webnovel

Chapter 40

Saking penasarannya, Reynold dan Issac mencoba untuk mempercepat serangan mereka. Kedua pria itu berlari dari arah berlawanan. Lengan kanan Issac mengacungkan ujung tombaknya ke depan. Sorotan kedua bola matanya tertuju pada seekor troll maupun burung raksasa yang menghinggapinya. Mereka menyerang secara bersamaan, membuat Issac mengambil keputusan segera. Tombaknya diselimuti kegelapan pekat. Menusuk ke organ dalam burung raksasa tersebut hingga tersungkur. Partikel rohnya melayang di udara, menuju langit. Saking tunggunya, ada sebuah jantung berukuran besar, berdetak kencang. Diduga itu berasal dari sosok makhluk misterius yang tinggal di sana.

"Reynold!"

"Tanpa kau mengatakannya, aku sudah tahu!" teriak Reynold dari mulut Issac.

Mereka berdua menyerang satu sama lain. Mencoba mengalahkan mereka seperti saat bertarung di Aeckland Stronghold.

Troll dan burung raksasa mencoba untuk saling bekerja sama. Tetapi Kiyoyasu tidak membiarkan mereka melakukannya. Sebaliknya, pria berbaju zirah sedang fokus melawan sosok iblis di depan matanya. Diduga itu adalah Tiecia. Gadis berambut pirang meringis kesakitan di dalamnya. Mereka bertiga telah berjuang keras melawan musuh di depannya. Suara pedang gergaji dan tusukan tombak berulang. Satu persatu Troll telah terbunuh. Tersisa mereka yang membawa gada besar. Erangan dari mulut mereka, telah menghipnotis sesamanya untuk menyerang Issac dan Reynold.

"Sepertinya, kita tidak diberi waktu untuk istirahat."

Issac paham ucapan Reynold. Tidak ada pilihan lain kecuali menyerang dan menghabisi para troll.

~o0o~

"Sebenarnya, apa yang sedang terjadi? Dan siapa kau ini?" tuntut Tiecia bernada tinggi.

"Sebelum menjawab pertanyaan itu. Coba lihat di atas," ucap Amadeus mendongak pada langit.

Tiecia mendongak pada langit. Seketika berubah dengan sendirinya. Perlahan-lahan, wujudnya mengerikan. Kedua bola mata gadis berambut pirang terbelalak. Seakan-akan, dia tidak mempercayai dengan perubahan yang dimilikinya.

Mata iblis berkedip sebanyak tiga kali. Melihat sekelilingnya penuh mangsa. Wajah Kiyoyasu mengeras. Iblis itu menerjang burung raksasa, tidak sadar di bawahnya ada dirinya. Kukunya yang tajam berhasil menembus kulitnya. Kiyoyasu melepaskan tali pengaitnya. Melemparkan tali selanjutnya ke burung raksasa lainnya. Akan tetapi, kepakan sayapnya menghasilkan angin dari berlawanan arah. Kiyoyasu kehilangan keseimbangan. Dia pun terjatuh dari ketinggian 500 meter. Hembusan angin yang kencang, telah membuat Kiyoyasu menarik napas dalam-dalam. Jantung berdegup kencang. Berharap ada burung yang berusaha menghinggapinya. Sementara itu, iblis itu melompat ke sana kemari. Mencakar dan menghancurkan organ dalamnya. Tidak berhenti sampai disitu, iblis itu terus menekan segerombolan burung. Badannya membungkuk ke atas. Air liurnya menetes. Langsung melompat ke tiap burung berukuran raksasa. Petir menggelegar, membuat sekujur tubuh iblis menjadi 100 kali lebih kuat dari biasanya.

Kiyoyasu telah mencapai 350 meter. Burung berukuran raksasa memekik suaranya. Membuka rahang mulutnya lebih lebar. Kiyoyasu mengayunkan pedangnya dari arah samping kanan. Membelah horizontal. Energi sihirnya meningkat dari biasanya. Rahangnya menegang. Kedua lengan hingga telapak tangannya gemetaran. Tetapi itu tidaklah menjadi masalah. Manuver burung raksasa menghampiri iblis. Kedua tangannya membuka mulutnya. Merobeknya jadi dua bagian. Tidak ketinggalan, dia mencengkram mulutnya dan dihempaskan ke lautan. Lautan ombak pecah membesar. Iblis menggeram sembari mendongak ke langit. Petir menggelegar menghantarkan tubuhnya. Mengalirkan energi yang cukup besar. Saat itulah, Kiyoyasu mencari cara untuk mendarat dengan selamat. Saat salah satu burung raksasa hendak menghampirinya, tali pengait dibentangkan cukup luas. Mengenai kakinya hingga dirinya bergelantungan di udara. Kedua tangan Kiyoyasu menekan tuas. Seketika, otomatis bergerak dengan sendirinya. Dia berada di atas tubuh burung raksasa. Energi sihirnya mengalir cukup deras. Memanggil Baitsuna selaku ras Kitsune untuk merasukinya. Membentuk tulisan kuno dengan tiga huruf. Burung raksasa itu memekik ketakutan. Mengubahnya menjadi sosok rubah berekor sembilan raksasa.

