Tenaga yang dimiliki Aziiel, hampir saja mencapai batasnya. Jika terlambat sedikit saja, kehidupan yang dia miliki akan jauh berbeda dengan saat ini. Bisa saja Aziiel tertangkap oleh jaring laba-laba dan terperangkap di sana selamanya.
Napas Aziiel terpacu begitu cepat. Selama ini, belum pernah dia melakukan pekerjaan hingga mencapai batas maksimal. Sesuatu yang sangat jarang dilakukan Aarav, harus dia lakukan saat ini juga. Keringat yang mengucur dari kening, diusap menggunakan lengan.
Setelah berhasil mengalahkan laba-laba terakhir yang berada di sana. Aziiel kira misinya telah berhasil. bahkan dia sampai menghela napas, seakan sudah mengakhiri misi yang dijalankan. Namun, perasan aneh masih memenuhi kepala Aziiel hingga saat jni. Dia bertanya-tanya kenapa penghalang di sekitar sekolah tersebut masih belum menghilang. Itu artinya masih terdapat kutukan yang hidup di sini.
Penghalang yang dirasakan oleh Aziiel, adalah sebuah penghalang yang biasanya dikeluarkan oleh kutukan. Jika sebuah kutukan berada di dalam penghalang tersebut, kekuatan yang mereka miliki akan sangat jauh berbeda jika berada di luar penghalang.
Jadi, jika sebuah penghalang masih belum hilang pada sebuah tempat. Itu artinya masih terdapat kutukan yang mengeluarkan penghalang tersebut. Itulah satu-satunya cara agar mengetahui apakah kutukan yang sedang diincar masih ada di tempat tersebut atau sudah musnah.
"Bukankah aku sudah membasmi semua kutukan yang ada di sini? Tapi, kenapa penghalang di tempat ini masih ada dan belum lenyap sedikit pun? Bahkan, aku merasa penghalang ini semakin kuat seiring berjalannya waktu?" Aziiel keluar dari ruangan yang terdapat banyak kepompong dengan tubuh sempoyongan. Keadaan tubuhnya cukup parah dan hampir kehilangan kesadaran.
Bola mata Aziiel berpendar ke segala arah di kuat ruangan. Para saat menatap bagian sekolah yang masih di kelilingi penghalang di sekitarnya, dia memutar otak. Jika dia sudah membasmi seluruh kutukan yang ada di dalam ruangan tersebut, tetapi masih belum menghilangkan penghalang. Itu artinya ada sesuatu yang salah dengan kutukan di sekolah tersebut.
"Jika penghalang ini belum menghilang dari sekola ini." Aarav mengapit dagu sambil mengetuk, berpikir begitu keras apa yang terjadi. "Itu artinya, semua yang berada dalam ruangan ini bukanlah tubuh aslinya. Jadi, di mana tubuh asli kutukan tersebut?" Aziiel berlari mencari ruangan lain yang terduga menjadi tempat persembunyian dari kutukan. Tubuh yang sebelumnya terasa lelah dan hampir kehabisan tenaga, seakan tidak dipedulikan sama sekali. Dia terus saja berlari untuk mencari tempat kutukan yang mengeluarkan penghalang di sekolah tersebut.
Pada saat berada di dekat sebuah ruangan, Aziiel merasakan sesuatu yang berbeda di dekatnya. Tepatnya berada di bawah kakinya saat ini. Dia segera menghentikan langkah kaki yang sejak tadi terburu-buru, kemudian menempelkan telapak tangan pada lantai yang sejak tadi dia inhak.
Tidak salah lagi, Aziiel merasakan sebuah energi mengalir dari bawah sana begitu deras. Jika sudah seperti itu, di bawah sana pasti tempat kutukan tersebut bersembunyi. Dia segera mencari ruangan di bawah kakinya beberapa kali. Setelah memutari sekolah tersebut beberapa kali, hingga merasa bosan dengan bangunan yang sama di setiap bagian. Akhirnya Aziiel menemukan salah satu ruangan yang dipenuhi dengan kertas bertuliskan huruf aneh, aura mencekam keluar dari dalam ruangan tersebut. Apalagi, kertas yang ada pada pintu telah sobek berkeping-keping.
