webnovel

The Sexy Woman

“Aku hamil!” Setelah mengatakan hal itu, Illona yang duduk di bangku sekolah menengah atas ditinggalkan begitu saja oleh sang kekasih. Gadis yang hidup sebatang kara, tidak bisa menghubungi kekasihnya yang sudah hampir sepekan tidak berangkat ke sekolah. Ia merasa bingung dan khawatir jika ada orang lain yang mengetahui keadaannya. Tidak lama setelah itu, kehamilannya terungkap. Para siswa di sekolah bergantian merundung Illona karena apa yang ia alami. Gadis itu tidak kuat menahan semua hinaan yang didapatnya, hingga akhirnya dia memilih tidak pergi ke sekolah dan berhenti tanpa prosedur yang seharusnya. Meski begitu, Illona memutuskan untuk melahirkan buah hatinya. Namun, karena sang anak yang sudah tumbuh besar sangat mirip dengan kekasihnya, dia pun mulai menjadikan anak itu sebagai sasaran amarahnya. Lalu, bagaimana hubungan Illona dengan sang anak? Akankah dia bertemu lagi dengan pria yang menjadi ayah dari anaknya itu?'

MahinaAi · สมัยใหม่
Not enough ratings
270 Chs

Memberi Peluang

"Kenapa juga kamu marah, memangnya apa hubunganmu dengannya?"

Pertanyaan itu membuat Hugo terdiam. Namun, tidak lama kemudian ia menjawabnya dengan nada suara dingin yang dipenuhi amarah. Hugo memberitahu dengan tegas laki-laki yang kerah seragamnya masih ia pegang kalau Illona adalah kekasihnya, hingga ia pun meminta laki-laki itu untuk menghapusnya.

Bukannya merasa tergertak, laki-laki itu justru tertawa. "Jangan bercanda! Laki-laki popular sepertimu berpacaran dengan gadis cupu?"

Karena merasa tidak bisa menyelesaikan baik-baik, Hugo yang masih kesal pun menonjok laki-laki itu lagi. Ia bahkan merebut paksa ponsel yang ada di sakunya dan segera membantingnya ke lantai hingga terbelah.

"Hei! Apa kamu gila!" Laki-laki yang sejak tadi tidak sempat melawan, kini berbalik memukul Hugo tepat di wajahnya.

Perkelahian pun kembali terjadi hingga membuat Andre dan satu pria lainnya melerai keduanya dengan sekuat tenaga. Setelah kedua remaja itu berhasil dipisahkan, mereka saling menatap dengan tajam. Hugo bahkan hendak maju lagi. Namun, Andre memeganginya dengan kuat.

"Awas saja kamu, aku akan melaporkanmu karena sudah merusak ponselku!" Dengan ekspresi berapi-api, laki-laki itu mengancam Hugo.

Bukannya takut dengan ancaman yang didapat, Hugo justru menyeringai. "Laporkan saja. Kamu pikir aku tidak bisa melapor pada guru kalau kamu memotret Illona dalam keadaan seperti itu? Kamu pikir siapa yang akan dihukum berat? Aku? Yah, paling-paling suruh mengganti ponselmu saja. Kalau kamu? Surat peringatan? Di hukum berat? Atau kamu akan dikucilkan karena bertingkah mesum?"

Laki-laki itu terdiam. Dia membayangkan apa yang Hugo katakan. Temannya bahkan memintanya untuk tidak mempermasalahkan lagi, sebab ia juga ikut membayangkan perkataan Hugo. Hidup di sekolah dengan pandangan buruk dari teman-teman akan terasa sangat berat setiap harinya. Keduanya pun tidak sanggup jika hal itu terjadi pada mereka, hingga dua laki-laki itu setuju untuk tidak melapor dan tidak mengganggu Illona lagi.

"Tapi kamu tetap harus ganti rugi ponselku!" seru laki-laki itu sembari menunjuk Hugo.

"Datang saja besok ke kelasku!" jawab Hugo. Ia menepuk dada Andre dengan punggung tangannya dan mengajak sahabatnya itu untuk pergi.

Setelah kedua remaja itu tiba di tangga belakang sekolah, Andre yang sejak tadi menahan diri mulai mengeluarkan apa yang ada di pikirannya. Ia berteriak dan bertanya apa yang sebenarnya Hugo lakukan. Dia bahkan mempermasalahkan sudut bibir Hugo yang berdarah.

"Hei, tenanglah," ucap Hugo sembari memegangi sudut bibirnya yang terasa nyeri.

"Tenang katamu? Bagaimana bisa aku tenang! Dan apa tadi katamu? Kamu mau menukarnya dengan uang?" tanya Andre menggebu-gebu.

"Bagaimanapun juga aku yang merusak ponselnya. Bukankah aku harus bertanggungjawab?" Hugo mendongak menatap sahabatnya yang berdiri di depannya.

