webnovel

Bujuk Rayuan

Aku mendekati pintu dan menekan tombol untuk membuka pintu.

"Selamat siang, aku Robert Hana. Aku adalah chef kalian. Mari kita makan siang bersama." ajaknya.

Aku mengecek jadwal di ponsel pintar yang John berikan sebelum ia pergi. Benar ini sudah jam makan siang. Merapikan rambut dan membuka pintu, Lux masih duduk dengan tenang di sofa.

"Selamat siang Nona, kita akan ke restoran untuk makan. Mari Tuan dan Nona mengikuti saya."

Tiba di salah satu lantai, Robert meminta kami duduk berhadapan. Beberapa pelayan dengan sigap mengeluarkan menu makanan sesuai urutannya.

"Kita akan mulai makan siang hari ini. Ku harap Tuan dan Nona tidak keberatan mencicipi seluruh hidangan terbaik buatan saya."

"Tentu saja terimaksih Chef Robert. Anda baik sekali mau melayani kami secara langsung."

Lux terlihat datar dan biasa saja. Mungkin, ini bukan pertama kalinya ia makan dilayani oleh seorang Chef. Ia hanya mengikuti prosedur makan dan memakan semua makan yang dihidangkan tanpa bersuara.

"Jika kalian, tertidur selama dua puluh tahun, kalian tak akan bisa merasakan makanan se-enak ini." Kata Robert mulai bicara.

Ia mengambil jus kiwi dan menuangkan di gelasku. Ia mengambil jus nanas, dan menuangkan ke gelas, Lux.

"Mungkin, hidup ini terkesan membosankan. Tapi menurutku, jika kita bisa membuat vasiriasi akan menjadi lebih menyenangkan. Seperti saat saya mengolah makanan dari bahan yang sama hampir setiap hari. Karena diolah dengan cara dan bumbu yang berbeda, hasilnya juga sangat berbeda setiap hari. Pelanggan saya merasa kagum dan takjub. Begitu juga Tuan dan Nona, dua puluh tahun bukan waktu yang singkat."

Mendengar ucapannya aku mulai tau kemana arah pembicaraan ini. Ia pasti menginginkan kami untuk menyerah dan membatalkn niat kami.

"Tuan Lux, anda memiliki uang dan segala hal yang tak banyak orang miliki. Nikmatilah. Aku yakin meski anda sudah tidak lagi bekerja, uang tetap mengalir deras ke kantong anda. Anda bisa lakukan apapun dengan uang itu." Kata Robert Hana.

Ia berdiri dan mengambil kertas.

"Nona,Covina. Anda masih muda. Usia dua puluh delapan Tahun. Sangat cantik dan cerdas. Bukahkan Anda suka berbelanja? Mengapa tak mencoba mencari pasangan dan menikah? Memiliki keluarga yang bisa memahami anda. Bayi mungil nan lucu? Bukankah itu impian Anda?"

Hana meletakkan selembar kertas di depanku dan Lux

"Tanda tangani ini, dan pergi ciptakan dunia kalian sendiri. Hidup akan lebih berarti jika kalian hidup di dunia nyata bukan dalam mimpi."

***************************************************************************

~Sesi Siraman Rohani~

"Tuhan membenci orang yang hidupnya tak berguna. Sia-sia, tidak memiliki visi yang jelas dan bahkan mereka yang bunuh diri. Alkitab mengatakan, barang siapa malas, ia tak patut diberi makan. Tanpa Visi umutKu binasa.", kata pendeta di depanku.

Di sisi lain di ruangan ini, seorang pastor agama khatolik berceramah hal yang kurang lebih sama kepada Lux. Mereka adalah orang ketiga yang kami temui hari ini. Intinya sama, mereka berusaha meyakinkan kami untuk berhenti dan tak melanjutkan keinginan kami mengikuti program 20 tahun tidur.

"Kau tau, orang yang lemah akan mudah dirasuki ibils pikirannya! Tapi mereka yang kuat, akan menjadi pemenang dalam hidup ini! Setiap pencobaan yang kita alami tak akan pernah melebihi kekuatan kita. Kita harus hidup dengan pembahruan akal budi setiap hari. Pembahruan akan iman dan kebenaran.

Saat kita berdoa masalah tidak serta merta selesai begitu saja. Masih banyak yang terjadi. Tapi itulah hidup. Saat kita berdoa masalah belum selesai tapi cara pandang kita telah diubahkan. "

Jujur, aku berusaha mendengar apa yang pendeta tampan ini katakan padaku. Entah mengapa aku merasa tak bisa konsentrai. Aku lebih ingin mendengar apa yang pastor khatolik itu bicarakan dengan Lux. Bukankah, seperti Robert katakan, ia memiliki semua hal. Megapa harus dan ingin mengikuti program dengan resiko kematian sepertiku.

