Netta merasa jantungnya kembali berdetak setelah sekian lama saat melihat Max.
" Angkat wajahmu! Bos sedang bicara denganmu!" kata Wayan. Max memejamkan matanya, lalu perlahan dia mengangkat wajahnya. Deg! I miss you so much, Arnetta Johanson! batin Max dengan wajah sedih. Netta berdiri dihadapan Max dengan wajah yang tak bisa dilukiskan.
" Ada apa kamu ingin bertemu saya?" tanya Netta datar, dia sekuat tenaga menahan diri untuk menumbuhkan rasa bencinya pada sosok....pada sosok...
" Saya hanya ingin tahu keinginan Bos agar bisa membuat proposal sesuai dengan yang Bos harapkan!" jawab Max dengan sekali nafas.
" Bos?" panggil Wayan saat melihat Netta hanya terdiam setelah Max bicara.
" Hm? Jika kamu adalah seorang pegawai yang handal, seharusnya kamu bisa membuat proposal seperti yang saya inginkan!" jawab Netta tegas.
" Karena itu saya ingin tahu apa yang ada di benak Bos, jadi saya bisa membuat proposal itu!" jawab Max, membuat Netta kesal.
" Jika kamu tidak bisa membuatnya...kamu boleh kemasi barang-barangmu dan angkat kaki dari perusahaan ini!" kata Netta tegas. Wayan yang mendengar ucapan Bosnya jadi terkejut, karena dia baru tahu jika Bosnya memiliki sifat yang keras dan kejam.
" Baik! Beri saya waktu, saya akan memperbaiki semua!" kata Max.
" Aku beri kamu waktu sampai besok pagi! Kalau kamu masih belum bisa memberikan revisi itu, bawa barang-barangmu dari sini!" kata Netta tegas.
" Baik, Bos! Saya janji besok pasti sudah selesai!" jawab Max meyakinkan Netta.
" Bagus! Pergilah!" kata Netta.
" Permisi, Bos! Maaf! Jika saya menyakiti Bos!" kata Max tersirat dan Netta tahu apa maksud ucapan Max. Hanya Wayan yang bingung karena apa yang diucapkan oleh Max. Menyakiti? Apa Bos merasa tersakiti hanya karena sebuah proposal? batin Wayan bingung. Max menundukkan kepalanya lalu pergi tanpa memandang Netta.
" Permisi, Bos!" kata Wayan. Netta menganggukkan kepalanya. Saat Wayang pergi dan pintu tertutup, tubuh Netta terhuyung kebelakang dan bersandar pada mejanya. Netta memejamkan matanya dan memegang perutnya. Dia begitu kurus dan tidak rapi! Apakah benar dia ayah dari putraku? Kenapa dia...Apa dia...Tidak! Aku tidak boleh lemah! Dia pasti bahagia dengan anak istrinya dan membiarkan aku hidup menderita! batin Netta melawan rasa kasihan dalam dirinya.
Jam sudah menunjukkan angka 5 sore, semua karyawan meninggalkan ruangannya untuk pulang.
" Pak Max! Apa belum selesai?" tanya salah seorang pegawai pria yang satu divisi dengan Max.
" Iya, Pak! Kita sudah membuatnya hingga 5 kali dan menurut saya proposal ini sangat sempurna!" kata yang lain.
" Kalo kalian akan pulang, kalian pulang saja! Kasihan anak-anak kalian! Biar saya yang mengerjakannya!" kata Max tanpa melihat mereka.
" Maaf, ya, Pak! Tapi Bos kita itu benar-benar keterlaluan! Beberapa kali dia menyiksa divisi kita terutama Pak Max! Padahal divisi lainnya santai-santai saja!" kata pegawai yang wanita.
" Sudahlah! Jangan menyalahkan Bos kita, dia hanya berusaha untuk memajukan perusahaan!" sahut Max.
" Tapi nggak seperti ini, Pak! Ini kerja rodi namanya!" kata pegawai wanita itu lagi.
" Sudahlah! Kalian pulang saja!" kata Max. Uhuk! Uhuk! Hatsi! Hatsi! Max batuk-batuk dan bersin-bersin.
" Pak! Sebaiknya bapak pulang! Sepertinya bapak kurang sehat!" kata pegawai wanita yang lain.
" Saya nggak apa-apa, Wen! Hanya sedikit masuk angin gara-gara kehujanan di Singaraja kemarin!" kata Max.
" Saya akan menemani Pak Max!" kata Wenny.
" Baiklah, kami pamit dulu, Pak!" kata yang lain. Lalu tinggallah mereka berdua di dalam ruangan. Max fokus pada layar laptopnya, sementara Wenny memandang Max dengan tatapan teduh. Aku yakin jika jambang itu di cukur habis, kamu pasti terlihat sangat tampan! batin Wenny.
