webnovel

2. FAKTA BARU

Di sabtu pagi suasana terlihat begitu sunyi, selesai mandi dan sarapan Senja memulai hari dengan mengurung diri dalam kamar. Tujuh butir obat sudah ia telan perlahan, didalam kesendirian ia mulai rindu dengan Bara. "Mungkin ini lebih baik bar, tadinya ku fikir kita akan bisa menjadi teman seumur hidup" gumam Senja. "Nglamunin apa sih?kenapa albumnya diusap terus?" tanya bu Nita , Senja pun hanya diam. "Kangen?" tanya ibu lagi. "Enggak bu..." jawaban Senja membuat ibu heran, karena terlihat sekali ia begitu merindukan Bara dan belum sempat ibu menanyakan lagi Senja sudah tertidur, ibu menyelimuti Senja dengan harapan Senja bisa sembuh.

***

Bara mulai merasa kehilangan sosok Senja, sejak dua bulan terakhir Senja tak pernah berkabar, Bara mendengar Senja sering berlibur dengan keluarganya ke luar kota. Tiap kali Bara menjemput Senja dirumah, Senja selalu saja berangkat lebih awal.Begitupun saat menjemputnya disekolah,Senja juga sudah pulang lebih dahulu. Hal itu membuat hubungan diantaranya semakin jauh, meski sebelumnya memang sudah mulai renggang sejak kehadiran Anya. Namun kali ini Bara benar-benar rindu dengan sahabat kecilnya itu. Dia ambil Hp diatas meja, menelfon Senja berharap ada jawaban disana "Nomer telfon yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan". Seketika Bara langsung mengambil kunci motor yang tak jauh dari ia berdiri. Melajukan motor secepat kilat menuju rumah Senja.

***

"Lho... kok diluar Bar?tanya bu Nita yang baru saja selesai jogging diarea perumahan. "Iya tante, Bara baru datang, Senjanya ada?" tanya Bara penuh harap. "Oh...ada. yuk masuk! duduk didalam saja , tante panggilkan Senja" jawab bu Nita diikuti langkah Bara menuju ruang tamu dalam rumah.

"Sayang.... ada Bara, yuk keluar!" bu Nita membuka pintu kamar dan mengajak Senja untuk menemui Bara. "Bara?" tanya Senja heran. "Iya...ibu sudah bilang mau manggilkan kamu lho, ayo temui sana! kasihan..." ajak bu Nita berharap Senja segera menemui Bara. Senja pun tak bisa menghindari kehadiran Bara pagi itu, ia merapikan rambut dan baju serta memakai lipbalm agar tak terlihat pucat.

