webnovel

Tumbangnya Bos Lantai 10 Dungeon Luxurie

Suara tulang-tulang yang hancur langsung terdengar saat tekanan udara yang tercipta dari pukulan Satria menghantam ribuan tulang yang melesat ke arahnya. Ratusan tulang yang tidak terhantam tekanan udara langsung menancap di tanah tanah yang terkena tulang-tulang tersebut terlihat berubah ungu pertanda tulang yang menancap itu mengandung racun.

Skullix yang sudah kehilangan kedua tangannya tampak berusaha untuk bangkit lagi, sementara Satria tidak membuang waktu dan melesat menuju ke arah tangan kiri Skullix yang tergeletak di tanah. Dengan satu tangan saja Satria mengangkat pedang besar berukuran raksasa milik Skullix, tanpa ampun Satria langsung menebaskan pedang Skullix ke tubuhnya sendiri hingga pinggangnya terpotong.

Tubuh Skullix langsung terbagi dua dan kembali ambruk ke tanah, melihat tuannya terpotong. Skeleton raksasa yang sedang dilawan oleh Squad Raven langsung bergerak menuju Satria, tapi dengan cepat Satria melemparkan pedang besar milik Skullix hingga menghantam skeleton raksasa sampai hancur.

'Bbrreeghh'

Pedang yang dilemparkan Satria langsung menancap di dinding dungeon. Kini Skullix hanya bisa meraung kesakitan setelah tubuhnya terpotong menjadi dua. Raven dan teman-temannya tidak bisa berkata apa-apa lagi, dengan nafas yang tersengal-sengal mereka hanya bisa melihat Satria dari kejauhan.

"Sayang sekali kau berhadapan dengan orang yang salah. Semua kelemahan, kekuatan dan skillmu sudah aku ketahui," ucap Satria yang berdiri diatas rangka tulang dada Skullix.

"Sangat menyenangkan bisa bertarung denganmu lagi Skullix, tapi aku akan segera mengakhirinya," kata Satria sambil mengangkat tinju tangan kanannya ke atas.

"Maksimal attack," ujar Satria.

"Air punch!" teriak Satria seketika langsung menghantamkan tinjunya ke rangka tulang dada Skullix.

'Gggaawwwrrrr'

Skullix terdengar meraung lagi sebelum akhirnya tulang-tulang tubuhnya mulai hancur berkeping-keping. Jika sistemnya masih sesuai dengan game maka tulang-tulang serta armor dan senjata setiap bos monster akan lenyap dalam waktu satu menit setelah dikalahkan. Selain itu jika di dalam game setiap bos lantai dungeon yang dikalahkan akan menjatuhkan item tertentu setelah tubuhnya lenyap.

"Dia bahkan bisa menggunakan tehnik seorang fighter dan swordman. Bagaimana bisa seorang priest melakukannya?" ujar Raven dengan nafas terengah-engah sementara itu Sil sedang sibuk menyembuhkan rekannya yang lain.

"Kau benar, dia bukanlah petualang biasa," timpal Zord. Mereka semua terus memperhatikan Satria yang berjalan mendekat sambil membawa tombaknya sementara pisaunya sudah dia masukan lagi ke balik bajunya.

"Kalian baik-baik saja kan?" tanya Satria,

"I-ya," jawab Raven.

"Syukurlah. Pertarungan kali ini benar-benar menyenangkan," kata Satria seraya tersenyum.

"Si-apa sebenarnya dirimu?" tanya Raven.

"Aku adalah Satria, petualang biasa yang ingin dikenal dunia apa adanya," jawab Satria.

"Tapi, bagaimana bisa kamu mengalahkan bos lantai sepuluh itu dengan tehnik dari job class yang berbeda?" tanya Zord.

"Latihan, itulah intinya. Siapapun bisa melakukannya, tapi jangan pernah memaksakan diri dan membuang-buang waktu untuk mencobanya," jawab Satria.

"Oh iya, aku juga berharap kejadian ini tidak kalian beritahukan kepada petualang yang lainnya. Sebab percuma saja, mana mungkin ada yang percaya jika ada seorang priest yang mengalahkan bos lantai 10 dungeon sendirian," sambung Satria.

