2 Kenapa Kamu Tidak Mau Menyentuhku, Mas?

Alis Ilene terangkat melihat bawaan Mas Darrel yang sangat banyak setelah pulang dari luar kota hari itu.

"Apa ini?" Tanyanya penasaran sambil menunjuk bungkusan besar yang berada di tangan Darrel.

"Oleh-olehku untuk kamu," ungkap Darrel singkat lalu menaruh semua barang bawaannya di lantai.

Ilene terkejut mendengar jawabannya, ia kembali menatap bungkusan itu heran, "Ya, tapi kenapa sebanyak ini?"

Darrel terlihat menggaruk tengkuknya dengan gugup, "Saat menelepon kemarin kamu terdengar sangat marah, jadi aku membelikan banyak barang untukmu."

Perasaannya menjadi hangat mendengar penuturan Darrel. Ia segera menghampiri bungkusan-bungkusan itu dengan senyum mengembang. Ilene berjongkok untuk memeriksa semua isi bungkusan itu, "Ini semua untukku?" tanyanya kembali dengan nada tidak percaya.

Darrel menganggukkan kepalanya lalu balas tersenyum, "Ya, aku tidak tahu apa yang kamu inginkan, jadi aku membeli semuanya."

Ilene bangkit dari posisi berjongkok lalu balik memeluk Darrel erat, "Maaf, aku membentakmu kemarin," ucapnya merasa menyesal karena telah bersikap kekanakkan.

Darrel melepaskan pelukannya lalu balik tersenyum.

"Tidak apa-apa, kamu tidak marah lagi, bukan?"

Ilene menganggukkan kepalanya, ia merasa sangat bersalah karena sudah meluapkan amarahnya di telepon kemarin. Untunglah Darrel segera menyudahi teleponnya begitu saja, jika tidak, ia pasti berkata sesuatu yang akan ia sesali.

"Kamu tidak akan kembali ke kantor lagi bukan setelah ini?" tanya Ilene hati-hati.

Darrel menggelengkan kepalanya lalu menjawab pelan, "Aku akan istirahat di rumah hari ini,"

Senyumnya kembali terbit mendengar jawaban Darrel. Jadi hari ini Darrel akan menemani istrinya seharian? Ini kejutan yang menyenangkan.

"Baiklah kalau begitu, ayo kita makan, kamu pasti lapar,"

Ilene segera menarik tangan Darrel agar mengikutinya. Sebelah tangannya membawa satu bungkusan, sedangkan bungkusan lainnya dibawa oleh Darrel. Darrel hanya tersenyum lalu mengikuti langkah Ilene dari belakang.

****

Hari ini hari yang menyenangkan. Selama sehari penuh Darrel mengajaknya berkencan layaknya pasangan pada umumnya. Darrel mengajaknya menonton film lalu melanjutkan acara mereka dengan makan malam romantis di sebuah restoran bintang lima. Tidak henti-hentinya senyuman terukir di wajah Ilene hari ini. Ini hari pernikahan terbaik yang ia rasakan selama menikah dengan Darrel. Darrel memang selalu memiliki cara ampuh untuk membuat moodnya kembali.

"Kamu senang?" Tanya Darrel saat mereka akhirnya tiba di rumah.

"Terima kasih atas kencannya Mas," Jawab Ilene penuh semangat.

Darrel hanya tersenyum lebar mendengar jawabannya, lalu berkata, "Aku akan mandi terlebih dulu,"

Ilene menganggukkan kepalanya, membiarkan Darrel pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih.

Ilene kembali tersenyum sendiri bagai orang gila. Hari ini Darrel tidak akan pergi kemana-mana dan hanya akan menemaninya. Darahnya berdesir tiba-tiba, apa hari ini mereka akan melakukan malam pertama mereka yang tertunda? Jantungnya meloncat-loncat tidak karuan di dalam sana. Ia terlalu gugup, apa yang harus ia persiapkan?

Ia menghampiri lemari lalu mengacak-acak setengah isi di dalamnya.

Ketemu. Ilene mengangkat lingerie berwarna merah muda dengan potongan kerah v neck yang melorot ke bawah. Lingerie ini pemberian Diandra, sahabatnya yang otaknya sedikit geser dan jahil. Sepertinya ia harus berterimakasih pada Diandra karena memberinya kado lingerie sexy ini. Darrel pasti menyukainya. Ia kembali tersenyum lebar, seharusnya ini cukup membuat "milik" Darrel terbangun di bawah sana.

Setelah Darrel selesai mandi, ia diam-diam menyurukkan lingerie itu ke dalam handuk. Ia merasa malu jika Darrel mengetahuinya sebelum ia memakainya di dalam. Ilene segera berlari terbirit-birit ke kamar mandi saat Darrel tidak memperhatikan.