"Hah, memang ya, kamu ini tidak berubah!" seru Andre kesal. Satu tangannya berada di pinggang dan satu tangannya lagi memijit dahinya. Meski dia tahu Hugo bisa mengganti rugi, tetapi dia terkadang kesal dengan kepolosan atau sikap baik Hugo. Maka dari itu, Andre cukup terkejut saat sahabatnya tadi memaki dan memukul.

"Hugo!"

Suara yang terdengar membuat Andre mendongak. Namun, tidak dengan Hugo. Ia justru menunduk dan mengalihkan pandangan.

Illona yang baru datang langsung menyapa Andre begitu ia tiba di anak tangga terakhir. Gadis itu pun kemudian menyapa laki-laki yang tengah duduk. Namun, tidak ada respon dari Hugo hingga Illona pun bertanya dengan menggunakan gerak mulut kepada pria yang berdiri di sampingnya.

"Ada apa?" tanya Illona tanpa suara.

Andre menggeleng. "Kamu tanya sendiri saja," jawabnya sembari memalingkan wajah.

Illona menatap bingung Andre, kemudian ia beralih menatap Hugo dan memanggilnya. Namun, bukannya menjawab, Hugo justru semakin memalingkan wajah. Alhasil Illona mendekat dan berjongkok di depan laki-laki itu.

Tangan gadis itu memegangi kedua lutut Hugo, kemudian ia bertanya, "Ada apa? Apa ada masalah? Apa kamu tidak ingin melihatku?"

Suara Illona yang terdengar lembut membuat Hugo goyah. Ia ingin menoleh, tetapi dirinya tidak mau membuat Illona melihat keadaannya yang berantakan.

"Sudah beritahu saja dia!" Suara Andre tiba-tiba terdengar.

Illona pun menoleh ke asal suara. Namun, saat dirinya menatap ke arah Andre, laki-laki itu memberi isyarat agar ia kembali melihat ke arah Hugo. Illona menurut perkataan laki-laki itu. Ketika sudah menoleh, betapa terkejutnya gadis itu saat melihat laki- laki di hadapannya terluka.

"I-ini kenapa? Bukankah kamu baik-baik saja saat ke kelasku tadi?" tanya Illona penuh kecemasan.

Karena Hugo enggan menjawab, Illona pun bertanya kepada Andre. Sayangnya laki-laki itu meminta Illona untuk mendengar jawabannya dari Hugo.

"Lebih baik kamu bawa dia saja dan obati lukanya. Tidak mungkin dia pulang dengan luka seperti itu," ucap Andre.

Illona mengangguk. Ia pun mengajak Hugo untuk pergi ke rumahnya, sebab dia yakin kalau ruang kesehatan pasti sudah tutup. Terlebih lagi, tidak mungkin Illona membawa Hugo ke klinik hanya karena luka yang tidak bisa dianggap besar.

"Aku tidak apa-apa, Illona!" ucap Hugo. Illona lega akhirnya laki-laki tampan itu mulai membuka suara.

"Tidak bisa! Kamu harus tetap diobati!" jawab Illona tegas.

"Sudahlah, ikut saja. Lagi pula tidak mungkin 'kan kamu pulang dengan keadaan seperti ini?" sahut Andre.

Hugo menghela napas. Ia pun akhimya setuju karena tidak bisa membantah dua orang yang keras kepala. Kini dia bangkit dari duduknya dan bersiap untuk ikut kemana pun Illona mengajaknya.

Saat keduanya siap untuk pergi, Illona mengajak Andre untuk ikut. Namun, laki-laki itu menggeleng dan berkata bahwa dia sudah ada janji dan harus pergi ke tempat lain. Meski Illona menyayangkannya, tetapi gadis itu pun hanya mengangguk setuju karena tidak mungkin dia mengganggu acara orang lain. Akhirnya Illona hanya pergi bersama Hugo dan meminta Andre untuk berhati-hati.

"Kalian juga hati-hati di jalan ya!" seru Andre sembari melambaikan tangan.

"Kamu juga!" balas Illona.

Berbeda dengan Illona yang menjawab perkataan Andre dengan terang-terangan, Hugo justru menjawabnya dengan gerak mulut. Namun, dia tidak mengucapkan salam perpisahan, melainkan bertanya kemana Andre akan pergi. sebab Hugo tahu kalau sahabatnya itu tidak ada acara apa pun hari ini.

"Sudah, nikmati saja waktu kalian berdua!?" jawab Andre dengan gerak mulut. Hingga pria itu berkata tanpa mengeluarkan suara.

Wajah Hugo seketika memerah begitu memahami perkataan Andre. Ia pun merasa ingin memukul sahabatnya itu meski ada rasa berterima kasih juga.

"Hugo?" panggil Illona yang sudah melangkah lebih dulu. Namun, gadis itu menghentikan langkahnya dan berbalik karena Hugo tidak segera menyusulnya.

"Ah, iya! Aku datang!" seru Hugo. Pria yang masih membelakangi Illona mulai berbalik dan menyusul gadis itu.

Illona pun tersenyum melihat Hugo meski ia sempat mengalihkan pandangan ke arah Andre untuk melambaikan tangannya.