webnovel

18

Wiy;

Aku kaget ketika kalian turun dari mobil, Tha. Aku tidak menyangka kamu datang di hari pernikahanku. Tadi begitu kamu turun dari mobil beserta keluargamu, aku segera lari masuk ke kamarku dan membaca semua surelmu yang belum sempat aku baca selama ini karena aku sibuk dengan persiapan pernikahanku. Aku hanya bisa menangis di dalam kamarku saat ini, Tha. Tetapi, apa boleh buat, kamu datang terlambat. Pesta nikahku sudah digelar hari ini dan akad nikahku esok hari. Beginilah adat kami di kampung Sepakat, pesta nikah sudah digelar dua atau tiga hari sebelum akad.

Sekarang pulanglah, Tha, jika niatmu datang untuk melamarku. Aku sudah jadi milik orang lain, janur kuning sudah melengkung di atas pintu rumahku, tenda biru sudah berdiri tegak dan kokoh di halaman, sama seperti kokohnya aku mengambil keputusanku untuk segera menikah, kamu lihat sendiri kan, Tha?

Namun kalau kamu kemari sebagai tamu undangan untuk menghadiri pernikahanku, kuucapkan terima kasih banyak. Mawar yang sedang ada di tanganmu itu, berikan saja pada penerima tamuku di pojok kanan, nanti akan aku ambil. Cicin yang sudah kamu beli itu, yang sekarang di bawa ibumu, carilah jari perempuan lain. Kemeja biru yang sedang kamu pakai, tak perlu lagi kamu tunjukkan padaku, Tha. Simpan lah ia jadi kenangan dariku. Jika kamu tidak mau itu jadi kenangan, berikan saja pada orang yang membutuhkan. Yang penting jangan kamu buang, lebih baik kamu sedekahkan, pahalanya kembali padamu sebab itu sudah milikmu.

Maaf baru bisa membalasnya hari ini. Setelah hari ini tidak perlu lagi kamu mengirimiku surel, Tha. Aku tidak ingin suamiku nantinya akan cemburu membacanya. Kita cukupkan sampai di sini. Semua masyarakat kampung Sepakat sudah tahu bahwa kamu adalah mantan kekasihku, jadi setelah makan atau istirahat sebentar, pulanglah segera. Karena tidak lama lagi ada dua orang utusan dari keluarga calon suamiku meninjau keadaan pesta untuk memastikan akad nikahku esok hari. Aku tidak mau mereka salah paham ketika mendapatimu berada di halaman rumahku. Aku sudah memaafkan semuanya dan maafkanlah atas keterlambatanku membalas surelmu.

Andaikan saja kubalas tentu kamu tidak sampai tiba di rumahku, Tha. Tetapi memang ini jugalah salahmu sendiri, Tha, meskipun mungkin kamu belum mengakuinya. Cobalah ingat kembali siapa yang menyuruhku menikah duluan? Kamu kan? Dan sekarang aku menikah benaran, oh maafkan aku, Tha. Maafkan.

***