"Aaah ... jika seperti ini, sia-sia saja makanku tadi," ucap Aziiel sembari mengusap cairan yang sudah mulai keluar dari mulut. "Sialan. Aku tidak percaya sesuatu yang buruk akan terjadi saat ini." Aziiel mendongakkan kepala, menatap ratusan kepompong yang menempel di atap.
"Kenapa kepompong ini sangat cepat mengeluarkan isinya. Aku sangat tidak suka setiap kejadian yang seperti ini!" Aziiel segera menutup mulut untuk menahan mual yang dia alami saat ini. Sementara tangannya yang lain segera mengambil dan menarik sebuah pedang sepanjang setengah meter yang berada di pinggangnya.
Gerakan Aziel sangat cepat, dalam seketika tubuh laba-laba yang baru saja keluar dari kepompong telah terpotong berkeping-keping, kemudian menghilang menjadi asap. Setelah menghabisi satu hewan yang keluar dari kepompong. Satu per satu kepompong mulai menunjukkan tanda-tanda akan mengeluarkan laba-laba berikutnya.
Aziiel segera memasang kuda-kuda mantap, bersiap dengan segala kemungkinan buruk yang akan segera terjadi pada dirinya. "Ini tidak akan menjadi pertempuran yang mudah! Serangan biasa tidak akan menghancurkan mereka begitu saja," pikir Aziiel memutar otak begitu cepat.
Pada saat Aziiel masih berpikir, kepompong di sekitarnya mulai mengeluarkan berbagai jenis laba-laba yang berbeda antara satu dan lainnya. Hingga akhirnya, Aziiel tak kuat menahan mual yang sejak tadi mencoba ditahannya. Mulutnya mengeluarkan cairan hijau berlendir, membasahi seluruh lantai pualam yang ada di bawah kaki.
Setelah merasa baikan, Aziiel kembali menatap laba-laba sebesar kambing. Laba-laba tersebut terus saja bergerak mendeksti Aziiel, sudah seperti menemukan ibu mereka di sana. "Sepertinya, aku harus lebih bekerja keras. Semua ini tidak akan berakhir dengan mudah!" Aziiel mengusap mulutnya yang tadi mengeluarkan cairan hijau.
Aziiel memasang kuda-kuda, bersiap menyerang laba-laba yang baru saja lahir ke dunia. Sungguh malang nasibnya, baru saja melihat dunia tapi sudah menemui ajalnya. Namun, itulah misi yang harus diselesaikan olehnya. Jika laba-laba tersebut tidak segera dibasmi, kutukan yang disebabkan olehnya akan mempengaruhi setiap murid di sekolah.
Jika hanya membuat para siswa membolos dan bertindak bodoh, semua itu tidak perlu terlalu dipikirkan. Akan tetapi, kutukan jenis ini merupakan kutukan tahap ketiga. Di mana kutukan tersebut dapat membuat seseorang yang terkena menjadi gila dan sangat berbahaya. Mereka akan berusaha membunuh satu sama lain, kemudian menghancurkan dirinya sendiri.
Sembari berpikir, Aziiel terus saja menebas laba-laba yang ada di sekitar. Bahkan, sebelum laba-laba tersebut keluar dari dalam kepompong, dia sudah menebasnya menjadi beberapa bagian. Cairan hijau yang keluar dari tubuh laba-laba, bersekarakan di berbagai tempat, salah satunya pada tubuh Aziiel sendiri.
Meskipun merasa jijik atas apa yang tengah terjadi, Aziiel berusaha menahan perasaan tersebut. Semua yang dia lakukan bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan demi kelangsungan kehidupan banyak orang. Jika dia gagal dalam melakukan misi tersebut, seluruh murid yang ada di sekolah ini akan menjadi korbannya.
Aziiel terus menghabisi laba-laba yang keluar dari dalam kepompong tanpa henti. Tapi, tidak ada tanda akan habisnya laba-laba tersebut. Padahal sudah banyak sekali yang telah dibunuh oleh Aziiel. Setiap kali dia membunuh satu laba-laba, maka dua laba-laba siap menyerangnya. Begitulah seterusnya hingga saat ini. Sudah seperti pertarungan yang tidak terdapat jalan akhirnya.
Aziiel menghela napas kesal, menghentakkan kaki beberapa kali di atas lantai pualam. "Kenapa ini! Aku sudah mulai bosan dengan hal ini!" Aziiel mundur beberapa langkah menghindari serangan dari jaring yang dikeluarkan lima laba-laba ke arahnya. Jaring tersebut mengenai udara kosong, kemudian menempel pada lantai pualam yamh yang sebelumnya diinjak Aziiel.
