"Rey!"
"Kak Rey!"
"Kak--"
Oh baiklah mereka mulai lagi. William yang baru saja turun dari lantai dua memutar mata bosan ketika ia melihat segerombolan siswi baik itu kelas satu ataupun kelas dua sedang mengerubungi Rey. Mereka berlomba-lomba untuk berbicara terlebih dahulu dan saling berdesak-desakan, membuat Rey sedikit kewalahan karena sebagian dari mereka saling mendorong satu sama lain. Pria itu berusaha untuk menertibkan para siswi sebisanya meskipun kebanyakan dari mereka tidak mau mendengar.
Hal seperti ini memang sudah menjadi pemandangan rutin setiap hari semenjak pengumuman tentang bakti sosial. Rey yang ditunjuk menjadi penanggung jawab logistik untuk seluruh kelas menjadi incaran para siswi yang memanfaatkan moment ini untuk mendekati dirinya. Meskipun pria itu mempunyai beberapa anggota yang membantunya, tetapi para siswi lebih memilih untuk langsung menemuinya. Yah, begitulah resiko orang tampan.
Devian yang sedari tadi berada di samping William sampai menggelengkan kepalanya ketika melihat kondisi Rey yang terlihat sangat kewalahan meladeni para siswi yang semakin banyak. Ingin sekali ia membantu Rey tetapi melihat kondisi sahabat di sampingnya yang terlihat lebih mengkhawatirkan mengurungkan niatnya untuk turun ke tengah sana. Devian merasa mood William kembali berada di ambang batas hari ini. Lihat saja ekspresi datar yang tersirat kekesalan itu terus ditunjukan oleh William sepanjang hari. Apa William merasa tersaingi dengan kepopuleran Rey? Lihat saja, para siswi itu menyapa sang pria ash brown dengan wajah mereka yang merona, bahkan ada yang sampai bersikap genit pada pria itu.
Tetapi sepertinya bukan, Dev. Menurutku bukan hal itu yang membuat mood William turun drastis karena seperti yang kita tahu William termasuk tipe orang yang sama sekali tidak peduli akan sekitarnya. Aku yakin ia juga sama sekali tidak peduli dengan kepopuleran Rey yang semakin melonjak naik di level yang hampir sama dengan dirinya. Tentu saja William masih mempunyai fans yang lebih banyak dari itu karena William masih memegang kuasa di sekolah ini. Lantas apa yang membuat pangeran es kita ini terlihat kesal?
Ah, aku tahu. Kau kesal melihat sosok gadis karamel yang sedang tersenyum di sebelah Rey kan, William?
Semenjak diadakannya rapat beberapa hari yang lalu Rey terlihat semakin gencar mendekati Teesha. Dengan ditunjuknya Teesha sebagai sekretaris mengharuskan mereka melaporkan setiap hasil pekerjaan kepadanya sebelum nantinya akan Teesha teruskan kepada William. Tetapi yang William lihat Rey sering sekali meminta bantuan Teesha mengenai pekerjaannya meskipun ia memiliki beberapa anggota yang William yakin lebih bisa mengatasi masalah yang dihadapi Rey. Bukannya William melarang Teesha untuk membantu pekerjaan orang lain, ia senang-senang saja jika pekerjaan yang ia minta diselesaikan dengan cepat. Hanya yang menjadi pertanyaannya adalah sesibuk apa para anggotanya yang lain sampai tidak bisa dimintai tolong oleh Rey? Atau jika memang ia membutuhkan bantuan seorang perempuan kan masih ada Divinia, Nayara, Adrea, atau siapalah itu namanya William tidak terlalu hapal nama para anggota OSIS yang tidak dekat dengannya. Kenapa harus sekretarisnya yang selalu dimintai bantuan?!
Oh, William. Itu namanya Rey berhasil mengambil kesempatan yang tak datang dua kali dan berhasil memanfaatkan moment ini untuk mendekati sekretarismu. Aku sarankan kau untuk bergerak cepat, jangan hanya diam di tempat seperti ini. Mau sampai kapan kau terus memandangi mereka berdua dari jauh?
"Aku lihat karisma kamu makin terpancar, Rey. Mereka makin terpesona sama kamu." Ucap Teesha saat ia dan Rey berjalan bersama menuju ruang OSIS. Tadinya Teesha membawa setumpukan kertas laporan, tetapi beruntung ada Rey yang dengan sigap mengambil alih semuanya.
Rey menoleh, dahinya mengerut tanda tidak mengerti, "Terpesona gimana maksud kamu?"
"Fans kamu, Rey. Semakin hari semakin banyak aja yang ngidolain kamu. Kamu lihat sendiri kan tadi banyak siswi populer yang cantik rela antri buat dapetin perhatian dari kamu. Kayaknya mereka rela melakukan apapun deh demi deket sama kamu." Teesha menyenggol bahu Rey berniat untuk menggodanya.
Pria itu terkekeh mendengar perkataan Teesha, "Kalau kamu sendiri gimana?"
"Hm?" Teesha menoleh, "Gimana apanya?"
"Kamu juga kan termasuk siswi cantik. Kalau kamu mau, kamu bisa dapetin tiket eksklusif tanpa harus ikutan antri buat deket sama aku."
Teesha berdengus geli menanggapi Rey yang balik menggodanya, "Terima kasih tawarannya, Rey. Tapi biasanya tiket eksklusif itu lebih mahal daripada yang premium, jadi biar aku pikir-pikir dulu ya."
