webnovel

Bukan Pernikahan Impian

"Cape ya? Sini aku pijitin ya..." tawar Ilene pada suaminya, Darrel. Melihat raut wajah Darrel yang terlihat kelelahan setelah seharian bekerja membuat perasaannya menjadi iba.

Darrel hanya tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.

Ilene menaikkan tangannya ke pundak kekar Darrel, tangannya dengan lihai memijat area itu dengan sekuat tenaga. Darrel terlihat menyukai pijatan istrinya sampai ia memejamkan mata.

Ilene tersenyum melihat Darrel yang rileks karena pijatan yang ia lakukan. Setelah dirasa cukup lama, ia melingkarkan tangannya di tubuh Darrel, memeluknya dari arah belakang. Aroma parfum maskulin yang menguar dari tubuh Darrel membuatnya candu. Siapa yang menyangka bahwa suaminya ternyata sangat harum.

"Ayo tidur, Len,"

Ilene terkesiap kaget saat merasakan tubuh Darrel yang tiba-tiba menjauh dari jangkauannya.

"Ayo tidur Sayang," ulang Darrel melihat Ilene hanya diam mematung tidak mengerti.

Raut wajah Ilene seketika berubah kecewa saat mendengar perkataan Darrel, "Tidur? tapi...." ucapannya menggantung di udara. Ia membasahi bibirnya dengan gugup. Setelah beberapa hari malam pertama mereka gagal dilakukan, Darrel malah mengajaknya untuk tidur? Sebagai wanita tidak mungkin ia yang terlebih dulu mengajaknya untuk bercinta. Ia terlalu malu untuk mengatakannya.

"Kenapa? Aku sangat mengantuk Sayang, pekerjaanku banyak sekali karena tidak masuk dalam beberapa hari terakhir, tolong mengertilah,"

"Tapi Mas, kamu tidak bisa tidur begitu saja sekarang," sergah Ilene kesal.

Darrel terlihat menguap lebar di hadapan Ilene tanpa memerhatikan raut wajah kesal yang ia tunjukkan. Pria itu berkata dengan nada lirih, "Aku benar-benar lelah hari ini, besok saja kita bicara, bagaimana?"

Ilene menghela nafas berat mendengar perkataan Darrel, meski ia merasa sangat kecewa, tapi ia tidak bisa memaksa Darrel melakukan kewajiban itu jika suaminya benar-benar lelah.

"Baiklah, istirahatlah," ucap Ilene akhirnya.

Darrel membaringkan tubuhnya di ranjang lalu memejamkan mata. Ilene menggigit bibir melihat Darrel yang tertidur pulas, ia mencoba menahan sesak yang ia rasakan. Sekali lagi, malam pertama yang ia dambakan kembali menelan kekecewaan.

Sudah hampir seminggu pernikahan mereka berlangsung, namun Darrel sama sekali belum menyentuhnya. Setelah pesta pernikahan yang dilangsungkan meriah, Darrel mendadak sakit hingga akhirnya ia merelakan malam-malam awal pernikahan mereka untuk mengurus suaminya hingga pulih. Sekarang setelah ia pulih dari sakitnya, alih-alih menemani istrinya, Darrel malah memilih untuk segera kembali ke kantor dengan alasan banyak project yang harus ia selesaikan.

Ilene tersentak kaget saat punggung Darrel tiba-tiba berbalik membelakanginya saat tidur. Benarkah ia sangat kelelahan? Kenapa sikap Darrel sangat berbeda dengan waktu pendekatan mereka dahulu? Kenapa Darrel terlihat sangat dingin setelah mereka menikah?

Pikirannya menerawang ke masa dimana mereka belum disatukan dalam pernikahan ini. Mereka bertemu dalam perjodohan yang diatur oleh kedua pihak keluarga. Hubungan mereka menjadi dekat setelah pertemuan itu, ia merasa senang karena Darrel orang yang humble dan sangat asyik diajak mengobrol. Darrel menjadi sering mengunjungi rumahnya dan bahkan mengajaknya berpergian beberapa kali. Bukan hanya itu, Darrel juga menjadi supir dadakan baginya, pria itu mengantarnya ke tempat mana pun ia akan pergi.

Awalnya Ilene hanya menganggap Darrel sebagai teman, namun segala perhatian yang pria itu curahkan membuat hatinya akhirnya luluh. Saat Darrel mengutarakan perasaannya, ia tidak bisa mengelak bahwa hatinya juga tercuri oleh segala kebaikan dan perhatiannya. Dorongan dari keluarga dan teman-temannya yang mendukung untuk berhubungan dengan Darrel semakin membuatnya yakin untuk menerima perasaan Darrel.

