Marcel meletakkan makanan yang dibawanya diatas meja,belum sempat liana merespon gerakan marcel yang mendekat tanggan marcel telah melingkar di pinggul liana. Menariknya mendekat,menempel pada tubuhnya. ia inggin menunjukkan posisinya disini. Dia menatap tajam pada laki-laki yang berdiri dihadapannya.
Liana begitu kagetnya merasakan tubuhnya ditarik. Aroma mint dari tubuh marcel tercium lekat. Liana mengarahkan pandangannya pada wajahnya. 'tampan' batinnya. Ia mengerjap kan mata beberapa kali. Lalu segera berusaha melepaskan melepaskan tanggan marcel yang besar itu dari pinggulnya. Sambil memberikan tatapan protes pada marcel. ia tidak menghiraukan liana. Dan makin menarik nya merapat pada tubuhnya.
"halo,aku Marcello" marcel menyodorkan tanggan nya pada laki-laki itu
"Alvin" laki-laki itu menyalaminya
Marcel memandang liana,meminta penjelasan siapa laki-laki ini. Alvin yang melihat hal itu langsung berinisiatif memberi jawaban mengantikan liana yang Nampak terintimidasi.
"aku dulu tetangga liana,sebelum dia pindah. Dan juga ayah ku dan almarhum ayahnya adalah sahabat. Walaupun kami sudah tidak bertetangga,tapi kami masih menjalin komunikasi dengan baik. sampai tahun kemaren saat aku harus pergi melanjutkan sekolah keluar negri." Alvin memberi senyuman ramah.
"oh ya,sepertinya kami harus segera pergi. Senang bertemu dengan mu liana. Aku berharap kamu ada waktu untuk minum kopi atau launch bersama ku lain waktu." Alvin tersenyum kepada liana.
"sampai jumpa juga untuk mu marsha" Alvin memberikan senyum terbaiknya pada marsha.
Senyum nya sungguh memikat. Marsha yang memperhatikannya sedari tadi merasakan dirinya meleleh karna ketampanan laki-laki didepannya itu. sepertinya marcel menyadari hal itu.
"jaga liana dengan baik bro" Alvin menepuk pundak marcel
"tentu" marcel menjawab singkat
. . .
Selama sisa hari itu marcel nampak tidak senang. Wajahnya datar dan dingin. Reza yang merasakan hal itu berusaha keras menghibur nya. Marsha pun ikut membantu. Tapi sungguh tidak berhasil. Membuat garis tipis pada bibirnya pun tidak. Mereka pun menyerah dan membiarkannya saja. Berharap moodnya segera membaik.
Reza dan marsha bersepakat akan menutup hari ini dengan memasuki rumah hantu. Liana tidak setuju,karena dia takut. Akhirnya liana tinggal bersama marcel.
"ini sungguh lebih menakutkan dari pada memasuki rumah hantu" pikir liana yang memandang marcel dengan ekspresi dingin nya itu duduk menunggu pesanannya coffe nya.
"kenapa sih dia tiba-tiba seperti itu,padahal tadi baik-baik saja" gumam liana sambil membawa coffe ditangannya mendekat kearah marcel.
Tiba-tiba seorang anak kecil berlari kearahnya. Menabrak nya. Liana terjatuh dengan menumpahkan coffe yang dibawanya. Baju nya basah dan kotor.
"au…" liana meringis merasakan sakit pada pantatnya
"maaf kan ya ka,andin sungguh tidak sengaja" gadis kecil itu meminta maaf dengan wajah memelas dan hampir menanggis.dia takut liana akan marah.
"tidak apa" liana menjawab dengan isyarat tanggan
"ya'ampun,andin kamu ya…" seorang perempuan datang menghampiri mereka. Sepertinya ibu anak itu.
"mba,maaf ya. Maaf sekali atas kelakuan anak saya."
Liana meangguk ringan. Saat dia akan bangun dari posisinya tiba-tiba tubuhnya diangkat,digendong oleh marcel. lagi-lagi marcel bertindak diluar dugaan. Setiap kali marcel menyentuh liana,jantungnya berdegup kencang tanpa bisa dikontrol.
"lain kali hati-hati ya dek,jangan lari-larian ditempat umum. Bahaya! Bisa jadi membahayakan dirimu dan orang lain."
"ia,maaf ka. Maaf sekali ya" gadis kecil itu menangkup kan kedua telapak tangannya,lalu menggosok-gosok kannya. Ekspresinya sungguh-sugguh menyesal.