Sementara itu Netta sedang bersama dengan seseorang di ruangannya, jadi dia menunda kepulangannya sejenak.
" Apa kamu tidak terlalu keras padanya, Net?" tanya tamu Netta.
" Aku malah merasa ini terlalu lembut, Di!" kata Netta.
" Aku mendengar dari Ken jika kamu membuatnya bekerja sangat keras dari yang seharusnya!" kata Diana.
" Itu belum cukup dengan apa yang dia perbuat padaku selama ini!" jawab Netta datar.
" Aku hampir tidak mengenalmu, sis!" kata Diana.
" Aku masih Arnetta yang dulu! Hanya saja saat aku memimpin perusahaan ini, aku menjadi Arnetta yang berbeda!" kata Netta tegas.
" Ya, sudahlah! Asal kamu tidak akan menyesali semua yang kamu lakukan padanya!" kata Diana.
" Tidak akan! Aku belum merasa puas jika dia belum hancur berkeping-keping dan menderita!" kata Netta dingin.
" Jangan membuatku bergidik dengan kata-katamu itu! Aku takut kamu akan terperosok di dalamnya!" kata Diana lagi. Tok! Tok!
" Masuk!" kata Netta saat pintunya diketuk.
" Bos! Apa saya boleh pulang?" tanya Wayan.
" Iya!" jawab Netta.
" O, iya, Bos! Seperti yang dia bilang, dia saat ini sedang lembur menyelesaikan proposal itu!" kata Wayang.
" Bagus! Apa dia sendiri?" tanya Netta yang tahu persis tidak akan ada yang mau membantu Max.
" Ada Wenny yang nemenin, Bos!" jawab Wayan.
" Wenny?" ucap Netta, hatinya bergetar mendengar ada wanita yang rela mendampingi Max menyelesaikan proposal tanpa diminta.
" Suruh dia pulang! Jika tidak mau, pecat saja!" kata Netta kesal.
" Siap, Bos!" kata Wayan.
" Apa kamu cemburu?" tanya Diana. Deg! Netta terkejut mendengar ucapan Diana. Cemburu? Rasanya seumur hidup aku hanya sekali merasakan cemburu dan itu karena...
" Tidak ada waktu untuk cemburu ato apa itu!" kata Netta datar. Diana hanya menghela nafas mendengar ucapan Netta.
" Ayo kita pulang!" kata Netta lagi.
" Ayo! Aku takut Ken tidak bisa mengatasi mereka berdua!" kata Diana. Mereka pergi meninggalkan kantor Netta untuk pulang ke apartement yang dibeli oleh Ken untuk Netta. Jack sudah menjemput mereka di parkiran. Sepanjang perjalanan Netta hanya diam, wajahnya memancarkan aura gelap yang membuat orang yang memandangnya pasti bergidik. Sementara itu Max terus menyelesaikan proposal yang diinginkan Netta. Dia tahu jika Netta membenci dirinya dan Netta pasti sedang melakukan balas dendam padanya. Max menerima semua itu, bahkan dia rela mati jika memang akan membuat Netta puas. Dia mengambil sebuah titanium botol yang tipis dan membukanya, diminumnya isi dalam botol itu. Uhuk! Uhuk! Max terbatuk. Max melanjutkan pekerjaannya seorang diri di ruangannya.
" Mommy!" sapa seorang anak laki-laki.
" Boy! You miss me?" tanya Netta.
" Yes, mommy! I miss you so much!" jawab Malv senang.
" Mommy!" sapa seorang gadis cilik yang berlari mendekati Dioana.
" Baby! Are you good today?" tanya Diana mengecup pipi putrinya dengan gemas.
" Yes, mommy!" jawab Kenda.
" Kalian sudah datang!" kata Ken dari arah dapur.
" Honey!" sapa Diana lalu mengecup bibir Ken.
" Apa kamu tidak menciumku, Ta?" tanya Ken.
" Honey!" kata Dian memukul pundak Ken.
" Auch! What?" kata Ken. Netta membawa putranya naik ke atas ke kamarnya. Netta meletakkan putranya di atas tempat tidur dan dia masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Diana menggendong Kenda dan menepuk-nepuk punggungnya hingga tertidur.
" I miss you, honey!" bisik Diana sambil menyusupkan kedua tangannya di perut wanita itu.
" Ken! You just eat me at lunch!" kata Diana kesal.
" But i want dinner, honey!" kata Ken mesum.
" Ken! Apa kamu tidak kasihan sama anak yang ada dikandunganku?" tanya Diana yang langsung membuat Ken memasang wajah cemberutnya.