"Indine!" teriakku kaget dan langsung berlari menghampirinya. "B-bagaimana kau bisa ada di sini?"
"Luna, aku takut. Ini dimana?" tanyanya cemas, bahkan hampir menangis.
"Tenanglah, mereka bukan orang jahat. Aku yang akan menjelaskannya." Bisikku menenangkan dirinya.
"Maafkan hamba atas kelancangan hamba Yang Mulia Raja. Tapi, ia adalah sahabat hamba sewaktu hamba tinggal di Bumi. Hamba memang tidak tahu bagaimana caranya ia bisa sampai di sini. Tapi, hamba mohon lepaskan ia Yang Mulia, ia bukan penyusup seperti yang kalian duga. Aku bisa menjamin kalau keberadaannya bukanlah suatu ancaman." Aku mulai berlutut terburu-buru seraya menundukkan kepalaku dalam-dalam.
"Apa yang kau lakukan? Bangunlah." Orion menarikku berdiri secara tiba-tiba yang membuatku langsung menatapnya terkejut. "Tentu saja kami akan melepaskannya jika itu adalah temanmu."
Seketika itu pula Zelya langsung menghampiri Indine dan membuka ikatan tangannya.
"Luna!" Indine berlari ke arahku dan langsung memelukku, setelah itu mulailah kebiasannya yang selalu ia lakukan dan selalu membuat telingaku sakit. "Ini dimana? Kenapa kau juga ada di sini? Tadi aku hanya mengikuti laki-laki itu dan ia masuk ke cermin! Benar! Aku tak bohong! Ia masuk …"
Grep!
"Hmmmppph!" tanganku membungkam mulutnya seraya menunduk meminta maaf pada Raja atas ketidaksopanan dirinya.
"Diamlah. Kau bisa bicara sepuas hatimu nanti." Bisikku padanya, lalu memaksanya untuk menunduk hormat ke arah Raja.
Setelah Orion dan diriku meminta maaf pada Raja atas kekacauan yang terjadi tiba-tiba ini, kami berpamitan dan pergi dari istana Merga menuju istana Grenza yaitu kediaman Orion dan juga tempat tinggalku.
"Kita ke kamarku saja. Indine bisa tinggal di kamarku." Saranku pada Orion.
"Tidak, ia akan tinggal di kamar yang ada di sebelah kamarmu." Tegas Orion melirikku. "Sebelum itu, kita harus meluruskan masalah ini dulu di ruangan kerjaku."
Kami sampai di sebuah ruangan luas yang sangat mewah, ini ke sekian kalinya aku masuk ke ruang kerja Orion. Jika biasanya aku hanya berdua dengan Orion, kali ini kami berempat bersama Indine dan Zelya, sementara Ersy menjaga di luar.
"Sekarang, jelaskan padaku. Bagaimana bisa kau sampai ke tempat ini?" tanyaku terburu-buru pada Indine.
"Aku...setiap hari selalu datang ke rumahmu dan terus mencarimu karena kau menghilang tiba-tiba. Aku berusaha menghubungi nenekmu, tapi juga tak bisa. Lalu aku penasaran dan kembali lagi ke rumahmu, dan saat aku mencoba masuk pintunya tak terkunci. Jadi aku masuk ke dalam rumahmu. Tapi, saat itu aku melihat orang mencurigakan!" Indine menunjuk ke arah Zelya. "Kukira ia pencuri, karena itu aku mengawasinya diam-diam. Lalu aku mengikutinya yang pergi ke kamar nenekmu dan saat itu ia masuk ke cermin dan menghilang, dan …"
"Dan kau juga mengikutinya masuk ke cermin?" sambungku cepat saat berhasil menebak apa yang akan terjadi selanjutnya.
Indine mengangguk cepat, "Tapi kemudian, orang-orang itu malah menangkap dan mengikatku. Lalu memakaikan cincin aneh ini, dan lalu aku mengerti apa yang mereka katakan!"
"Pantas saja. Jadi begitu …" gumam Zelya yang masih bisa kudengar, "Portal ke bumi biasanya akan menutup sendiri setelah beberapa menit terbuka, jadi ia masuk mengikutiku sebelum portal tertutup dengan sendirinya."
"Sekarang jawab pertanyaanku, Luna." Indine melirik ke arah Orio dan Zelya sekilas, lalu kembali menatapku, "Ini dimana? Lalu kenapa pakaianmu aneh sekali? Dan, siapa mereka ini? Lalu aku kenapa bisa mengerti bahasa mereka setelah memakai cincin norak ini?!"
Aku menghembuskan napas dengan berat, dan mulai menjelaskan semuanya perlahan-lahan pada Indine tepat di hadapan Orion dan Zelya.
Indine tertawa tak percaya seraya menggeleng, "Tidak mungkin! Jadi … maksudmu ini bukan di bumi? K-kita berada di dunia lain yang ada di balik cermin? Dan lagi, dunia ini dipenuhi oleh sihir? Hahaha, lucu sekali. Kau berharap aku mempercayai hal konyol seperti ini?!"
"Kau tak percaya?" ucap Orion seraya mengangkat tangan kanannya ke udara lalu membuat sebuah gumpalan es dan membuatnya melayang ke udara kemudian memecahnya menjadi butiran-butiran halus es yang jatuh ke sekitar kami layaknya salju.
Bruk!
Indine pingsan seketika saat Orion mempertunjukkan sihirnya di hadapan gadis itu, membuatku tanpa sadar menjerit. Untunglah saat itu Zelya dengan sigapnya langsung bergerak dan menahan tubuh Indine yang hampir jatuh ke lantai.
"Orion!" aku menatapnya kesal, "Jangan menakutinya begitu!"
Orion yang kutegur malah bersikap seolah-olah tak terjadi apa-apa seraya mengangkat kedua bahunya tak peduli. Kemudian ia beralih menatap pengawal pribadinya, "Zelya, bawa ia ke kamarnya."
"Baik Yang Mulia Pangeran."
***