Di kamar kami, aku dan Erriol sedang berbaring di tempat tidur.
"Hei, Elliot, sepertinya kita juga harus cepat-cepat pergi dari tempat ini. Tempat ini sepertinya berbahaya," ucap Erriol, tiba-tiba memecah keheningan di antara kami.
"Bilang saja kau takut karena itu mengajakku cepat-cepat pergi dari sini? Haha, kau akui saja, Erriol!"
"Sudah kuduga seharusnya tidak mengantarmu ke tempat itu."
Seketika aku gelagapan mendengarnya. "Aaaaaaaahhh! Kau ini selalu mengancam seperti itu. Oke ... oke ... besok kita pergi dari sini."
Erriol menyeringai penuh kemenangan karena ancamannya berhasil membuatku luluh. Aku hanya mendengus kesal dan setelah itu memilih tidur memunggunginya. Kami pun mulai memejamkan mata, hingga akhirnya rasa kantuk mengalahkan kami dan kami pun tertidur lelap.
***
"Elliot, aku mencintaimu. Aku mohon cium aku sekarang."
"A-apa yang kau lakukan, Emily? K-kita masih belum boleh melakukan hal seperti itu, kita ini kan masih remaja. Aaah, tidak, maksudku kita ini masih kecil."
Namun, Emily tidak mempedulikan perkataanku dan terus mendekatkan bibirnya ke arahku.
"Wuuuuaaaa!!!" Aku pun refleks berteriak dan mulai membuka mata.
"Haah, di mana ini? Aku sama sekali tidak mengenal tempat ini." Aku bergumam sendirian dan setelah cukup lama melihat-lihat sekeliling, aku pun teringat kalau ini kamarku yang aku sewa di penginapan tua itu. Lalu aku merasa ada sesuatu yang menindih badanku, rasanya benar-benar berat. Bergegas aku menoleh ke samping.
"Huuuuuaaaaa! Erriol, apa yang kau lakukan?" Ternyata perasaan berat yang aku rasakan itu, karena Erriol memelukku. Tangan dan kakinya berada di atas tubuhku. Mendengar teriakanku, Erriol mulai mengerjap-ngerjapkan matanya.
"Yoo ... selamat pagi, Elliot," ucapnya dengan santai seolah tak merasa bersalah sudah menindihku.
"Jangan bilang semalaman kau tidur sambil menindihku seperti ini?"
"Aku tidak tahu. Mana aku ingat hal itu, aku kan sedang tidur. Lagi pula, ranjang ini sangat kecil dan sempit. Aku tidak terbiasa tidur di tempat sempit seperti ini."
Aku hanya memutar bola mata mendengar keluhannya. "Yaaaah, sudahlah. Aku mau mandi, setelah itu kita bersiap-siap melanjutkan perjalanan."
"Okeeee!" Erriol menyahut dengan girang, tentu saja karena memang itu yang dia inginkan. Kami pergi secepatnya dari tempat ini. Aku hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkahnya ini dan melangkah pergi untuk melanjutkan niat awalku yaitu ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
***
Aku dan Erriol sedang berada di ruang tengah penginapan ini sekarang. Di sana aku melihat Mark sedang duduk sambil membaca surat kabar.
"Selamat pagi, Mark," sapaku mencoba bersikap ramah.
Tatapan Mark dari surat kabar seketika beralih padaku dan Erriol. "Oh, kalian. Yoo ... selamat pagi juga."
"Ngomong-ngomong di mana yang lainnya?" Gantian Erriol yang bertanya karena aku pun heran di sini sangat sepi, hanya ada Mark seorang.
"Bibi Kaede dan Mellisa sedang menyiapkan air hangat untuk mandi, Isabell sedang di dapur menyiapkan sarapan. Jason, entahlah aku belum melihatnya dari tadi."
Setelah mendengar jawabannya itu, aku dan Erriol ikut duduk di dekat Mark.
"Oh, kalian sudah bangun juga. Bagaimana tidur kalian semalam?"
Pertanyaan itu berasal dari Bibi Kaede yang kini datang menghampiri. Seperti biasa dia memperlakukan kami dengan baik dan ramah.
"Yeaah, lumayan nyenyak," sahutku.
"Tunggulah sebentar lagi, sampai airnya terasa hangat. Setelah itu kalian bisa mandi."
Kali ini yang berbicara adalah Mellisa yang kini berdiri tepat di belakang Nenek Kaede.
"Hai, semuanya. Sarapannya sudah siap!!"
Setelah mendengar teriakan Isabell, kami pun beranjak pergi menuju ruang makan. Kami semua makan dengan tenang, tidak terdengar suara sedikit pun kecuali suara piring dan sendok yang saling beradu. Lalu sebuah pertanyaan terlintas di pikiranku setelah aku menatap satu persatu orang yang berada di dalam ruangan ini dan aku pun menyadari sesuatu. "Di mana Jason? Kenapa dia tidak ikut sarapan bersama kita?" Ya, aku menyadari pria itu tak bergabung bersama kami di ruangan ini.
"Paling-paling dia masih tidur, aku akan melihat ke kamarnya."
Setelah mengatakan itu, Mark berdiri dan mulai beranjak menuju kamar Jason. Namun, tak lama dia pergi karena setelah itu dia kembali dan mengatakan tak menemukan Jason di kamarnya.
"Jangan-jangan Jason benar-benar sudah pergi dari tempat ini?"
"Sudahlah biarkan dia, Isabell. Toh, dia juga tidak berniat membantu kita, kan?"