Ia mandi lama sekali. Dengan semangat membara, Ilene menggosok seluruh area tubuhnya lalu menyabuni tubuhnya beberapa kali agar tidak ada kotoran yang menempel disana. Ini malam pertama mereka, tentu saja semuanya harus terasa istimewa.

Ilene memandangi pantulan tubuhnya yang kini telah dibalut lingerie yang tadi ia bawa. Lingerie ini menampilkan seluruh lekuk tubuhnya tanpa terhalangi. Ia menggigit bibir, apa ini berlebihan? Ia segera menggelengkan kepalanya kuat-kuat, tidak ada salahnya berbuat hal seperti ini untuk menyenangkan suami, bukan?

"Kamu mandi lama sekali..."

Ilene menelan ludah saat Darrel terlihat sangat terkejut dengan pakaian yang ia kenakan. Wajah Darrel yang tiba-tiba memerah membuatnya semakin gugup. Apa Darrel mulai tergoda? Dengan ragu, Ilene mulai berjalan mendekati Darrel.

Namun, perkataan Darrel selanjutnya membuat khayalannya menjadi bercerai-berai, hancur berantakan.

"Apa yang kamu pakai itu? Bajumu tipis sekali,"

Secara otomatis bibir Ilene kembali terlipat mendengar komentar Darrel. Apa pakaian ini terlihat buruk di matanya?

"Pakailah pakaian yang benar nanti kamu masuk angin!"

Ilene berdecak mendengar perkataan Darrel selanjutnya. Ia kembali membrenggut kesal, tanpa banyak bicara ia membaringkan tubuhnya lalu membelakangi Darrel. Menyebalkan. Kenapa Darrel sangat tidak peka?

Rasa kesalnya tidak juga berkurang meski Darrel mulai menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang hampir setengah polos.

Rasa kesal yang telah mencapai ubun-ubunnya membuat Ilene akhirnya membalikkan tubuh. Darrel terlihat terkejut dengan gerakannya yang tiba-tiba. Begitu pula Ilene yang tidak menyangka bahwa sekarang jarak mereka begitu dekat.

Aroma maskulin yang menguar dari Darrel membuat kepalanya menjadi tidak bisa berpikir. Ilene ingin menyentuhnya dan mencium aroma itu lebih dekat lagi. Dengan perlahan ia memajukan tubuhnya yang semakin membuat jarak mereka terkikis. Jika Darrel tidak berniat untuk berinisiatif untuk memimpin, maka ia yang akan memulai permainan mereka.

Namun, saat bibirnya hampir menyentuh bibir Darrel, pria itu tiba-tiba melonjak berdiri membuat Ilene terkejut setengah mati.

"Kenapa? Ada apa?"

"Aku.... Aku harus pergi," jawab Darrel panik

Ilene merasa bingung mendengar perkataan Darrel. Pergi? Tapi kenapa?

Darrel terlihat tidak berniat menjelaskan, ia malah mengambil ponselnya lalu berjalan hendak keluar kamar.

Ilene yang masih tidak paham dengan tingkah Darrel yang membingungkan segera menghalangi langkahnya.

"Jelaskan terlebih dulu! Kenapa kamu menghindar, Mas?" Tanya Ilene dengan bibir gemetar. Ia menggigit bibirnya, mencoba menahan agar tangisannya tidak pecah di hadapan Darrel. Semua perasaannya bergejolak di dalam sana, kecewa, marah, bingung?

Darrrel tidak menjawab dan malah menampilkan raut wajahnya yang kebingungan. Ilene semakin emosi melihat respons pria itu yang tidak sesuai harapan.

"Sudah seminggu kita menikah, tapi... Tapi kenapa kamu tidak mau menyentuhku?" Ia menjerit kencang. Hatinya serasa teriris mengingat sikap Darrel yang mengecewakan dari awal pernikahan mereka.

"Kamu selalu pulang malam dan beralasan bahwa kamu lelah. Apa salahku? Kenapa kamu menolak untuk berhubungan denganku?" Pekik Ilene. Ia tidak peduli jika ada tetangga yang mendengar suara mereka kali ini. Ia begitu kecewa, awal pernikahan yang seharusnya menjadi hawa surga yang menyejukkan kini terbakar begitu saja. Ia tidak mengerti, lelaki yang telah berjanji akan menjaga perasaannya, malah dia juga yang membuat perasaannnya menjadi hancur tak berbentuk. Apa sebenarnya arti dari janji yang ia ucapkan tempo lalu?

"Jelaskan padaku Mas, sebenarnya kenapa kamu menikahiku?" Pertanyaan yang sudah ia pendam beberapa hari terakhir akhirnya lolos begitu saja. Ilene menatap Darrel, menunggu jawaban yang keluar dari mulutnya dengan wajah tidak sabar.

avataravatar
Next chapter