webnovel

Maaf

Hari pun mulai berganti, setelah hari dimana aku bisa berduaan dengannya di taman, kini Farah mulai dekat denganku. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya saat Dita belum membantuku untuk bisa dekat dengan Farah. Kini aku menjadi bisa lebih sering bersama Farah.

Saat waktu istirahat, aku, Dita, Farah dan Dino menjadi sering menghabiskan waktu bersama. Dan 1 hal yang masih dan selalu mengganggu ingatanku, yaitu ciuman ku dengan Dita beberapa hari yang lalu.

"Hi, di! pulangnya bareng yuk!" Ajak Farah tiba-tiba.

"Ahh, iya." jawab ku singkat.

Farah pun sedikit berlari menghampiri ku. Dia berjalan berdampingan denganku saat ini. Membuatku menjadi gugup akan pandangan orang lain yang terarah padaku dan dia.

"Kenapa?? Kamu koq bengong terus??" tanya Farah tiba-tiba.

"Ahhh gak koq" jawabku sejadinya karena memang sedikit kaget dengan pertanyaannya.

"Apa kamu gak suka pulang bareng aku?? Apa kamu lebih suka pulang bareng Dita??" tanya Farah sedikit memojokkan ku.

"Haaahhhhh??? Bukan!! Bukan begitu!! Aku suka banget bisa pulang bareng sama kamu" jawabku sejadinya lagi.

"Terus kenapa dari tadi bengong terus??? Jawab! gak boleh bilang "nggak" lagi!!" Dia mulai manyun-manyun dan memasang muka yang menurutku cute banget.

"Itu tadi si Dino ngajakin aku maen game, aku cuma lagi mikirin strategi buat bisa ngalahin dia pas maen game nanti." Aku berusaha berbohong untuk menutupi apa yang sedang ku pikirkan. Karna bagaimanapun, mungkin saja Farah benar, aku lebih suka berjalan berdampingan dengan Dita.

"Ohhh, sampe segitunya ya. Dasar maniak. Makanya aku gak suka pacaran sama pemain game, takut aku jadi yang kedua nantinya!" ujar Farah.

"Hhh, kalo begitu aku akan berhenti main game, biar kamu gak takut jadi yang kedua lagi.!" Jawabku asal keluar "ooopsss apaa ini??? Kenapa aku malah berkata seperti itu ?? Hahhhhh, memalukan!!!" Aku berteriak dalam hati.

"Benarkah itu???" tanya Farah.

Aku hanya terdiam, dan menunjukan senyumku padanya. Hal itu membuatnya tersipu malu. Walau demikian, aku tetap tak bisa mengerti, seperti ada sesuatu yang kurang.

"Kalo begitu, sampai disini saja ya di, rumahku yang itu!" Farah menunjuk sebuah rumah yg tidak jauh dari tempat kami berdiri sekarang ini. Letaknya tidak begitu jauh dari sekolah, tidak lebih dari 500m dari sekolah kami.

"Ok, kalau begitu aku pulang, sampai ketemu besok ya Farah!" kulihat Farah berjalan meninggalkanku, namun tak berapa lama dia kembali ke arahku dengan sedikit berlari dan tiba-tiba Farah mencium pipiku, aku kaget bukan kepalang.

"Terimakasih atas semuanya ya di. Bye"

Dia pun berlari meninggalkanku yang terpaku karena terkejut akan apa yang barusan terjadi. Aku hanya terdiam terpaku sampai Farah hilang dari pandanganku. Aku dan Farah sebenarnya tidak memiliki sebuah hubungan yang spesial, karena tak ada satupun dari kami yang telah mengungkapkan perasaannya.

"Kayaknya ada yang bakal jadian nih!!?" Tiba-tiba sebuah suara yang tak asing membuatku terkejut.

"Hhhh, ternyata kamu ta. Kenapa kamu selalu muncul tiba-tiba seperti itu?? Apa kamu mengikuti ku??" tanyaku dengan nada sedikit kesal.

"Kepedean kamu!! Aku gak ngikutin kamu!!! Cuma kebetulan ajah aku ngeliat kamu disini, ya dan melihatmu dicium, tadi!! Dasar otak mesum! pasti setelah dicium tadi, kamu berpikir yang aneh-aneh deh!"

"Apa katamu!!! Aku gak mesum!!!" Ucapku sedikit teriak.

Ku tatap matanya, entah mengapa kulihat matanya berkaca-kaca. Dan saat airmatanya mulai menetes, Dita segera berbalik arah dan berlari.

"ayo kita balapan sampai persimpangan rumah kita" ucap Dita sedikit berteriak sembari mencoba menutupi airmatanya yang mulai mengalir membasahi pipinya.