Bara menunggu Senja dengan sangat resah, berharap tak terjadi hal menyedihkan dalam hidup Senja selama beberapa bulan terakhir tanpa kehadiranya. Pada kenyataanya Baralah yang telah menghadirkan kesedihan dalam hidup Senja. Bara berdiri menatap lekat bingkai foto diatas meja sudut dibagian ruang tamu berwarna krem tersebut, tatapan penuh kegelisahan dan kerinduan, ia mengingat bagaimana ia da Senja menghabiskan waktu setiap hari. "Bara" sapa Senja lirih, tanpa sepatah kata terucap Bara yang sedari tadi berdiri langsung berlari memeluk Senja dengan begitu eratnya, ia dekap erat sahabatnya itu, ia meneteskan air mata menyiratkan betapa hati rindu pada sosok yang sedang ia dekap. Sementara itu Senja hanya terdiam, ia bingung harus berbuat apa?ia takut dengan membalas pelukan itu akan mambuatnya semakin sakit. Tapi Senja pun tak memungkiri jika ia pun juga sangat merindukan Bara dalam hidupnya. "Kenapa punggungmu jadi kurus sekali?" tanya Bara sembari melepas pelukan pelan dan menggenggam kedua jari tangan Senja. "Ah gak apa kok, itu karena kamu gak pernah muncul dihadapanku lagi,hahaha" jawab Senja mencoba mengalihkan pembicaraan tentang keadaanya. "Maaf ya... Anya benar-benar protektif dan super manja ternyata"sambil mengusap kening Senja. Dalam hati Senja saat ini, benar-benar bahagia bertemu dengan Bara, tapi ia pun merasakan kesedihan yang dalam juga, karena Bara hanya akan singgah sebentar menanyakan keadaannya setelah itu pergi entah kemana. "Tumben inget dan langsung kesini?" pertanyaan yang aneh untuk ditanyakan, karena Bara hampir saja menghilang bak ditelan bumi. "Kangen" suara Bara lirih, tak seperti sebelumnya saat mereka bersama, bagai Tom and Jerry. Jawaban Bara membuat suasana menjadi hening sesaat. "Yuk diminum yuk... maaf ya... minumanya datangnya lama, tante harus nyiapin nutrisi buat Senja dulu tadi" bu Nita hadir mencairkan keheningan. "Gak apa tante, udah ketemu Senja aja udah lega banget lho te" tambah Bara dengan senyum yang memang tak bisa dibohongi, Bara terlihat bahagia saat ini. "Bara kemana aja kok gak pernah kesini? padahal cuma beda blok saja?" bu Nita mulai kepo. "Bara sibuk bu... ada pacar.hehehehe" Senja malah ikut menjawab dengan asalnya. "Enggak ko tante, kemarin emang lagi banyak tugas aja" jawab Bara mencoba megelak. "oalah... ya sudah dilanjut ngobrolnya, jangan keburu pulang, nanti makan siang disini ya Bar?" Bara menjawabnya dengan menggangguk dan tersenyum. Sementara itu bu Nita pergi meninggalkan dua sahabat yang lama tak bersua, obrolanpun mereka lanjutkan. "Selama gak aku antar jemput kamu sama siapa?" pertanyaan Bara seperti mengandung kecurigaan. "Pacar" Senja asal jawab dan berusaha berwajah serius. "Pacar? kamu punya pacar?" Bara terheran. "Iya lah... masak abang doang yang punya pacar!?" jawab Senja sedikit ketus, terlihat raut wajah Bara memerah dan seperti tak suka mendengar jawaban Senja. Selama ini Bara pun merasakan ada sesuatu yang hilang, ia kehilangan canda tawa bersama Senja, ada bagian dalam hatinya yang tak sempurna, meski ia telah menjalin asmara dengan Anya, hubungannya dengan Anya yang baru 6 bulan tak seperti yang ia fikirkan, sering bertengkar, cemburu dengan hal-hal yang tak seharusnya ia cemburui. "Tapi bohooong!!! hahahaha" Senja menggoda dan membuyarkan lamunan Bara, seketika membuat Bara gemas dan mencubit pipi Senja. Obrolan keduanya pun kembali seperti sebelumnya, sebelum ada tembok pemisah diantara mereka. Bara terlihat sesekali mencuri pandang pada Senja, meski sebelumnya mereka sangatlah dekat dan akrab, namun setelah beberapa bulan tak bersama membuat Bara merasa begitu istimewa bersama Senja. Entahlah perasaan Bara yang plinplan atau memang Bara baru menyadarinya. "Oh iya... no HP kamu ganti neng?" tanya Bara. "Enggak ganti kok, cuma jarang aktif, hehehe" jawab Senja kalem. "Nah kok bisa gitu? secara gadis bernama Senja kan gak pernah jauh dari gadget?" selidik Bara. " Ya habis mau dipakek buat apa coba? gak ada yang bisa dihubungi dan gak ada yang ngehubungi juga kan? paling aktifnya waktu pesan ojol doang. hehehe daaaaan kalau ngedrakor pakai laptop aja, lebih legaan lihatnya". Bara terdiam mendengar jawaban Senja, rasa bersalah terlintas disana, Hp itu adalah hadiah ulang tahun darinya, agar Senja bisa menhubungi dan dihubungi sepanjang hari olehnya, hp yang lebih canggih dari milik Senja sebelumnya. Tapi kini Bara pulalah yang hampir saja membuat komunikasi diantara mereka hilang. "Maaf ya" Bara menggenggam tangan Senja dan mencium dengan penuh rasa penyesalan. Seketika tindakan Bara membuat Senja menangis dan sekaligus heran, benarkah apa yang dilakukan Bara ini? Bara sudah memilik kekasih, dan memperlakukannya seperti layaknya seorang kekasih. "Aku gak apa kok Bar, Ya...ya udah yuk kita makan" Senja menarik tangannya dengan cepat dan berdiri berjalan menuju dapur. Bara mengikuti langkah Senja menghampiri bu Nita yang sedari tadi memasak untuk makan bersama siang itu.

