Seorang laki-laki menghela nafas lelah sembari menatap langit-langit sebuah kamar bernuansa abu-abu. Sejak tadi ia hanya asik bergelut dengan pikirannya perihal banyaknya masalah yang terjadi belakangan ini. Laki-laki yang tak lain adalah Giovani itu memandang kearah kalung pemberian ibu Whitney yang sudah ia lepaskan sedari tadi. Ia tak bisa mengenakan kalung ini lagi, kalung ini menghalau kemampuan Giovani. Mungkin maksud Clara memang baik tapi jika tanpa kemampuannya bagaimana ia akan melindungi Gloria? Ia terlalu lengah dengan apa yang sudah terjadi sekarang.
Giovani menutup sepasang matanya, berusaha merasakan sekitarnya. Mencoba untuk mengetahui apa yang ada disekelilingnya. Malam itu suasana sangat hening dengan udara dingin yang meresap sampai ke tulang, dirumah mereka hanya ada dirinya dan Gloria serta Nielle tentunya. Orang tuanya sedang pergi ke Hongkong karena mendapat kabar mendadak dari kakek mereka disana. Awalnya Hillary menolak untuk pergi akibat kekhawatirannya pada Gloria, namun pada akhirnya dia tetap pergi karena urusan itu memang tak bisa ditinggalkan. Tidak adanya orang tua mereka membuat Giovani mau tak mau membiarkan Nielle bermalam di rumah ini. Setidaknya dia bisa membantu menjaga Gloria disini.
Giovani merasakan keadaan sekitar, tidak ada yang aneh. Dalam jangkauannya hanya ada dia, Gloria, Nielle, dan tentu saja beberapa makhluk yang ada dirumah ini. Giovani menghela nafas lega, sesaat sebelum membuka mata ia merasakan sesuatu. Ada orang yang memasuki pekarangan rumah, sosok itu hanya diam sesaat sembari menghadap ke rumah mereka. Suara bell pintu berbunyi menandakan ada seseorang yang datang bertamu.
Suara bell pintu yang berbunyi membuat tawa Gloria yang sedang bercanda dengan Nielle terhenti. Ia bergerak menuju pintu melihat siapa yang datang. Sayangnya, dia tidak mendapati siapa-siapa ketika membuka pintu. Hanya terdapat sebuah kotak disana dan tak jelas siapa pengirimnya. Alis Gloria terangkat sebelah, ia mengangkat kotak itu dan membawanya kedalam, namun ketika berbalik ia dikejutkan dengan Nielle yang berdiri dibelakangnya serta Giovani yang berdiri dibelakang Nielle.
Giovani khawatir dan langsung lari saat merasakan Gloria berusaha membuka pintu, ia sangat khawatir kalau Gloria melihat sosok yang misterius itu.
"Ya Tuhan!"
"Oh astaga, kalian mengagetkanku," ucap Gloria kaget mendapati Nielle dan Giovani di belakangnya.
"Kalian?" ucap Nielle heran dan berbalik mendapati Giovani.
"Sejak kapan kau berada dibelakangku?" tanya Nielle sedikit kaget, ia tidak merasakan kedatangan Giovani sejak ia mengikuti Gloria tadi.
"Bukan urusanmu," balas Giovani singkat. Nielle tak membalas, ia mengalihkan atensinya pada kotak yang Gloria bawa.
"Apa itu Glo?" tanya Nielle.
"Entah, aku mendapatkannya diluar. Seseorang pasti meninggalkannya untuk seseorang dirumah ini," balas Gloria sambil mengguncangkan kotak ditangannya.
"Kalau begitu buka saja dan lihat apa isinya," usul Nielle.
"Baiklah, aku juga penasaran dengan isinya," balas Gloria.
"Jangan!" ucap Giovani saat tangan Gloria bergerak berusaha membuka penutup kotak tersebut.
Gerakan Gloria terhenti, ia menatap kakak laki-lakinya itu heran dengan tatapan bertanya-tanya.
"Sangat aneh ada seseorang yang mengirimkan paket selarut ini, terlebih tak ada alamat pengirimnya. Aku punya firasat buruk tentang itu Glo," ucap Giovani.
"Tapi kalau tidak dibuka kita tidak akan mengetahui isinya," balas Nielle.
"Glo percaya aku, ada hal didunia ini yang lebih baik untuk tidak kau ketahui. Rasa penasaran yang berlebihan dapat membahayakanmu," balas Giovani.
"Gio, benda ini dikirim ke sini. Bagaimana kalau isinya bom dan jika tidak dibuka bisa saja benda ini meledak," balas Gloria.
"Glo jangan, aku sudah memperingatkanmu," balas Giovani.