"Jadi Nona, tolong pikirkan kembali. Tuhan tak pernah meminta kita untuk memikul semua penderitaan kita sendiri. Kita sudah ditebus olehnya. Kita akan dibangkitkannya. Marilah semua yang letih lesu dan berbedan berat, Aku akan memberikan kelegaan bagimu kata kitab suci"

Saat pendeta di depanku berhenti bicara, aku mendekati Lux dan pastor yang berbicara kepadanya. Aku mengambil kursi dan duduk di sebelah Lux.

Mereka menoleh saat aku duduk. Aku bergaya cuek, seolah tertarik pada ceramah akan Tuhan. Dan tentu saja Romo itu melanjutkan ceramahnya.

Lima belas menit kemudian, sesi ceramah Lux selesai. Romom pergi namun aku tetap berada di dekat Lux.

"Kau ingin berpindah keyakinan?" , Lux bertanya tanpa basa-basi.

Aku berdiri dari kursi dan mengembalikan kursi ke tempatnya tanpa menjawab apapun. Pendeta yang duduk menungguku kembali menanyakan apakah aku akan meneruskan program yang aku ikuti atau memilih berhenti seperti keinginannya.

"Pak pendeta, terimakasih atas pencerahannya. Tuhan memberkati ya."

Ia hanya menghela nafas, menyalamiku lalu pergi.

"Covina Ven?"

"Ya" jawabku singkat. Tak terasa Lux datang mendekatiku.

"Apa yang ingin kau tau, Nona Covina Ven?" tanyanya padaku.

Aku berfikir sejenak sebelum menjawab. Satu pertanyaan harus tepat atau pria semacam Lux tidak akan menjawab apapaun.

"Apa yang membuatmu mendekatiku?", katanya lagi dengan tidak sabar.

"Aku hanya penasaran. Mengapa seorang pendiri Sleep and See tiba-tiba bersedia menjadi sukarelawan sepertiku. Seperti yang mereka katakan. Resiko dari program ini adalah kematian."

Lux hanya menunduk dan tidak menjawab.

"Kau sendiri, bagiman dengan Mu? Apa orang tuamu memberikan izin agar kau bisa mengkuti program ini Nona Vina?"

Aku menggeleng. "Aku sudah dua puluh delapan tahun. Aku tahu betul apa yang harus aku lakukan. Aku tak butuh persetujuan dari siapa pun."

"Tepat. Begitu juga denganku. Aku tak butuh izin dari siapapun untuk mengikuti program ini. Tapi dari caramu bicara, kau seperti memiliki sesuatu yang kau sembunyikan Nona Vina."

Aku menghela nafas.

"Kita semua punya masalah Tuan Lux, jika tidak kita tak akan berada di program ini."

"Bicara masalah, aku mencari kalian kemana-mana. Ini sudah malam. Makan malam sudah siap. Mari kita makan Tuan dan Nona."

Kami menoleh bersaaam. Itu adalah John. Ia datang mencari kami. Di belakangnya ada wanita yang menjadi asisten Lux.

"Siapa nama asisten Anda Tuan Lux?"

Tuan Lux menjawab dengan malas. "Mengapa tak Kau tanyakan sendiri?"

Perkataan Tuan Lux membuat asistennya canggung dan melihat ke arah ku.

"Saya Angela. Maaf tidak memperkenalkan diri saya pada Anda Nona Covina Ven"

"Panggil aku Vina." Kataku. Angela menoleh bingung. "Saya tidak bisa dan tidak terbiasa." katanya.

Tuan dan asistennya yang keras kepala bisikku dalam hati.

"Yak, mari ikuti saya. Kita akan makan malam."

Aku mengambil ponsel pintar pemberian John dan melihat jadwal. Setalah makan malam aku sudah tidak akan ada lagi sesiyang harus aku ikuti.

"Kita sampai. Kita makan di restoran dekat kolam renag dengan suasana malam LA yang indah. Bintang-bintang musim panas dan romantisme yang tak terbanyangkan."

Melihat meja yang berisi dua orang, aku segera mengambil langkah mudur.

"John, aku tidak selera makan. Kalian makanlah. Aku akan tidur. Terimakasih."

John membalikkan badan dan segera berlari di belakangku.