***

Bu Nita menata beberapa jenis sayur rebus diatas piring, Senja menarik kursi dimeja makan bundar itu, Bara pun mengikuti gerakan Senja tanpa disuruh. "Sayang... hari ini ibu nggak dapat brokoli hijau, seadanya dulu ya?" ucap lembut bu Nita pada putri semata wayangnya yang tengah berjuang melawan sakit."Brokoli hijau??? sejak kapan neng suka brokoli? jawab Bara penuh keheranan. Brokoli adalah sayur yang paling tidak disukai oleh Senja sejak kecil, jangankan memakanya, melihatnya saja Senja tak mau. Bukan phobia pada sayur brokoli, tapi senja tak suka dan merasa ingin muntah melihatnya. "Lain dulu lain sekaranglah, kita musti jaga hidup sehat, go healty!!!" Senja berbicara lantang dibarengi dengan mengangkat tangan bak pekik kemerdekaan. Bu Nita mempersilahkan Bara untuk segera memenuhi isi piringnya dan memakanya sebelum dingin. Bara makan sambil sesekali melihat ke arah Senja, begitu banyak hal yang tak lagi ia fahami. Senja dengan air putih hangat, makan tanpa nasi dan hanya digantikan dengan rebusan kentang ditemani beberapa jenis sayur tanpa ada saus pendamping penambah rasa sedap. Tubuh yang sedikit agak kurus dengan rambut diikat tinggi, " Oh iya obatnya ibu ambilkan ya?" ibu berdiri berjalan menuju kamar Senja, langkah ibu terhenti saat Senja berlari kecil menghampiri ibunya "biar aku saja bu, ibu temani Bara makan,hehehe" Senja langsung masuk kamar dan menutup pintunya. Lagi-lagi hal yang tak biasa dilakukan Senja membuat Bara benar-benar gagal faham, Senja selalu menurut apa kata ibunya, jangankan untuk mendahului langkah ibunya, tidak mengiyakan ucapan ibunya adalah pantangan untuk dia. Tapi kali ini Senja tak seperti Senja beberapa bulan lalu. Saat Senja tengah berada di kamar untuk meminum obat dan berfikir sejenak menyiapkan jika ada pertanyaan-pertanyaan Bara tentang hal yang telah terlewatkan, Bara mencoba menanyakan beberapa hal yang tak ia fahami. Bara adalah cowok yang cerdas, ia tak akan bertanya to the poin untuk hal yang bersifat sangat pribadi, tapi pertanyaannya selalu mendapatkan jawaban yang tepat. "Tante... sejak kapan Senja suka brokoli?" pertanyaan yang jika bu Nita salah langkah dalam menjawab dapat bisa membuat Senja sedih dan kecewa." Oh.... itu sejak kapan ya? tante juga lupa Bar,apa sejak dia sakit itu Bar" jawab bu Nita dengan penuh kecemasan. "Sakit? sakit apa tante?" selidik Bara , bu Nita bingung jawab apa, karena beliaupun belum menanyakan hal ini pada Senja , apakah Bara diijinkan untuk tau kebenaranya atau tak boleh tau "Tante....!" sahut Bara lagi agar bu Nita yang kebingungan segera memberikan jawaban atas pertanyaannya. " Habis kena typus aku, lamaaaaa banget, ada hampir dua bulanan, makanya sekarang jadi lebih jaga pola makan sehat,hehehe" Senja muncul dan berhasil menyelamatkan ibunya dari pertanyaan Bara. Tapi Bara tak puas dengan jawaban Senja, karena aneh untuknya jika hanya typus Senja bisa seberubah ini. " Sampai harus 360 derajat mengganti isi piring?" tanya Bara lagi, " Ya....ya iya... harus, karena typus itu gak enak lho" jawab Senja sedikit kelabakan. "Seorang Senja sampai doyan brokoli hanya karena typus?"kali ini Bara benar-benar berubah menjadi seorang wartawan. Bu Nita tidak ingin melihat perdebatan diantara kedua sahabat ini, " Ya ampuuun... tante lupa, tante ada bikin salad buah kesukaan kamu lho! tante ambil ya?" tak menunggu lama saladpun dihidangakan dipiring masing-masing. Ibu melihat ke arah Bara dan Senja, sesekali ibu menanyakan sekolah dan keseharian Bara, agar Bara melupakan pertanyaan yang dapat membuat bingung Senja. Hingga makan selesai dan Bara pamit pulang, "terima kasih tante, Bara pamit ya" Bara mencium punggung pergelangan tangan bu Nita, kemudian melangkah menuju ruang tamu mengambil jaket tas dan kunci motor yang berada di meja tamu. Senja mengikuti langkah Bara, mengantarkan Bara hingga ke teras depan. Bara berdiri tepat dihadapanya, melihat sahabat kecilnya dari atas hingga bawah, ingin pamit tapi terasa sulit. Bara memeluk Senja tanpa ada kata terucap dan saat Bara benar-benar pamit pulang hanya ini yang terdengar "Tetaplah jadi Senja yang ku kenal, jangan pernah ada yang berubah" melepaskan pelukan dan pulang. Senja melambaikan tangan dengan segenap perasaan yang kacau balau, tangisnya pecah seiring berlalunya Bara dari pandangan. "Aku tetaplah Senja Bar"