Liana menggeleng,memberi isyarat pada marcel bahwa sebaiknya dia berhenti dan janggan memarahi gadis itu lagi. Marcel pun menurut lalu membawa liana pergi. Orang-orang Nampak terkesan dengan pemandangan yang mereka lihat. Para wanita berbisik mengatakan keirian mereka. Melihat liana yang digendong bagaikan adegan-adegan film korea yang romantis.
Marcel mengantar liana sampai depan kamar mandi wanita.
"bersihkan dirimu" marcel memerintah liana
Liana meangguk,lalu berlalu masuk.
"aduh baju ku basah semua,kotor lagi. Bagaimana ini" liana tampak gusar sambil membersihkan noda yang menempel pada bajunya.
Tiba-tiba seorang wanita menepuk pundaknya.
"ini" katanya sambil menyodorkan jaket "dari laki-laki tampan yang menunggu mu diluar" lanjutnya
Liana meangguk mengucap terimakasih dengan senyum tulus.
"beruntungnya dapat pacar setampan dan seperhatian itu" katanya sambil berlalu.
liana cenggegesan, 'pacar apanya' batinnya
jaket itu kebesaran ditubuh munggil liana. Jaket itu seakan-akan menelannya. Tapi liana bersyukur,karna baju basah dan kotornya tidak terlihat. 'ini lebih baik dari pada baju yang basah dan menerawang' batinnya. Bajunya yang basah menempel pada kulitnya. Membentuk dan menampakkan lekuk tubuhnya. apa lagi dibagian dadanya. Baju basah itu menonjolkan bentuk dan memperlihatkan model serta warna hitam dari bra yang dipakainya.
Liana menatap lekat dirinya pada cermin dengan jaket kebesaran milik Marcello itu. wajahnya tiba-tiba memerah. Ia merasa seakan-akan sedang berada dalam pelukan marcel. aroma khas marcel bercampur dengan aroma parfum nya pada jaket itu tercium.merebak jelas terasa.
'aku suka aromanya'
'tubuh ku kecil sekali dibandingkan dengan tubuhnya'
'aku bisa bersembunyi dalam pelukannya'
'hangat'
'aku sungguh suka'
'what? Liana apa yang baru saja kau pikirkan' liana mengerjapkan matanya. Menyadari apa yang baru saja dipikirkannya.
'bodoh,bodoh,liana stop!' liana menggelengkan kepalanya
'mesum,liana pikiran mu mesum'
Liana melangkah keluar. Marcel sedang berdiri membelakanginya. Kini dia hanya memakai baju kaos hitam lengan pendek. belakangnya tampak sedikit basah karena keringgat. Memperlihatkan pundaknya yang lebar. lehernya yang bersih dan putih sungguh menawan.
'ternyata dari belakang pun segagah ini'
'perfek' pikir liana
'what? Lagi lagi,' liana memukul kepalanya
Liana menepuk pundak marcel. ia tersenyum. Marcel sempat terbenggong sepersekian detik melihat senyum manis itu.
"lama ya?" tanya liana
"lumayan lah" marcel menjawab sambil melihat jam tanggannya
"makasih jaketnya"
"bukan apa-apa" marcel memalingkan muka sambil berjalan meninggalkan liana
'kenapa dia harus nampak seperti itu' marcel menutup mulutnya,menyembunyikan wajahnya yang memerah.
Ia melihat liana dengan jaketnya. Jaket itu menutupi nya dengan sempurna. Rambutnya basah habis dibersihkan. Dengan air yang masih ada menetes pada helai-helai ujungnya. Rambutnya digerai kini. Sedikit berantakan karna hanya disisir dengan tanggan. Membuatnya Nampak mengoda.
'seperti itukah dia terlihat ketika berada dalam pelukan ku?'
'tubuhku bisa memakannya habis'
'pantas selama ini dia terasa begitu kecil'
'mudah dan nyaman untuk dipeluk,seperti boneka'
'tunggu,apa ini?' marcel membuyarkan bayangan pada otaknya yang mulai ngeres
'ooohhh,,marcel kau benar-benar …' marcel menggelengkan kepala
'sejak kapan aku menjadi mudah berpikir mesum seperti ini.' Pikir marcel
Langkah kaki marcel yang lebar membuatnya cepat sekali berjalan. Liana kesusahan menyeimbangkan langkahnya. Dengan susah payah liana mempertahan kan posisinya berjalan disebelah marcel.