"Tapi-" belum sempat Raven menyelesaikan ucapannya Satria sudah memotongnya lagi.

"Aku khawatir kalian akan berada dalam bahaya jika memberitahukannya, mungkin ada orang yang tidak suka kepadaku dan malah menjadikan kalian sebagai sasarannya. Karena itulah aku harap kalian berlima tidak memberitahukannya kepada siapapun, ini demi kebaikan kalian sendiri," potong Satria sembari menepuk pundak Raven.

"Kami pasti tidak akan memberitahukannya, lagipula kami berhutang nyawa kepada tuan," tukas Lea yang juga datang menghampiri.

"Kalian tidak perlu bersikap formal seperti itu, panggil saja aku seperti sebelumnya," tutur Satria. Lea hanya mengangguk pertandan mengerti.

"Oh iya. Apakah saat bos monster dikalahkan petugas yang menjaga dungeon akan mengetahuinya?" tanya Satria.

"Setahuku tidak, biasanya squad atau guild yang mengalahkannya akan melaporkannya secara langsung kepada petugas. Mereka lalu akan memperkirakan waktu respawnnya kembali. Mungkin karena itu jugalah kami tadi salah memperkirakannya, kemungkinan petugas yang memperhitungkan waktu respawnnya kurang akurat," jawab Raven.

"Begitu ya, pantas saja. Tapi dengan begitu akan lebih mudah lagi," batin Satria.

"Itu artinya kalian juga tidak perlu melaporkannya kepada petugas," kata Satria disambut anggukan oleh seluruh squad Raven.

"Setelah ini kamu mau kemana?" tanya Sil.

Satria termenung sejenak sebelum menjawab pertanyaan Sil, sebenarnya dia masih ingin bersenang senang dengan menghadapi semua bos lantai di Dungeon Luxurie. Terlebih dia ingin melihat seperti apa suasana lantai 71 ke bawah yang sebelumnya belum pernah ada di dalam game. Tapi dia masih ingat ada banyak urusan yang perlu dia selesaikan termasuk rencana jangka panjangnya untuk mencari keberadaan target balas dendamnya.

"Aku mungkin akan pulang ke Kota Lunar," jawab Satria.

"Eh? Bagaimana kalau kamu mampir dulu ke rumah kami, itung-itung rasa terima kasih kami," tawar Vi.

"Terima kasih, tapi lain waktu saja," jawab Satria.

"Orang-orang memang baru akan berbuat baik apabila mereka kehutangan budi atau nyawa, meski orang yang membantunya adalah orang yang jahat mereka pasti tidak akan peduli dan tetap mengagungkannya. Begitulah sifat manusia, mungkin di dunia ini tidak ada yang memang mau berbuat baik secara murni tanpa ada alasan lain dibaliknya," batin Satria.

Tak lama kemudian tulang-tulang dan senjata milik Skullix lenyap seketika. Pintu yang mengurung mereka dari kedua sisi juga langsung terangkat lagi. Wajah Raven dan teman-temannya terlihat berseri kembali, mereka tadi mengira akan mati di dalam tapi kini nyatanya mereka bisa melihat pintu keluar lagi dari lantai 10 Dungeon Luxurie.

Sekejap mata tiba-tiba ada cahaya bersinar dari bekas Skullix hancur. Satria dan Squad Raven langsung mendekatinya. Perlahan cahaya itu memudar hingga terlihat ada beberapa item yang tergeletak di sana. Satria langsung mendekati item itu dan memegangnya, seperti biasa item yang akan jatuh jenisnya sangat beragam dan acak meski berasal dari monster yang sama tapi akan berbeda setiap waktunya.

"Jadi jika monsternya mati di dalam dungeon tetap akan menjatuhkan item ya. Padahal waktu aku mengalahkan Leviathan saat itu dia benar-benar mati dan tidak lenyap sama sekali, apalagi menjatuhkan item random seperti ini," batin Satria.

Di depannya ada sebuah kalung putih seperti terbuat dari tulang, tiga Kristal berwarna biru langit yang terang serta sebilah pedang yang rupa dan bentuknya sama seperti pedang raksasa yang digunakan oleh Skullix namun yang ada di hadapan Satria kali ini ukurannya sama seperti ukuran pedang biasa yang dipakai seorang petualang.

