webnovel

KEMARAHAN EVAN

" Sayang! Jangan marah!" rayu Bella memeluk Evan dari belakang.

Evan yang sedang berdiri di balkon kamar Bella menghela nafasnya. Dia hanya diam saja mendengar ucapan Bella. Hatinya terasa sakit meskipun apa yang di katakan Bella memang harus dilakukannya.

" Sayang! Kamu ingat jika aku tidak boleh stres?" kata Bella manja.

" Kenapa kamu harus stres jika kamu akan bahagia dengan acaramu itu?" balas Evan dengan cemburu. Saat ini Bella yang menghela nafasnya, dia tahu jika Evan pasti merasa marah dan cemburu dengan rencana pertunangannya dengan Richard.

" Sayang! Apa kamu masih ragu dengan bukti akan keberadaan calon anak kita?" kata Bella dengan mencium punggung polos pria pencemburu itu.

" Aku hanya takut kamu meninggalkan aku, Ara!" ucap Evan memutar tubuhnya dan menangkup wajah Bella.

" Tentu saja tidak, Do! Aku sangat mencintaimu dan anak kita, bagaimana mungkin aku akan meninggalkanmu?" tutur Bella mengecup bibir pria di hadapannya itu. Bella sedikit berjinjit lalu melumat lembut bibir seksi Evan.

" Aku harus melakukan ini, Do! Aku tidak mau keluargaku malu dan kamu sangat tahu tentang itu!" ucap Bella.

" Lalu? Kapan aku bisa menemuimu dan anak kita?" tanya Evan sedih. Dia sangat berat berpisah dengan Bella.

" Aku akan menghubungimu, Babe!" jawab Bella dengan pelukan hangatnya yang di balas Evan dengan sangat erat.

" Aku tidak bisa bernafas, Papi!" ucap Bella pelan.

" Sorry!" balas Evan mengurai sedikit pelukannya.

" Aku tidak mau berpisah denganmu, sayang!" kata Evan lagi.

" Semua akan baik-baik saja! Dan kita akan bersama!" kata Bella dengan mata berkaca-kaca.

" Janji?" tanya Evan.

" Janji Boy Scout!" ucap Bella bergurau sambil menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Evan. Dia tertawa dengan airmata menetes di sebelah pipi kirinya.

" I love you so much Arabella Netta Smith!" bisik Evan dengan sepenuh hati.

" I love you more Evando Bakhtiar!" balas Bella menelusupkan wajahnya ke dalam dada Evan yang terasa sangat nyaman baginya.

Mereka kembali ke rumah masing-masing saat waktu menjelang malam. Evan mengantar Bella sampai rumahnya.

" Kamu yakin masuk sendiri?" tanya Evan.

" Iya, Do!" jawab Bella manja. Tangannya masih bergelayut manja di lengan pria tampan itu.

" Apa aku harus menginap disini?" tanya Evan menggoda.

" Jangan!" teriak Bella dengan cepat. Evan hanya tersenyum gemas melihat wajah Bella yang terkejut karena pertanyaannya.

" Kamu hanya menggodaku'kan?" rengek Bella.

" Hahaha! Mami lucu sekali, sih? Papi semakin cinta aja!" goda Evan lalu mengecup tangan Bella dengan lembut.

" Papi nyebelin!" kata Bella kesal.

" Mau masuk apa tidur disini saja?" goda Evan lagi saat melihat Bella cemberut dan hanya diam di kursinya.

" Papi ngeselin! Mami kesel sama papi! Ih!" teriak Bella manja lalu membuka pintu mobil dan langsung berlari ke arah pintu rumahnya.

" Eh! Jangan lari-lari! Nanti..." Evan menghentikan ucapannya saat melihat mata Bella yang melotot ke arahnya. OOppss! Hampir saja Evan kelepasan. Tapi dia sebenarnya tidak takut untuk mengatakan tentang kehamilan Bella pada keluarga Bella. Dia bukan pria pengecut yang akan lari dari tanggung jawab. Bella masuk ke dalam rumahnya dengan masih menyisakan kesal di wajahnya. Evan hanya tersenyum melihat sikap kekasihnya itu.

" Van?!" tiba-tiba Malv telah berdiri di pintu mobil Evan. Deg! Evan terkejut melihat kehadiran calon kakak iparnya tersebut. Sejak kapan Malv berdiri disana? Apa dia mendengar semua pembicaraanku? batin Evan sedikit khawatir.

" Ya, Kak?" balas Evan.

" Lo nggak masuk?" tanya Malv.

" Eh, nggak, Kak! Gue hanya nganter Ara aja! Sudah ditunggu di rumah!" jawab Evan seadanya.