"Yah, sayang sekali kalau gitu. Yakin gak kamu ambil, Teesha? Tawaran ini gak akan datang dua kali loh." Ucap Rey dengan wajah yang ia buat seserius mungkin.
Teesha meninju lengan Rey pelan, "Udahlah, Rey."
Tanpa mereka sadari, sejak tadi ada dua orang yang berjalan di belakang mereka dengan jarak sekitar tiga meter dari mereka berdua. William masih setia memasang wajah datarnya sedangkan Devian sedari tadi menajamkan alat pendengarannya agar percakapan antara dua sejoli di hadapannya terdengar.
"Aku lihat mereka makin deket aja, Wil." Devian melirik William yang masih memandang lurus ke depan. Tatapan pria itu masih tajam seperti biasanya.
"Hn."
Devian menghela nafas panjang, "Kamu sama sekali belum bikin pergerakan apapun, Wil? Mending kamu mulai dari sekarang sebelum mereka--"
"Tck. Berisik." William berputar dan berjalan berlawanan arah dengan Devian.
"Loh, William? Mau kemana?" Tanya Devian dengan suara yang cukup keras, membuat Teesha dan Rey yang berjalan di depan mereka menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Keberadaan Devian dan William membuat Teesha sedikit terkejut. Pasalnya ia sama sekali tidak menyadari keberadaan kedua orang itu di belakangnya. Teesha jadi khawatir, apa William mendengar percakapannya dengan Rey tadi?
Memang jika William mendengarnya kenapa, Teesha?
.
.
Setelah mengantar Teesha ke ruang OSIS Rey segera pamit pulang karena ia bilang sudah ada janji dengan Adit. Entah mereka mau kemana Teesha tidak mau ikut campur dan terlalu 'kepo' tentang urusan orang lain. Kini ia duduk di meja rapat memandang semua hasil pekerjaan para anggota OSIS selama beberapa hari ini yang menumpuk dan melambaik minta untuk segera diselesaikan. Darimana ia harus memulai mengerjakan semua laporan ini? Sejujurnya memandangnya saja sudah malas apalagi mengerjakannya. Teesha jadi bertanya-tanya apa William masih mempunyai dendam pribadi terhadapnya sehingga ia kembali menjadikannya sebagai sekretaris dan menerima semua pekerjaan ini?
"Teesha, ini laporan dari seksi akomodasi." Seseorang datang menghampirinya dan menyimpan sekitar empat lembar kertas di atas tumpukan laporan milik Teesha.
"Ini laporan punyaku."
"Ini--"
Teesha menghembuskan nafas panjang melihat kertas yang semakin menumpuk di hadapannya. Ingin sekali langsung ia berikan kepada William tanpa ia periksa terlebih dahulu. Tetapi tidak mungkin ia lakukan karena ia malas mendengar ocehan William nantinya.
"Kamu mau pulang sekarang, Teesha?" Tanya Devian.
Teesha melirik Devian malas, "Kamu ngusir aku?"
"Aku kan nanya." Devian memutar matanya, "Aku mau minta temenin ke mall. Aku bingung milih hadiah apa buat ulang tahun Sasa."
Teesha mengangguk, "Boleh. Aku juga butuh refreshing nih. Aku beresin kerjaan yang ini dulu ya?"
Devian mengangguk, "Okay. Jangan lama-lama, keburu sore."
TAK!
Baik Teesha maupun Devian sedikit terkejut ketika William yang tiba-tiba datang dan menyimpan segelas minuman cokelat dingin di atas meja dengan sedikit keras. Teesha dan Devian saling melempar pandangan bertanya dan kemudian mengalihkan pandangan mereka ke arah sang ketua yang kini sibuk dengan ponselnya.
"Tumben kamu beli cokelat, Wil. Seingatku bukannya kamu ga suka yang manis-manis?" Teesha melemparkan pandangan bertanya pada William. Tapi si lawan bicara masih fokus ke arah ponselnya.
"Itu bukan buat aku. Itu buat kamu." Perkataan William membuat Teesha mengerutkan dahinya tidak mengerti. Ia kemudian memandang Devian bermaksud untuk mencari jawaban tetapi alien bumi itu hanya mengendikan bahu tak mengerti.
Teesha mengambil minuman itu dengan senang hati karena kebetulan ia juga sedang haus, "Tumben kamu baik, Wil. Ada bayarannya nih pasti."
"Aku mau sup tomat."
Teesha menoleh, "Tapi aku ga punya stok tomat dirumah, Wil."
Pria itu menyimpang ponselnya ke dalam saku celana, "Kalau gitu habis ini kita belanja."
"Hari ini? Maaf aku gak bisa. Aku ada janji sama Devian. Mau antar dia cari hadiah buat Sasa."
William menoleh ke arah Devian. Ia memberikan kode melalu tatapan matanya, berharap Devian akan mengerti.
"Kalian pergi aja berdua. Aku gak jadi minta antar hari ini, Teesha."
"Kenapa?" Teesha memandang Devian dengan penuh kecurigaan.
Pria itu mengangkat ponselnya, "Sasa ngajak aku nonton film."
Teesha menyipitkan kedua matanya, memandang William dengan penuh kecurigaan. Teesha tahu si alien bumi itu pasti sengaja membiarkannya pergi berdua dengan William.
"Ayo pergi, Myria." Ajak William.
Pria itu kembali menoleh ke arah Devian sambil tersenyum tipis. Ia harus berterima kasih kali ini pada pria berisik itu.
.
.
To be continued