Mark menimpali perkataan Isabell dengan nada ketus, kentara dia kesal dengan tingkahlaku Jason yang sejak semalam memang menolak untuk membantu mereka.
"Ngomong-ngomong, Isabell, ayo kita lihat ke kamar mandi. Kita periksa airnya sudah hangat atau belum," ajak Mellisa dengan antusias.
"Hm, baiklah."
Setelah itu Mellisa dan Isabell pun pergi menuju kamar mandi. sedangkan aku, Erriol dan Mark melanjutkan melahap makanan yang belum selesai kami makan.
"Kalau boleh tahu, sampai kapan kalian akan menginap di tempat ini?" Pertanyaan itu aku tujukan kepada Mark.
"Entahlah, mungkin sampai Mellisa merasa tenang dan yakin kalau si pria hitamlah yang telah membunuh Mao."
"Kenapa Mellisa terlihat begitu ingin mengetahui kebenaran peristiwa itu? Sepertinya dia sangat peduli pada Mao?" Pertanyaan itu berasal dari Erriol yang untuk pertama kalinya mulai tertarik membahas peristiwa ini semenjak kedatangan kami ke sini.
"Mereka berdua itu sahabat karib, mereka sudah bersahabat sejak kecil. Jadi, wajar kalau dia tidak terima ketika pembunuh sahabatnya belum tertangkap hingga saat ini."
"Airnya sudah hangat. Siapa yang mau mandi duluan??"
Pertanyaan itu berasal dari Mellisa yang baru saja kembali dari kamar mandi bersama Isabell.
"Aku akan mandi duluan."
Setelah mengatakan itu, Erriol berdiri dari kursinya. Aku menarik tangannya lalu berbicara padanya dengan berbisik, "Oi ... itu sangat tidak sopan. Seharusnya wanita yang mandi duluan. Selain itu, kita paling muda di sini, biarkan mereka mandi duluan."
"Tidak apa-apa. Biarkan dia mandi duluan, Elliot."
Sepertinya walaupun aku bicara dengan berbisik mereka masih bisa mendengar suaraku, buktinya Mellisa barusan berkata demikian.
"Kau sudah dengar, kan? Jadi, apakah kau mau mandi bersama denganku?"
Aku benar-benar merinding mendengar pertanyaan Erriol. Serempak Mellisa, Isabell dan Mark yang mendengarnya menatap ke arah kami. Entah kenapa mereka juga menatap ke arah tanganku dan akhirnya aku pun menyadari sesuatu. Aku sedang menggenggam tangan Erriol dengan erat, karena tadi aku berusaha menghentikan dia yang ingin pergi ke kamar mandi. Dengan cepat aku melepaskan tanganku dari tangan Erriol.
Sambil mengulas senyuman yang dipaksakan, aku pun menjawab pertanyaan Erriol yang terdengar menyeramkan di telingaku. "Ti-tidak, terima kasih. Silakan kau mandi duluan, Erriol."
Erriol memasang seringaian entah karena apa, yang pasti ekspresi wajahnya itu sangat menyebalkan di mataku. Dia pun melenggang pergi meninggalkan kami.
Haah? Bisa-bisanya Erriol mengatakan hal seperti itu? Aku merasa khawatir, jangan sampai Mellisa, Isabell dan Mark salahpaham padaku dan Erriol. Ketika aku sedang bergumam sendirian di dalam hati, tiba-tiba terdengar sebuah teriakan.
"Wuuuuuuaaaaaaaaaaaaaaa!!"
Tidak salah lagi suara itu berasal dari kamar mandi dan pemiliknya adalah Erriol. Aku, Mellisa, Isabell, Mark dan Bibi Kaede yang baru kembali dari mencuci, berlari menuju kamar mandi untuk memeriksa apa yang terjadi sampai Erriol berteriak sekencang itu.
Setibanya di kamar mandi, aku melihat Erriol sedang duduk di lantai dengan tatapannya yang terlihat ketakutan, bergegas aku menghampirinya. "Ada apa, Erriol?"
"I-itu ...bak mandinya, di sana ada sesuatu."
Erriol mengatakan itu sambil menunjuk ke arah bak mandi dengan jari telunjuknya. Aku pun menghampiri bak mandi yang dia maksud, dan apa yang aku lihat di sana ...? Sesuatu yang berbentuk bulat sedang mengapung di atas permukaan air bak.
"Apa-apaan ini? Siapa orang yang melakukan ini?"
"Tapi tadi ketika kami ke sini untuk mengecek airnya sudah hangat atau belum, tidak ada apa pun di dalam bak ini. Benar, kan, Isabell?"
Suara-suara itu berasal dari Mark dan Mellisa yang sama terkejutnya sepertiku begitu melihat benda yang kini memenuhi air bak.
"Ayo, cepat lihat benda apa itu dan keluarkan dari dalam bak."
Bibi Kaede menyuruh kami melihat dan membuang benda tersebut. Tanpa ragu aku, Mark dan Bibi Kaede mulai mendekati bak untuk melihat benda apa sebenarnya yang sedang mengapung itu. Aku pun memasukkan tangan ke dalam air di bak mandi. Aku yakin yang kusentuh ini rambut, tapi rambutnya terasa berat lalu aku menarik rambut itu. Kemudian ....
"Kyaaaaaaa!"
"Aaaaaaaaakh!"
Mellisa dan Isabell berteriak setelah melihat apa yang ada ditanganku ini. Aku memegang sebuah kepala dan itu tidak salah lagi adalah kepala Jason.