"Aku hanya akan mengambil tiga Kristal itu, pedang dan kalungnya bisa kalian simpan," kata Satria.

Dia masih ingat kalau di dalam slot tas miliknya juga ada pedang dan kalung seperti itu. Kristal biru yang akan dia ambil adalah sebuah material yang berguna, bisa dilebur bersama material lainnya untuk dibuat senjata, bisa dibuat perhiasan, bisa digunakan sebagai material enchant senjata, bisa dijual secara langsung dan kegunaan lainnya. Sebenarnya di dalam slot tasnya juga sudah ada banyak Kristal seperti itu, tapi tidak ada salahnya untuk menyimpan stok sebanyak banyaknya apalagi slot tas miliknya tidak terbatas.

"Eh? Kenapa tidak kamu ambil semuanya saja?" tanya Raven.

"Seorang priest sepertiku tidak terlalu membutuhkan pedang, sementara kalung itu juga tidak terlalu menarik bagiku," jawab Satria. Padahal dia tahu kalau kalung itu adalah kalung biasa dan belum di enchant sama sekali, jadi tidak akan membawa pengaruh yang berguna.

"Eh, benar juga," ujar Raven yang terlihat semakin senang dan mengambil pedang yang tergeletak di tanah. Sementara itu Zord langsung mengambil kalung yang tergeletak meski Satria tidak tahu untuk apa Zord menginginkannya.

"Kalau begitu sampai jumpa lagi di lain waktu, aku akan kembali sekarang," ucap Satria sambil berbalik.

"Anu.. terima kasih banyak," tutur Sil sambil menundukan kepalanya.

"Kami harap kita bisa bertemu lagi lain waktu," timpal Lea.

"Kami tinggal di sebelah timur Ibukota," imbuh Vi. Tanpa berbalik Satria hanya mengangkat tangan kanannya serta melambaikannya sembari terus berjalan.

"Aku harap mereka bisa dipercaya untuk tidak memberitahukan kejadian ini," pikir Satria sambil terus melangkah keluar dari ruangan lantai 10.

Perlahan Satria menyusuri lantai 9 dan terus berjalan hingga akhirnya sampai di lantai 1 setelah sekian lama berjalan, kali ini semua monster yang berpapasan dengannya dia habisi tanpa menyisakan satupun. Beberapa kali dia harus beristirahat sebelum akhirnya sampai di lantai 1 Dungeon Luxurie. Sepanjang perjalanan dia tidak bertemu dengan petualang lain lagi. Setelah keluar dari pintu gerbang Dungeon dia bisa melihat bahwa hari sudah beranjak petang.

"Pada akhirnya tujuanku untuk menjelajahi Dungeon sejauh mungkin harus dibatalkan," gumam Satria sambil menghela nafas dalam.

"Mungkin aku harus menjual beberapa item untuk mendapatkan uang yang cukup demi membayar hutang keluarga Lixia," ujar Satria sambil melangkah menuju bangunan yang ada di dekat dungeon untuk melaporkan hasil perjalanannya.

Setelah selesai membuat laporan dia langsung menanyakan di mana tempat pengepul monster atau penjual item di Ibukota. Petugas Dungeon langsung memberitahukan lokasi tempat pengepul monster dan penjual item yang terkenal dan memiliki toko besar di Ibukota. Satria hanya mengangguk paham saja.

Satria langsung pergi untuk mengunjungi toko yang diberitahukan oleh para petugas dungeon. Satria juga mengecek map yang ada di menu akses, ternyata beberapa nama toko juga sudah terteras di sana. Dia hanya senyum-senyum sendiri sebab jika sudah seperti itu dia sebenarnya tidak perlu menanyakan lagi dimana tempat toko tujuannya.

Tapi alih-alih memilih toko besar yang diberitahukan oleh para petugas dungeon tadi Satria malah berniat mengunjungi toko-toko yang tidak terlalu besar. Semua itu sudah berdasarkan pertimbangan dan perhitungannya. Dia berniat menjual beberapa item yang memiliki harga jual tinggi yang tentunya jumlahnya lebih dari satu di slot tasnya, sebab item langka yang hanya ada satu saja tidak mungkin dia jual semudah itu.

Bersambung…