Reynold dan Issac melihat fenomena itu. Rubah itu membantu mendaratkan Kiyoasu ke daratan. Hembusan angin kencang meniupi poni rambutnya. Tangan kanannya dibentangkan lebar. Sorot kedua matanya terpejamkan.

Ketika melihatnya secara langsung, Tiecia mundur ke belakang dengan wajah panik. Keringat dingin bercucuran di sekitar wajahnya.

"Tidak mungkin! Ini semua pasti bohong! Ini tidak mungkin itu aku!"

"Sayangnya, itu benar wahai keturunanku yang malang."

Tiba-tiba, Tiecia mencengkram lengan Asmadeus. Wajahnya memerah, mengedikkan dagu disertai kepalan tangan kiri menarik kerah jubahnya. Genggaman erat dari kedua tangannya menyipitkan mata.

"Katakan apa yang kau tahu tentang makhluk itu? Jika tidak, aku akan menyuruh mereka untuk menegeluarkanmu dari sini."

"Nak—"

Namun perkataan dari Asmadeus tidak didengarkan oleh Tiecia. Sebaliknya, sebuah adegan mulai kembali diperlihatkan. Tepat saat iblis itu menyerang Kiyoyasu.

Saat burung raksasa mendekatinya untuk selamatkan sesamanya, dia membuka kelopak matanya. Sorotan tajam ke arah sana.

"Muramasa-ba Technique Style!"

Saat itulah, pedang Odachinya berayun dengan cepat dan rapi. Memotong kepalanya sampai bersih. Reynold dan Issac terbelalak kaget dengan aksi yang dilakukan Kiyoyasu. Tidak ketinggalan, iblis itu melotot tajam sembari meneteskan air liurnya. Pekikan burung raksasa terlontar sangat panjang. Dia melompat, menghampiri Kiyoyasu. Saat itulah, kedua pihak saling bertarung satu sama lain. Tebasan kuat dari pedang odachi, nyaris mengenai iblis itu. Akan tetapi, pergerakannya semakin cepat. Hingga pedang odachi miliknya tidak mampu mengimbanginya. Cakaran yang dilakukan iblis berahang dua itu menyemburkan energi sihir kegelapan. Kiyoyasu melompat ke belakang secara akrobatik. Dia terjun bebas kembali. Jaraknya tidak begitu dekat. Kiyoyasu mengecilkan sekaligus mengubahnya dalam bentuk katana. Genggaman erat dari kedua telapak tangannya. Berniat untuk menyerang balik.

Iblis membuka mulutnya, mengeluarkan suara menggema yang memicu segerombolan burung menjadi waspada. Kiyoyasu mengayunkan secara vertikal. Bersiap untuk menyerang berulang kali. Iblis mengeraskan tubuhnya. Mencakar berkali-kali. Nyaris mengenai Kiyoyasu. Baju zirahnya terus melindungi dirinya. Tetapi sadar bahwa bertahan bukanlah solusi. Energi sihir kegelapan keluar dari pori-pori kulitnya. Bersiap untuk mengayunkan kembali. Tebasan berikutnya disertai kedua kakinya dirapatkan. Iblis menahan serangan dari Kiyoyasu.

Tiecia berteriak dengan lantang beserta mendorong Asmadeus dengan suara menggeram. Dia berbalik arah. Kedua bola matanya melotot tajam pada sebuah kota yang baginya hanyalah ilusi semata. Gadis berambut pirang melangkahkan kedua kakinya. Mengabaikan eksistensi pria tua bernama Asmadeus.

"Tunggu! Aku akan memberitahu caranya untuk keluar dari sini."

Lima langkah kaki Tiecia berhenti. Dia melotot tajam pada Asmadeus. Siap mendengarkan perkaataan pria tua itu.