Semua berlangsung sangat singkat, mereka hanya berpacaran selama kurang lebih dua bulan lamanya. Kedua orang tua Darrel mendesak mereka untuk segera menikah, akhirnya mereka memutuskan melangsungkan pernikahan di bulan keempat hubungan mereka.

Banyak yang mengatakan bahwa pernikahan yang dijalani oleh Ilene adalah pernikahan yang diimpikan oleh seluruh wanita. Bagaimana tidak? Darrel merupakan pria tampan yang mapan, ia merupakan manager perusahaan ternama Hero Grup, perusahaan yang tidak hanya dikenal di dalam negeri namun juga tengah melebarkan sayapnya ke manca negara. Ilene cukup bangga dengan jabatan yang dimiliki Darrel, siapa yang menyangka jika Darrel akan memilihnya diantara banyak wanita cantik yang berkeliaran di sekitarnya.

Tapi, kenapa pernikahan yang dianggap sempurna itu kini terasa sangat semu? Awal-awal pernikahan yang seharusnya menyenangkan kini terasa dingin dan sepi. Butiran kristal meleleh dari mata Ilene tanpa ia sadari. Ilene menghela nafas berat lalu menghapus air matanya kasar. Ia mencoba memejamkan matanya agar ia tidak semakin berpikiran buruk. Mungkin Darrel memang sangat kelelahan. Ya, mungkin saja.

****

"Menginap di luar kota?"

Ilene terkejut saat mendengar perkataan Darrel di telepon sore ini.

"Kenapa mendadak menginap di luar kota?" tambahnya lagi dengan nada sinis. Tadi pagi saat hendak berangkat ke kantor, Darrel tidak mengatakan apapun padanya soal rencananya kepergiannya ke luar kota. Lalu kenapa sekarang Darrel tiba-tiba berkata bahwa ia akan menginap disana?

"Iya Sayang, ada project yang harus aku kerjakan hari ini dan tidak bisa ditunda," jawab Darrel di seberang sana dengan nada tenang.

Ilene menghela nafas berat, dadanya menjadi sesak kembali mendengar alasan Darrel yang tidak jauh berbeda. Lagi-lagi soal pekerjaan dan project yang entah apa namanya. Bibirnya memberenggut kesal, sebenarnya untuk apa Darrel menikahinya jika ia malah ditinggalkan pergi begitu saja sesuka hati?

"Memangnya tidak bisa jika project itu dialihkan ke orang lain? Memangnya hanya kamu yang bekerja di perusahaan itu?" desisnya dengan nada sinis, segala kekesalan dan kekecewaan yang dirasakan olehnya sejak semalam memuncak hari ini.

"Sayang, bukankah sejak awal sebelum menikah, aku selalu bilang bahwa aku akan selalu sibuk di luar? Bukankah kamu juga bilang bahwa kamu akan mengerti dengan semua kesibukanku?"

Ilene mendesah berat mendengar pertanyaan yang dilontarkan Darrel. Ia memang pernah berkata seperti itu, tapi ini sudah di luar batas kewajaran.

"Ya, tapi aku tidak tahu jika kamu akan sesibuk ini bahkan saat kita seharusnya menjalani bulan madu!" pekiknya dengan suara bergetar. Ia mencengkram sisi meja, mencoba meredakan berbagai emosi yang menggelegak di dalam dada. Air matanya kembali mengalir deras. Baru beberapa hari mereka menikah, tapi mereka sudah berdebat hal yang tidak penting.

"Sayang, tolong mengertilah, pekerjaanku merupakan pekerjaan yang penting dan tidak bisa begitu saja aku tinggalkan. Setelah semua project ini selesai, aku pasti akan meluangkan waktu untukmu,"

"Tapi kapan projectmu itu selesai?" Ilene menjerit. Emosi yang ia rasakan sudah membuat pikirannya menjadi kacau. Ia tidak bisa lagi mengontrol semua kata-kata yang keluar dari mulutnya hingga tanpa sadar ia membentak Darrel di telepon.

"Aku tidak ada waktu untuk berdebat denganmu, atasanku menunggu. Maafkan aku, akan kubawakan oleh-oleh nanti setelah pulang. Kumohon mengertilah,"

"Aku tidak butuh oleh-oleh, aku mau kamu..."

Tut tut tut

Ilene melempar gagang telepon itu kasar saat sambungan panggilannya diputus oleh Darrel begitu saja.

Air matanya tidak juga berhenti mengalir. Kenapa kehidupan pernikahan mereka malah menjadi seperti ini? Ini bukanlah pernikahan impian, ini seperti neraka. Apa sebenarnya yang tengah terjadi? Kenapa Darrel terasa sangat sulit dijangkau sekarang?