" Ok, kalo gitu! Ati-ati!" kata Malv dengan wajah dinginnya.

" Iya, Kak! Gue pergi dulu!" kata Evan lalu menyalakan mobilnya dan meninggalkan rumah Bella.

Malv menatap kepergian Evan dengan wajah serius, entah apa yang dipikirkan oleh kakak Bella itu.

Beberapa menit kemudian, Evan sampai di rumahnya dan masuk ke dalam garasi di rumah orang tuanya. Dia termenung di dalam mobil sambil tersenyum mengingat kejadian bersama Bella tadi. Bayi! Aku akan memiliki bayi! Ya, Tuhan! Mama pasti akan sangat bahagia mendengar kabar ini! batin Evan. Dia masih tersenyum bahagia, dia meraih ponselnya dari dalam saku celananya dan membuka galeri ponselnya. Gambar hasil USG calon anaknya terlihat di layar ponselnya.

" Kamu harus cantik seperti mamimu!" ucap Evan ambigu. Dia mengharapkan anak perempuan yang ada di dalam perut Bella. Evan menutup galeri foto pribadinya lalu membuka aplikasi pesan.

@ Sayang

@ Jangan malam-malam boboknya

@ I love you and the baby M

Evan mengirim pesan-pesan tersebut tapi belum terbaca. Evan memasukkan kembali ponselnya lalu keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumahnya.

" Van!" tegur papanya.

" Darimana saja kamu? Istrimu bolak-balik ke kantormu, tapi kamu nggak ada!" kata papa Evan marah.

" Aku ada meeting diluar, Pa!" kata Evan datar.

" Kenapa telpon kamu nggak aktif?" tanya papanya lagi.

" Papa tahu'kan kalo aku selalu mematikan ponsel kalo sedang meeting!" jawab Evan.

" Apa begitu penting meeting itu selain istrimu?" kata papa Evan semakin marah.

" Ada apa'sih memangnya dengan Dania? Apa dia tidak tahu jika aku sedang bekerja? Manja sekali!" kata Evan kesal.

" Van!" teriak papanya dengan keras dan terkejut karena perkataan Evan.

" Aku ini kerja, Pa! Aku sudah minta dia untuk mencari kesibukan juga, karena proyek besarku sudah siap untuk dilakukan!" kata Evan juga marah.

" Dasar anak kurang ajar! Lepaskan saja proyek itu! Toh kita nggak akan jatuh miskin jika kamu tidak mendapatkan proyek itu!" kata papa Evan lantang.

" Apa? Nggak!..."

" Kamu..."

" Sudah! Sudah! Kenapa dengan kalian ini? Malu! Sejak kapan keluarga kita menjadi keluarga yang saling mengeluarkan suara tinggi?" potong mama Evan yang ternyata mendengar teriakan kedua pria itu.

" Anakmu ini sudah berani bersikap kurang ajar, ma!" kata papa Evan.

" Papa yang mulai duluan, ma!" bela Evan.

" Sudah! Cukup! Dania! Bawa suamimu ke kamar!" kata mama Evan. Dania mendekati Evan, tapi Evan dengan kesal berjalan melewati Dania dan mamanya menuju ke lantai 2.

" Mama lihat? Anak itu sudah tidak memiliki sopan santun lagi!" kata papa Evan kesal. Mama Evan hanya menghela nafas panjang, dia tahu pasti ada sesuatu yang mengganggu pikiran putra semata wayangnya itu. Sedangkan Dania terkejut melihat sikap cuek Evan padanya, dia takut jika Evan akan marah padanya karena telah mengadu akan kejadian hari ini pada orang tuanya. Dania dengan langkah pelan mendekati pintu kamarnya dan membukanya perlahan. Dia melihat Evan berdiri di pintu balkon kamar mereka. Dania masuk lalu menutup pintu kamar mereka.

" Apa maksud kamu mengadu sama papa?" tanya Evan seperti yang sudah Dania duga.

" Aku tidak mengadu! Aku ..."

" Dengar Nia! Aku tidak pernah sekalipun bersikap buruk selama pernikahan kita! Aku selalu memberikan semua yang kumiliki padamu! Apa masih kurang semua perhatianku padamu? Atau kamu ingin aku diam di rumah dan kamu yang bekerja?" kata Evan memutar tubuhnya dan menatap Dania dengan wajah penuh kemarahan.

" Aku..."

" Aku kecewa sama kamu!" kata Evan lalu dia berjalan ke kamar mandi dan menutup pintu kamar mandi dengan sedikit keras.

Dania terkejut, airmata menggenang di kedua matanya dan perlahan turun membasahi kedua pipi putih itu. Ada apa dengan kamu, Van? Kamu berubah! batin Dania sedih.