"Kau harus siap untuk menjadi seorang Black Witch."

"Black Witch katamu?"

Sebuah anggukan dari Asmadeus, memancarkan aura sedih pada wajahnya. Tiecia tidak mengerti dengan ucapan yang dilontarkan kakek moyangnya. Sebuah jentikan jari dari telapak tangan kanan. Memunculkan sebuah ingatan dari Asmadeus. Tepatnya saat dirinya berbincang dengan Tristan dan Nesseus secara diam-diam. Tiecia tidak mengerti kenapa pengajar mistikologi atau mitologi berada bersama pahlawan semacam Nesseus.

Tempat itu begitu asing. Hamya sebuah ruangan kecil dengan dinding berwarna putih. Memiliki pola melengkung layaknya sebuah kubah. Sebuah meja besar diisikan dua buah kursi. Dia duduk sembari mengangkat kain jubahnya. Melepaskan helmetnya sembari menatap seorang pemuda bernama Tristan. Di sampingnya, Asmadeus mengangkat tongkatnya. Diduga berusia 380 tahun. mmmm mencoba untuk berbesar hati. Menarik napas dalam-dalam. Melihat sosok Asmadeus sudah tidak dikenali lagi. Wajahnya tertutup oleh topeng di sekitar mata hingga hidung menyatu dengan gumpalan daging. Perlahan-lahan, kulitnya sudah mengelupas. Lengan kanan juga berlumuran darah. m mencoba mendekatinya, tetapi Asmadeus menggelengnya pelan.

"Asmadeus … kenapa …"

"Ini sudah takdirku, Nesseus. Aku menggunakan Black Magic untuk mengalahkan The Blind Angel Snake. Sayangnya, makhluk itu hanya bisa disegel. Tidak bisa membunuhnya. Walau begitu, aku tidak menyesali perbuatanku," lirih Asmadeus.

Sebuah tindakan berupa gebrakan meja dari Nesseus. Rahang giginya menggeram. Lidahnya berkelu beserta air ludahnya ditelan ke dalam tenggorokan. Tristan yang saat itu baru saja kabur dari Unknown Origin, tidak hentinya menahan rasa aroma bau yang menyengat. Dia menutup hidungnya. Menjauh dari Asmadeus.

"Tidak perlu kaku begitu, bocah. Aku tidak akan menggigitmu."

"Entah kenapa, aku tidak begitu menyukai perkataanmu itu," cibir Tristan. Lalu dia menoleh pada Nesseus sekaligus mengacungkan jarinya pada Asmadeus. "Dia itu siapa? Kenapa kau begitu akrab dengan kakek bau ini?"

Tristan menerima sebuah pukulan keras dari m. Kepalan tangan memukul kepalanya hingga benjol. Tristan mengerang kesakitan, mengelus-elus kepalanya. Kedua bola matanya tertuju pada Asmadeus yang menyunggingkan senyum.

"Dia hanya anak bandel. Maafkan saja."

"Asmadeus! Kau ini terlalu lunak terhadap anak-anak. Apa karena putrimu memiliki cucu?"

Namun perkataan dari Nesseus seolah-olah menjatuhkan dirinya ke jurang sangt dalam. Senyuman hambar dari ekspresi wajahnya. Tubuhnya sedikit gemetar, di mana Tristan sadar hal itu. Kemudian, dia bangkit berdiri. Berbelok menuju dapur. Menyisakan Nesseus dan Asmadeus seorang.

"Lalu? Kenapa kau berekspresi seperti itu? Apa karena dia mengcewakan kemampuannya?"

"Bukan itu. Putriku … meninggal dunia seminggu lalu."

Kedua bola mata Nesseus berkedip sekali. Tertunduk ke bawah sembari menatap meja. Telapak tangannya diremas-remas. Tidak tahu harus bereaksi apa mengenai situasi kali ini. Akhirnya, Nesseus membuka suara.

"Maaf. Aku turut berbela sungkawa atas meninggalnya putrimu. Tapi bagaimana dengan cucumu?"

"Ada seorang bangsawan memutuskan untuk merawatnya. Tapi …"

Asmadeus menelan ludah. Telapak tangannya mengelupas. Menggantinya dengan kulit iblis. Otot-ototnya mengelupas sedikit demi sedikit. Bercampur dengan darah. Warnanya juga berubah menghitam. Setiap tetes, akan menghilang dengan sendirinya.