Aziiel segera masuk ke dalam ruangan tersebut dengan wajah parau. Tangannya dengan cepat meraih gagang pintu, kemudian membuka pintunya untuk melihat kutukan jenis apa yang akan dihadapinya kali ini. Saat masuk ke dalam ruangan tersebut, Aziiel dikejutkan dengan pemandangan yang sungguh tidak mengenakkan.
Bola mata Aziiel terbelalak lebar, kakinya seakan mati rasa dan tidak dapat bergerak. Padahal hanya merasakan sebuah tekanan dari kejauhan, tetapi tekanan tersebut sudah dapat dirasakan oleh Aziiel begitu mencekam.
Namun, pada saat bola mata Aziiel menatap seseorang yang telah dipenuhi dengan darah di sekujur tubuhnya, apalagi dengan ditemani sesosok makhluk hitam setinggi hampir dua meter di depan matanya. Aziiel yang sebelumnya tidak dapat bergerak, memaksa kakinya agar segera berlari menerjang kursi dan meja yang menghalangi jalannya. Dia berusaha agar tepat waktu untuk menyelamatkan orang yang sedang dalam keadaan hidup dan mati, yang tidak lain adalah Aarav.
Otaknya terus menolak untuk menyerah. Jika saat ini dia menyerah, tidak akan ada seseorang yang akan menyelamatkan Aarav saat itu juga. Hanya sebuah kebetulan saja Aziiel sedang diperintahkan untuk masuk dan membasmi kutukan di sekolah tersebut. Jika pada malam ini dia tidak menerima permintaan ini secara langsung, mungkin saja dia tidak akan melihat kejadian sepeti ini.
Aziiel segera mengayunkan pedangnya pada arah sosok hitam tersebut. Namun, pedang Aziiel dapat ditangkis hanya dengan satu jari sosok hitam tersebut. Bola mata hitam Aziiel terbelalak lebar bagaikan hendak keluar, dia belum pernah berhadapan dengan kutukan yang bisa menahan serangannya hanya dengan satu jari saja.
Tentu saja menghadapi kutukan yang jauh lebih kuat akan menambah teknik milik Aziiel. Akan tetapi, jika dia menghadapinya untuk sekarang ini, hanya kematian yang akan dia dapatkan. Meskipun begitu, tidak akan ada kata menyerah di dalam kehidupan yang sudah dijalani Aziiel hingga saat ini. Menyerah dalam keadaan seperti ini, hanya akan membuat penyesalan besar di kehidupannya nanti.
"Aku tidak akan menyerah. Jika aku menyerah, aku tidak akan bisa menatap diriku di masa depan nanti!" teriak Aziiel sembari mencoba mendorong pedang yang sempat dihentikan oleh sosok hitam setinggi dua meter.
Namun, sebelum Aziiel melakukan serangan lanjutan, sosok hitam telah berputar dan menendang tubuh Aziiel dengan sangat keras. Pedang yang ada pada genggaman tangannya terlepas, darah segar keluar deras dari mulut Aziiel. Tubuh Aziiel terpelanting keras, menghantam meja dan kursi yang ada di dalam ruangan. Hingga waktu yang sudah ditentukan, tubuh Aziiel tepat menghantam tembok yang tak jauh darinya.
Merasakan hantaman yang cukup kencang, membuat kesadaran yang dimiliki Aziiel hampir menghilang sepenuhnya. Sementara itu, Sosok hitam yang sempat memukul Aziiel, telah mengeluarkan suara yang seperti tawa dengan kedua tangannya berada pada dagunya. Ekspresi tersebut seakan berkata jika Aziiel adalah orang yang lemah, dia tidak pantas mendapatkan kehidupan yang lebih baik di dunia ini.
"Sialan! Dasar, berdebah!" umpat Aziiel berusaha bangkit dengan sangat keras. "Aku tidak akan pernah memafkanmu dengan begitu saja. Aku pasti akan membunuhmu dengan tanganku sendiri!" Aziiel mengepalkan tangan di depan dada, berusaha untuk menyemangati dirinya sendiri.
Namun, sosok hitam yang melihat kegigihan Aziiel dalam menyerang. Justru tertawa semakin kencang mengejek Aziiel. Dia seakan berpikir jika sekeras apapun seorang manusia berusaha untuk menyerang, tidak akan ada yang bisa dilakukan oleh mereka agar bisa membasmi sebuah kutukan. Apalagi kutukan yang kuat seperti dirinya, tentu saja akan sangat sulit dihadapi dan dihancurkan.