"Tenanglah Gio, ku pikir kita memang harus membuka kotak itu. Jika kita mengetahui isinya akan lebih baik," ucap Nielle.
Giovani menghela nafas lelah, sangat sulit berdebat dengan dua orang yang saling jatuh cinta ini. Percuma saja, lebih baik ia kembali ke kamarnya sekarang.
"Baiklah, lakukan apa yang kalian mau. Aku sudah memperingati jadi jangan salahkan aku," ucap Giovani berbalik menjauh.
Sayangnya baru seperempat jalan dia menuju kamarnya, Giovani harus dikagetkan dengan teriakan Gloria.
"ARGH!"
Langkah kaki Giovani terhenti, namun sedetik kemudian ia berbalik dan menuju ke arah adiknya itu. Di tempat semula ia bisa melihat Gloria yang menangis di pelukan Nielle yang berusaha menenangkannya. Pandangannya mengedar dan menemukan kotak yang jadi bahan perdebatan mereka sudah berada di lantai. Sepasang mata Giovani terbelalak mendapati isi dari kotak tersebut, sebuah kepala kucing. Benar, biar ia tegaskan sekali lagi HANYA SEBUAH KEPALA KUCING.
"Tenang Glo, ada aku. Itu bukan apa-apa," ucap Nielle menenangkan Gloria yang tersedu-sedu dalam pelukannya.
"Sudah ku bilang jangan membuka kotak itu, kenapa kau sangat keras kepala?!" ucap Giovani terpancing emosi.
Gloria tak menjawab, ia masih syok mendapati kepala kucing itu didalam sebuah kotak.
"Gio tenanglah, biarkan Gloria bernafas dulu," ucap Nielle.
"Tenang kau bilang, bagaimana aku bisa tenang saat adikku mendapatkan teror seperti ini?" balas Giovani.
Giovani melangkah untuk memungut kotak itu, ia membawa kotak itu keluar dan membuangnya ke tempat sampah. Kedatangan Lucius yang muncul secara tiba-tiba dibelakangnya membuat langkahnya untuk kembali kedalam rumah terhenti.
"Bagaimana? Kau mengenali siapa dia?" tanya Giovani pada Lucius. Sebenarnya sebelum malam tiba, Giovani sudah menyuruh Lucius untuk berjaga didepan rumah mereka sedangkan Lucy menjaga sisi luar kamar Gloria.
"Dia hilang, dan aku tidak bisa menemukannya. Aku sempat mengejarnya tapi dia keluar dari jangkauanku," balas Lucius.
"Itu artinya kita masih belum mengetahui sosok itu, " balas Giovani.
"Ya kau benar, tapi aku menemukan sesuatu. Orang itu memiliki tahi lalat di pergelangan kaki kirinya, " ucap Lucius menjelaskan.
"Cari saja orang dengan ciri-ciri itu dan selidiki. Setidaknya itu bisa dilakukan untuk berjaga-jaga," tambah Lucius lalu menghilang.
Giovani mengangguk lalu kembali memasuki rumahnya. Didalam ia mendapati Gloria sudah duduk di sofa dalam keadaan tenang. Jangan lupakan Nielle yang duduk di samping Gloria berusaha membuat Gloria tetap merasa aman.
Giovani mendudukan dirinya di samping Gloria, "Kau baik?"
"Maaf Gio, seharusnya aku mendengarkanmu," balas Gloria dengan penyesalan, air matanya terpancing untuk keluar kembali.
Giovani mengusap pucuk kepala Gloria sayang, "Tidak apa, stabilkan emosimu Glo. Kau harus istirahat sekarang," balas Giovani.
"Aku takut Gio, bagaimana kalau ada yang menyelinap ke kamarku lagi?" ucap Gloria lemah.
"Ada aku dan Nielle disini, kami akan menjagamu dari bajingan itu," balas Giovani.
"Tapi-"
"Glo dengarkan aku, mungkin besok adalah hari yang panjang. Kau perlu tenaga untuk melewatinya, maka kau perlu istirahat yang cukup."
"Gio benar Glo, istirahatlah. Aku akan menjagamu," balas Nielle.
Gloria mengangguk tanda setuju, ia kemudian melangkahkan kaki menuju kamar diikuti Nielle untuk mengantarnya. Hanya tersisa Giovani sendiri di ruang tamu sekarang. Kepala Giovani rasa berdenyut nyeri memikirkan adiknya. Ia takut tidak bisa menjaga Gloria dengan baik sekarang. Sebenarnya siapa sosok misterius itu, apa masalahnya dengan Gloria? Dendam? Apa Gloria memiliki musuh? Pikiran Giovani berusaha mengingat-ngingat orang yang memang membenci Gloria dan akhirnya ia menemukan satu nama-
Augine.