webnovel

Chapter 29

Malam harinya, Issac menyelinap dari kamar asramanya. Tombak dan perisai telah disiapkan untuk melakukan investigasi. Laki-laki berambut perak membuka kedua kelopak matanya. Membayangkan dirinya bersiap tempur saat berada di dalam Unknown Origin Dungeon. Tongkat sihirnya digunakan. Memutuskan untuk pergi dari kamar asrama. Kebetulan, orang-orang pada tidur terlelap.

Issac telah berada di pintu luar asrama laki-laki. Berjalan pelan sembari melirik sekitarnya. Suara jangkrik mengerik berulang kali sampai Issac merasa terganggu. Walau demikian, dirinya tidak mempermasalahkan suara hewan. Sebaliknya, ada puluhan golem berjaga di sana. Golem itu berjenis ksatria. Seperti yang dimiliki Kepala Sekolah Clay. Yang membedakan adalah logam besinya.

Pemuda berambut perak mengendap-endap dalam melangkah. Dia mencoba menghindar dari para golem. Mereka bergerak ke sana kemari. Memastikan tidak ada siswa maupun siswi yang keluar dari gedung asrama. Akan tetapi, Issac tidak mengindahkannya. Sorotan matanya tertuju pada ruang taman. Dia berjalan mengendap-endap. Berbelok kanan sembari melirik sekitarnya. Tongkat sihirnya dipegang. Energi kegelapan dalam dirinya masuk ke dalam tongkat tersebut. Sebuah hentakan kaki dari arah kanan. Laki-laki berambut perak mundur ke belakang. Bersembunyi di balik tiang. Derapan kaki kiri-kanan berjalan menuju pohon berukuran raksasa. Issac langsung berjalan cepat ambil belok kiri, sekaligus merangkak disertai membungkukkan badannya. Beruntung, golem tidak melihatnya. Issac menebak golem itu hanya mendengar suara langkah kakinya. Sihir penerang terpasang pada kedua bola matanya. Issac merunduk, menunggu waktu yang tepat untuk melangkah. Sorotan kedua matanya tertuju pada arah kanan. Sebuah jalan yang lebar membentang menuju ruang kantin sekolah.

Dia teringat dirinya pernah makan sendirian di sana. Tanpa seorang pun yang menemaninya. Hingga wajah teman pertamanya, Reynold. Sadar karena terlalu banyak melamun, tepukan keras kedua pipi Issac. Tepukan itu menimbulkan suara yang cukup keras. Salah satu golem menoleh ke sana. Issac mengaktifkan tongkat sihirnya. Ketika menoleh, ternyata tidak ada siapapun di sana. Issac terus mengangkat tongkatnya. Saat itu, dia mendengar suara langkah kaki mulai mendekat. Derapan alas sepatu dari arah depan. Issac berdecak lidah, berguling ke samping kanan berulang kali. Tidak ketinggalan, tongkat sihirnya dicengkram kuat. Saat golem berhenti melirik, Issac langsung berlari cepat. Sepuluh langkah dia ambil, mengambil belok ke kiri. Tubuhnya menempel di dinding. Mendengar suara rantai besi dalam keadaan diikat. Derapan langkah kakinya cukup terdengar. Mereka menaiki anak tangga kecil, suara decitan pintu dibuka dari dalam. Issac mengintip dari celah dinding kanan, jumlahnya ada 10 orang. Nampaknya, mereka membawa sebuah peralatan semacam alat siksaan. Baik itu cambuk, ember berisikan air mendidih hingga sebuah pukulan yang sudah diikat besi.

Satu persatu, mereka dicek oleh kedua orang pengawal. Mengenakan baju zirah yang menutupi wajah hingga sarung tangannya. Setelah itu, orang yang baru saja diperiksa memasuki ruangan. Obor ditaruh dekat dengan pintu masuk. Menyerahkan pada penjaga yang ada di luar. Tiba-tiba, ada dua orang mengenakan topeng membawa seorang siswa yang ditutupi karung. Diseret tanpa memberikan perlawanan. Terlihat kaki dan lengan tidak bisa bergerak.

"Siapa yang kau bawa itu?" tanya salah satu pengawal.

"Korban selanjutnya. Andrew Webb."

Jantung berhenti berdetak. Issac tidak salah dengar. Kedua matanya dipicingkan. Dari segi posturnya saja sama persis dengan perkataan barusan. Laki-laki berambut perak merunduk, menunggu mereka sudah masuk duluan. Pundak Issac dicolek dari belakang. Kepalanya menoleh ke belakang. Ternyata, ada Reynold dan Tiecia di belakangnya. Jari telunjuknya ditaruh pada mulutnya. Issac memalingkan wajahnya. Kesal karena menunggu terlalu lama.

"Lama sekali."

"Maaf. Asrama perempuan soalnya dijaga ketat pasca Suster Pond tidak sadarkan diri."

"Apa katamu bilang? Apa kau tidak salah dengar Reynold?"

"Kau pikir aku bercanda begitu."

Issac menoleh pada Tiecia. Gadis berambut pirang menganggukkan kepala berwajah muram. Bibirnya miring kanan sekaligus berdecak lidah. Membuang muka wajahnya sendiri.

"Pantas saja Andrew di bawa ke tempat ini."

"Andrew? Dia diculik?"

"Ya. Diculik oleh segerombolan tidak dikenal. Yang lebih parah lagi, dia akan disiksa."

