak di belakang rumah ibu mertuaku, di daerah Ambarawa yang terletak tidak jauh dari Rawa Pening. Seketika bulu kudukku meremang, kuperhatikan kiri kanan tapi tidak ada yang aneh, menurutku. Dan aku pun melanjutkan langkah kaki ini ke sumur belakang rumah untuk ambil air wudhu.
"Ssstttt...!" terdengar suara seperti orang mengendus.
Sekali lagi kuperhatikan kiri kanan, tapi tetap tidak ada keanehan, hanya kehingan malam ini memang berbeda dari hari sebelumnya.
"Brak...!" suara keras seperti ada benda yang jatuh.
"Astaghfirullah...!" spontan kulempar timba yang untuk mengambil dari sumur.
Namun, aku masih bertahan dalam keberanian. Kembali kuambil timba yang telah kulempar, dan kulanjutkan mengambil air dari sumur untuk mengisi padasan (gentong untuk ambil air wudhu). Karena kejadian itu berlangsung tahun 2007, ketika itu di rumah ibu mertuaku masih menggunakan sumur, belum ada pompa air, terkadang cuci baju pun aku harus ke sungai yang tak jauh dari rumah. Tapi jalanan yang sunyi, apalagi kalau masih sangat pagi sekali ketika aku berangkat mencuci.
Kutepis segala ketakutan yang kian tebal menyelimuti ragaku, aku mencoba untuk terus memberanikan diri.
"Hihi...!" suara seperti orang sedang tertawa kecil.
Namun, aku tidak pedulikan suara yang baru saja kudengar. Padasan pun telah terisi penuh, kuniatkan diri untuk berwudhu.
"Hikhik...!" sekali lagi ada suara yang aku pun tak tahu dari mana sumbernya.
Seketika harum semerbak mulai mengusik indra penciumanku. Wangi melati yang sangat menyengat. Aku tertegun dengan ketakutan yang teramat sangat.
Sekelebat benda berwarna putih melintaa dari belankang pagar yang menjadi penghalang untuk mandi. Bulu kudukku kian meremang, ada hasrat untuk membatalkan wudhu, tapi rasa penasaran menghentikan langkah kaki ini untuk masuk ke rumah. Wangi melati perlahan kian menghilang, namun tiba-tiba saja angin berhembus dengan sangat kencangnya. Keringat dingin mulai keluar dari pori-pori tubuhku.
Mataku tertuju pada pohon mangga kueni di sebelah kiri rumah ibu mertuaku, sesekali hidungku disajikan wangi kueni yang begitu menyengat. Benda berwarna putih kian jelas kulihat, seperti seorang perempuan yang tengah mengayun-ayunkan kaki, tidak begitu jelas raut mukanya, hanya terlihat menggunakan gaun putih dan rambut panjang tergerai. Jelas dan sangat jelas kulihat.
Dan setelah itu, aku sudah terbaring di atas kasur. Dari semenjak kejadian itu aku mengalami sakit selama 2 minggu, kalau kata budhe (bibi) suamiku katanya aku terkena gangguan Wewe Gombel yang menunggu kebun salak dan pohon mangga kueni di belakang rumah mertuaku.
NB: Mungkin benar apa yang orang tua bilang, bahwa orang hamil muda itu bau nangka, itu dalam indra penciuman makhluk yang tak kasat mata. Karena pas kejadian itu aku tengah hamil 3 bulan.
Author Facebook: Riana