Aku pun ikut berlari mengejarnya, berusaha untuk bisa berlari disampingnya, meski ku tak tahu apa yang sedang Dita rasakan, namun hatiku ingin untuk selalu bisa bersamanya.

...

Waktu pun berlalu begitu cepat, hari libur pun telah tiba. Ini adalah waktunya untuk ku bisa  berkencan dengan Farah.

Ku kenakan pakaian terbaik ku, berdandan dengan baik, juga menggunakan parfum istimewa yang belum pernah ku gunakan sebelumnya. Karena memang baru ku beli kemarin saat pulang sekolah.

Ku awali hariku dengan sebuah doa, doa supaya kencan ku dengan Farah berjalan baik dan sempurna. Ku langkahkan kaki ku, berharap hari ini akan menjadi hari terindah yang terjadi dalam hidup ku. Aku berjanji dengan Farah untuk mengunjungi sebuah festival lampion dengan nya, dan kami sepakat untuk bertemu di depan sebuah air mancur yang berada tidak jauh dari festival itu diadakan.

"Hi di.!" Sapa Farah dari kejauhan, sembari ia sedikit berlari menghampiriku.

Ku lambaikan tanganku kearahnya. Ku lempar sebuah senyum yang kurasa akan membuat suasana lebih baik.

"Kau tampak berbeda hari ini, di" ucap Farah.

"Kau juga, kau terlihat sangat cantik."

Farah menggunakan sebuah gaun berwarna abu-abu. Entah apa namanya, yang kutahu adalah gaun yang dia pakai itu berbahan seperti kaos dengan panjang hanya sampai lutut, dia memadu padankan dengan sebuah jaket jeans dan rambut yang dia ikat kebelakang, dia juga membawa sebuah tas kecil lucu yang menggantung di pundak kirinya. Dan aku, aku hanya menggunakan kemeja biru kotak-kotak dengan bawahan jeans juga dilengkapi dengan tas selempang yang juga berbahan jeans.

Beberapa tempat kami kunjungi bersama,  mulai dari sebuah warung pinggir jalan yang menjual sebuah makanan ringan berupa bola-bola keju yang dipanggang layaknya takoyaki (makanan khas Jepang), namun dengan rasa yang berbeda, Karena makanan yang ini berasa manis. Dan Farah memang sangat menyukai makanan yang manis. Dia memakannya sambil berjalan. Takut ketinggalan festival lampion, katanya. Ditariknya tanganku sembari sedikit berlari, dia tersenyum kecil kepadaku. Dan aku hanya bisa berlari mengikuti langkah kakinya.

Tibalah kami tepat diatas sebuah bukit kecil dipinggiran kota, tempat dimana kita bisa melihat kemilau lampu kota yang berkerlipan layaknya bintang-bintang. Disini, kurang lebih 1000 lampion telah disiapkan, masing-masing pengunjung mendapatkan lampion untuk diterbangkan di waktu yang bersamaan. Ku lihat Farah menundukkan kepalanya, terlihat dia tengah memanjatkan doa sebelum hitungan mundur pelepasan lampion. Dan tak terasa, hitungan mundur pun dimulai. "Tiga, dua, satu, .... " Seraya semua yang memegang lampion pun melepaskan pegangannya. Dan melihat harapan yang mereka panjatkan terbang menuju tempat dimana Tuhan berada dan berharap apa yang mereka panjatkan segera didengar Tuhan dan Tuhan segera mewujudkannya.

Farah mendekatiku, ia dekap tanganku. Dan berbisik. "Harapan apa yang kau panjatkan tadi, di?" Tanyanya.

Sontak aku pun tak bisa langsung menjawab pertanyaannya. Karena aku tak berdoa apa pun, bagiku ini bukanlah tempat untuk ku memanjatkan doa.

"Aaaaaa, aku berdoa supaya Tuhan melancarkan setiap urusanku." Jawabku berbohong.

"Kau tahu, aku mendoakan dirimu. Aku berharap kamu bisa jatuh cinta padaku, di."

Seketika jantungku seolah berhenti berdetak. Benarkah apa yang dia katakan barusan. Dan entah mengapa, rasa bersalah kini mulai menggelayuti hatiku. Ku lepaskan tangannya yang sedari tadi mendekap tanganku.

"Maaf." Sebuah kata tiba-tiba terlontar dari mulutku, tanpa aku sadari dan aku pikirkan baik-baik.

"Ya, aku tahu koq di." Jawab Farah dengan senyum yang coba ia kembangkan untuk menutupi kesedihannya.