~o0o~

Firasat Issac maupun Reynold sudah bisa dirasakan. Hanya, mereka belum berani mengatakan sebenarnya. Karena Tiecia dan Kiyoyasu merupakan orang yang baru dikenalnya. Terlebih pria berpakaian ninja. Issac dan Reynold masih belum mempercayai 100% meski sedikit cerita soal desanya yang terbakar akibat serangan monster. Sejak Kiyoyasu menceritakan itu, ada sesuatu yang menarik bagi Reynold. Meski tidak secara gamblang atau memberitahukan hal ini pada dua pengajar lainnya, dia ingin memastikan kebenarannya saat hendak ke dalam Unknown Origin Dungeon.

"Tapi yang jadi masalahnya adalah bagaimana cara kita bisa masuk ke dalam. Apa kalian berdua punya ide?" tanya Issac.

Namun, tidak ada seorang pun yang menjawabnya. Helaan napas keluaar dari mulutnya. Tidak percaya bahwa mereka berdua tidak memiliki ide. Akhirnya, laki-laki berambut perak memilih pasrah. Langkah kedua alas kakinya, keluar dari tempat persembunyian. Diangkatlah kedua tangan ke atas sambil tersenyum sinis. Tombak dan perisai disembunyikan. Memunculkan tongkat sihir di pinggang sebelah kanan. Kedua kakinya melangkah pelan. Satu, dua, tiga detik berselang, Issac terus melangkah sambil tersenyum. Kedua pengawal saling mengangguk. Mereka menghampiri Issac yang mengangkat kedua tangannya. Tiba-tiba, sebuah cengkraman melingkar ke leher kedua pengawal mencekiknya. Telapak tangan kedua pengawal tidak kuasa menghentikannya dan dia pun tidak sadarkan diri. Issac, Tiecia dan Reynold bergegas mengambil kunci dari pinggang mereka. Pintunya terbuka, mendengar suara decitan dari sana. Ketiganya masuk ke dalam ruangan itu.

Sesampainya di sana, terlihat suara bergemuruh di dalam sana. Rantai besi bergelantungan di langit. Panasnya lahat di sekelilingnya. Membuat suasana memanas. Belum lagi, suara pekikan hewan melata yang terdengar. Pada bagian atapnya, keluarlah sinar bercahaya yang diliputi panasnya api. Kelelawar-kelelawar bertengger di atas. Tidak ada seorang pun yang menganggunya.

Issac, Reynold dan Tiecia berjalan dengan hati-hati. Di samping kiri, suara perapian beserta foto bingkai berukuran raksasa penuh coretan dalam bentuk silang. Baik pada wajah hingga sobekan separuh badan. Corak dinding yang mulai memudar, memperlihatkan bahan sesungguhnya dari batu-batuan jadi satu bangunan. Laki-laki berambut perak mengamati setiap ruangan yang dilihat. Melirik sekitarnya yang diselimuti banyak darah. Tongkat sihir milik Tiecia, Issac dan Reynold mengaktifkan sinar cahaya. Pasalnya, penerangan di dalam ruangan itu begitu minim.

Reynold maupun Issac memandang pada lantai penuh darah. Tiga jari dioleskan dan diangkat secara bergantian. Salah satu dari mereka mengendus-endus baunya. Tiecia menengok ke kanan dan kiri. Tidak ada siapapun di dalam sana. Suasananya begitu mencekam. Menunggu reaksi dari kedua laki-laki tersebut untuk melindungi dirinya.

"Tempat apa ini?" bisik Tiecia.

"Aku tidak tahu. Tapi aku punya firasat, bahwa tempat ini sudah ditinggalkan sejak lama."

"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Tiecia lagi.

Reynold mengacungkan jarinya. Terlihat ada sebuah gambar tidak biasa di sana. Ukiran itu tidaklah biasa. Memperlihatkan sosok seekor makhluk purba yang memiliki sirip besar, keempat kaki melengkung, dan ada gambar tidak begitu jelas di sana. Antara sayap atau bagian aksesoris lainnya. Issac mendekati sebuah rak buku yang menutupi sebuah altar. Dia mendorong ke samping kanan. Suara seret rak terdengar dari telinga ketiganya.

"Jangan berisik!" sembur Reynold.

"Maaf. Aku penasaran saja."

Helaan napas dari mulut Reynold. Kemudian, dia melanjutkan kembali menerangkan pada Tiecia yang nampaknya kebingungan. Sedangkan Issac melirik setiap benda di atas meja. Terdapat serbet ukuran kecil berwarna hijau. Buah-buahan dalam keadaan membusuk. Dua buah flute glass dari emas tidak mengalami karatan. Issac memperhatikan isinya, cairan kental berwarna merah tua. Ketika laki-laki berambut perak mengendus, baunya menyengat serta keadaan membusuk. Issac menahan rasa mualnya. Menekan lubang hidungnya. Dia mendongak pada keduanya.

"Bisa dibilang, tempat ini merupakan tempat pengorbanan untuk makhluk misterius."

Issac pun mengangkat tangan kanan. Menggerakkan jemari-jemarinya dalam angka delapan. Kemudian, pemuda berambut perak sadar dengan angka itu.

"Koreksi, ini adalah altar yang sudah dimodifikasi. Tempat ini … penganut agama terlarang Dark Infinity."