"Tidak ada waktu bamyak. Tenaga yang kumiliki tidak akan sanggup menahan mereka lebih lama lagi." Tangan Aziiel diusapkan pada ujung bilah yang menempel pada gagang hingga ujung pedangnya. Cahaya putih terang terpancar dari bilah pedang yang dipegang Aziiel, dia segera memasang kuda-kuda menyerang. Kedua tangannya memegang secara tumpang tindih dengan bilah yang berada di belakang kepalanya.
Setiap kali bernapas, udara yang keluar dari mulutnya membentuk sebuah kabug asap tipis. Tekanan udara yang ada di dalam tinggal paru-paru, membuat hawa panas tertahan dan keluar secara bersamaan. Hal itulah yang menyebabkan asap tipis dapat keluar dari mulutnya.
Aziiel segera mengayunkan pedangnya ke depan dengan sangat keras. Sebuah kilatan putih seperti bilah pedang muncul setelah Aziiel mengayunkan pedangnya. Kilatan tersebut semakin melebar hingga akhirnya memotong seluruh laba-laba dan kepompong yang berada di depannya.
Hamya dalam satu kali serangan, seluruh kutukan yang ada di sana telah menghilang menjadi abu. Tidak ada yang tersisa satu pun dari pandangan mata Aziiel. Sungguh serangan yang sangat luar biasa, begitu sederhana tetapi sangat menakutkan.
Aziiel mengangkat pedang ke atas kepala, menguap tanpa menutup mulut. "Baiklah, semuanya telah selesai!" Aziiel menatap satu kepompong yang masih tersisa. Kepompong tersebut berada di atas kepalanya, pantas saja kepompong tersebut tidak terkena kilatan pedangnya tadi.
Bola mata Aziiel sedikit terkejut. Sebelumnya dia belum melihat satu kepompong tersebut, tetapi dia melihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Sejak kapan kepompong tersebut tercipta dan mengeluarkan aura yang mengerikan.
"Sepertinya masih tersisa satu buah! Kau akan segera menemui saudaramu di alam sana! Jangan salahkan aku dengan kekalahanmu. Gerakan kalian semua sangat mudah dibaca!" Aziiel melompat ke atas, pada saat kepompong yang tersisa sudah berada di depan wajahnya. Aziiel langsung mengayunkan pedangnya tanpa basa-basi.
Senyuman tipis terpasang pada wajah, bersikap seolah begitu mudah menghancurkan kutukan tersebut. Meskipun memiliki jumlah yang banyak, mereka semua sangat lemah. Tidak sulit bagi Aziiel untuk mengalahkan kutukan tersebut sendirian.
Kepompong terakhir telah berhasil terpotong sebelum mengeluarkan isinya. Namun, Aziiel salah perhitungan dalam pertarungan tersebut. Ternyata, isi dalam kepompong terakhir telah keluar dan tepat berada di belakangnya. Dia tidak menyadari tentang hal tersebut dan justru merasa tenang.
Laba-laba yang sudah berada di bawah tersebut hampir mengeluarkan jaring dari tubuhnya, berusaha menangkap Aziiel yang masih belum menyadari kehadirannya. Tubuh Aziiel belum sepenuhnya mendarat di lantai pualam, masih melayang di udara dalam serangan sebelumnya.
Sebelum kutukan laba-laba mengeluarkan jaringnya untuk menangkap Aziiel. Keberadaannya telah diketahui Aziiel terlebih dahulu. Bola matanya sempat menatap kutukan tersebut dan mempersiapkan sebuah serangan. "Sudah kubilang, gerakanmu sangat mudah dibaca!" Tanpa terlihat, gerakan Aziiel begitu cepat.
Tiba-tiba saja, tubuh Aziiel yang sebelumnya ada di udara sudah berada di bawah lantai pualam. Tangan yang terangkat dengan pedang tergenggam sangat erat, langsung diayunkan ke depan dan menancapkannya pada perut kutukan laba-laba.
Pedang Aziiel telah menancap pada perut laba-laba terakhir. Aziiel segera menarik pedang tersebut dengan senyuman sinis. Cairan hijau keluar dari bagian perut yang sebelumnya ditusuk oleh Aziiel, sebelum akhirnya kutukan laba-laba menjadi abu dan menghilang. Setelah mengayunkan pedang dan menghilangkan cairan hijau pada bilah pedang, dia melepas genggaman pedangnya dan membiarkannya jatuh ke tanah.