"Masalahnya, mereka tidak tahu siapa yang harus hadapi."

"Apa maksudmu Asmadeus?"

Kedua tangannya diremas. Mencengkram sekuat tenaga. Sorot matanya penuh iba dan pasrah dengan nasib yang dialaminya.

"Aku memanggil iblis sekaligus melakukan perjanjian dengannya. Tujuannya untuk mengalahkan The Blind Angel Snake saat itu. Memang betul berkat iblis itu, kekuatan sihirku semakin besar. Tapi ganjarannya adalah nyawa."

"Nyawa katamu bilang?"

Sebuah anggukan dari kepala Asmadeus. Dia menunjukkan sebuah buku berisikan ringkasan ilmu sihir hitam dari Dewa Zeorg, Dewa kematian dan kegelapan. Terlihat banyak sekali ramuan, sihir yang dilarang oleh Dewa Ila. Walau demikian, buku itu hanya bisa ditemukan oleh orang-orang yang dapat mengendalikannya. Termasuk Asmadeus.

"Nyawaku sejatinya berakhir sebelum berusia 380 tahun. Sayangnya, Dewa Zeorg tertarik dengan kemampuan sihirku. Jadi, aku mempercepat laju umurku supaya kekuatanku bisa berguna nantinya. Terutama saat membunuh The Blind Angel Snake."

"Sayangnya, kita tidak bisa membunuhnya karena tersisa delapan jantung. Berapa banyak jantung yang harus kita habisi Asmadeus?"

Asmadeus tidak bisa menggunakannya. Halaman demi halaman terus dia buka. Pria tua itu sedikit membusungkan dadanya. Menunjukkan sebuah gambar ilustrasi sosok iblis yang menyatu dengan dirinya.

"Namanya Ogthos. Iblis itu memiliki kemampuan sihir bernama Berserker. Dia tidak segan-segan menghabisi musuh atau lawan. Satu-satunya cara akan mengimbanginya adalah sihir penyegel berwarna hitam. Tepatnya sihir segel paksa."

"Tapi kenapa Ogthos itu merasukimu?"

"Soal itu …"

Asmadeus menunjukkan isi bacaan deskripsi mengenai Ogthos. Nesseus pun ikutan membacanya. Isinya sebagai berikut:

"A blare in the night, a cracking of wood, and suddenly you're stared at by a lumbering organism of death and decay. Two seething eyes stare at you with a petrifying temper, and another blare pierces from its fetid mouth with a most putrid smell.

Two jagged horns adorns its lank head, which itself is scarred all over. The smell of death escapes the creature's gnarled nostrils set within a curved nose.

Its lank head sits atop a thick, ossified body. Shadowy curls coil around its torso, perhaps a remnant of even stranger times.

The creature darts toward you, its two legs awkwardly carry its demonic body with a disturbing energy. A shadowy tail whirls behind it, it moves in the air like a charmed snake.

Two humongous wings extend themselves fully. Spiky bones, and fleshy membranes stretch upward and above you. A disappointment can be felt in the creature's gaze, which hasn't once left yours."

Namun sayangnya, itu tidak berlaku bagi Asmadeus. Tubuh pria tua yang malang itu menyatu dengan iblis bernama Ogthos. Nesseus mengepalkan kedua tangannya. Keluarlah tulang belulang dari punggungnya. Tanpa disadari, Nesseus menyadari tubuh Asmadeus sudah diambil separuhnya.

Tiba-tiba, Asmadeus menyentuh kedua telapak tangan Nesseus. Menyunggingkan senyum tulus untuk terakhir kalinya. Pria yang bersamanya tidak kuasa menahan kesedihan. Mencoba untuk bersikap tegar di hadapan beliau.

"Aku akan menaruh jiwa dan tubuhku ke cucuku dan tertidur di sana. Bila perlu, kekuatan milikku nantinya akan bangkit saat berhadapan dengan makhluk sejenis The Blind Angel Snake. Jika kau butuh bantuanku, aku akan segera datang kawan lama."

Ketika Asmadeus menunjukkan kilas balik pada Tiecia, gadis berambut pirang melotot tajam pada layar tersebut. Kemudian, sebuah buku melayang beserta mantra sihirnya. Lebih tepatnya, sebuah alat untuk mengendalikan Ogthos.

"Perhatikan baik-baik ini dan gunakan semaksimal mungkin. Ke depannya, aku ingin kau belajar mengendalikannya."