Hari semakin malam dan larut, Jenni yang merasa khawatir dengan Daniel akhirnya memilih tinggal disana merawatnya. Namun tak lupa ia menghubungi Rose terlebih dahulu, agar ia tak khawatir padanya yang tiba tiba saja tak berada di kamarnya, terlebih saat ia langsung pergi ke rumah sakit, Jenni tak memberitahu atau meminta izin apapun pada Rose sebelumnya.
"Kau tidak pulang?" tanya Daniel bingung mendapati kekasih nya yang sedari tadi risih ingin berpamitan dengannya untuk pulang.
Sebuah gelengan kepala Daniel dapati sebagai jawaban untuknya.
Daniel mengerutkan dahinya, dan mengatakan pada Jenni bahwa ia tak usah mengkhawatirkan dirinya, karena ia baik baik saja.
Jenni lantas dengan cepat menggelengkan kepalanya. Ia tak mau pulang begitu saja, saat kondisi tubuh Daniel belum sepenuh nya benar benar pulih.
Jika sudah begini ia tak dapat berkata apapun pada Jenni.
"Baiklah kau boleh disini, aku akan memanggil seseorang untuk membawa kasur kecil agar kau tidur di kasur itu,"
Refleks Jenni melipatkan kedua tangannya di dada dan memutarkan maniknya malas.
"Kau fikir ini hotel," dengus Jenni pada Daniel.
Sungguh ia tak habis dengan kekasih nya itu, yang seolah menyamakan rumah sakit dengan hotel.
"Aku bisa tidur disana," ujar Jenni sambil menunjuk sofa yang memang ada di dalam ruangan itu.
Daniel hanya menghela nafasnya pelan, dan menganggukan kepalanya menuruti kemauan Jenni semata.
"Apa besok kau akan kembali bekerja?" tanya Jenni kemudian pada Daniel.
Sebuah anggukan kepala Daniel berikan pada Jenni sebagai jawaban.
Sungguh Jenni sangat kesal dengan jawaban Daniel itu. Sekarang saja selang infus masih tertanam di tangannya, kemudian dengan santai nya ia justru mengatakan bahwa ia akan kembali bekerja.
Apa -apaan ini?
Tak bisakah ia lebih menyayangi dirinya sendiri?
Hal itulah yang kurang lebih terbesit di kepala Jenni.
Dengan santai Jenni mengatakan pada Daniel bahwa ia tak mengizinkan Daniel bekerja besok, dan dia juga yang akan mengatakan pada sekretarisnya Jack untuk memberitahu pada pihak perusahaan bahwa Daniel tak dapat hadir di kantor di karenakan sakit.
Boleh kah Daniel tertawa mendengar perkataan Jenni ?
Ingin sekali rasanya Daniel menertawakan ucapan Jenni tersebut, hanya saja ia menahannya. Tak mungkin ia menertawakannya seperti itu, yang ada nantinya Jenni akan bingung, dan mengetahui bahwa Daniel sebenarnya pemilik dari perusahaan dimana ia bekerja, bukan seorang karyawan biasa, atau hanya sekedar petinggi disana.
Dengan lemah Daniel mengiyakan semua perkataan Jenni.
Tepat setelah mendapatkan jawaban tersebut, Jenni segera membuat pesan singkat pada Jack seperti yang ia katakan sebelumnya pada Daniel.
Ya, Jenni tak pernah ingkar atas apa yang ia ucapkan tersebut.
Sebuah senyuman tipis kini terukir diwajah Daniel.
"Terimakasih kau telah pengertian padaku," ujar Daniel pada Jenni.
Setelah nya gadis itu sibuk menyuruh Daniel untuk beristirahat. Awalnya Daniel sibuk mengatakan bahwa dirinya belum juga mengantuk untuk itu ia menggelengkan kepalanya menolak untuk tidur lebih dulu.
Jenni tak hilang akal. Dengan mempoutkan bibirnya Jenni merajuk pada Daniel dengan mengatakan bahwa jika ia tak akan tidur juga, maka sama seperti dirinya ia pun tak akan tidur dan tetap menemani dirinya yang tetap terjaga.
Mau tidak mau Daniel sekali lagi gagal dengan rajukan Jenni. Sungguh memang hanya Jenni seorang yang dapat membuat seorang Daniel yang dingin dan kaku tampak bertekuk lutut layak nya seorang budak cinta seorang gadis dengan nama lengkap Jennifer Dean.
"Baiklah aku akan beristirahat, dan kau juga harus beristirahat, aku tidak ingin kau nantinya ikut sakit sepertiku,"
Sebuah senyuman cantik kini terhias di wajah Jenni.
***
Seorang pria paruh baya tampak sibuk dengan handphonenya yang kini masih mendengarkan laporan dari orang yang berada di seberang telefon.
Beberapa kali Carl tampak berdeham pelan, dan memijat kening nya pelan.
Berita yang masuk kali ini cukup mengejutkan dirinya. Ia bahkan tak habis fikir dengan putra semata wayang nya itu.
Ya, Carl mendapatkan informasi mengenai putranya yang dikatakan masuk rumah sakit, dan bukan hanya itu ia juga mendengar bahwa yang menemani Daniel di rumah sakit adalah Jenni, kekasih putranya yang sebenarnya belum sepenuhnya ia setujui karena beberapa hal termasuk dengan status nya yang masih seorang mahasiswi.
"Baiklah, pantau terus keadaannya, jangan terlalu dekat, putraku cukup cerdik," ujar Carl mengakhiri telefonnya.
Setelahnya Carl memutuskan telefonnya, dan mencoba mendudukkan dirinya di ruang kerja nya itu.
Semenjak telefon itu tengkuk leher Carl tampak terasa berat, belum lagi dengan dirinya yang merasa pening mendengarkan penjelasan suruhannya itu.
"Hah ... dasar anak muda," lirih Carl merebahkan badannya dibangku itu.
———
Leave a comment and vote