23 Keputusan

"Hmm …" 

Aku tersenyum ketika mendengar gumaman tak jelas Indine yang mulai membuka matanya. "Kau sudah sadar?"

Set!

Seketika ia terbangun dan langsung duduk dari posisi tidurnya seraya menatapku tak percaya, "Luna! Ini bukan .."

"Ini bukan mimpi!" potongku lagi-lagi tahu apa isi pikirannya. "Kita benar-benar berada di dunia lain bernama Gerwish, dan yang kau lihat tadi adalah sihir."

Indine menundukkan kepalanya, termenung sesaat. Kurasa ia mencoba memroses semua informasi yang baru saja ia terima di kepalanya, belum lagi ia masih harus menerima secara mental kenyataan bahwa semua yang ia alami ini bukan mimpi, melainkan kenyataan.

"Jadi selama ini kau berada di sini? Kau yang tiba-tiba menghilang di kampus ternyata peprgi ke dunia ini?" tanyanya beralih menatapku.

Aku mengangguk pelan. "Orion membawaku melalui kaca mobilmu saat aku menunggumu di parkiran waktu itu."

Indine menganga menatapku tak percaya, "Lalu, kau akan tetap selamanya di sini? Kau tak akan kembali ke Bumi?"

Aku menatap Indine agak lama sebelum menjawab pertanyaannya, "Aku tak tahu. Mungkin aku akan tetap di sini, karena aku memang berasal dari dunia ini. Lagi pula, aku tak ingin terpisah jauh dari kedua orang tuaku untuk yang kedua kalinya."

"Aku tak menyangka kalau kau ternyata seorang Putri, dan lagi laki-laki itu … apa kau mencintainya?"

Aku tahu yang dimaksud oleh Indine adalah Orion. Tanpa ragu-ragu aku mengangguk mantap, "Kurasa aku tak akan mampu meninggalkan dirinya. Ini pertama kalinya aku merasakan perasaan seperti ini."

Aku telah lama menyadari perasaanku pada Orion, tapi baru kali ini aku benar-benar yakin dan berani mengungkapkannya pada seseorang.

"Kau berubah secepat ini ya." Indine tersenyum menggodaku, "Padahal belum sampai sebulan yang lalu kau terus menolak permintaanku untuk berkenalan dengan Jason."

"K-kan sudah kubilang, aku bisa menemukan pasanganku dengan sendirinya jika itu memang sudah menjadi takdirku." Jawabku malu-malu. 

Aku benar-benar tak terbiasa membicarakan orang yang kusukai dengan Indine. Hal yang kami perdebatkan dulu setiap harinya adalah tentang Indine yang selalu membujukku untuk berkenalan dengan semua laki-laki yang ia kenal. Ia benar-benar terobsesi untuk mencarikanku seorang kekasih. 

"Syukurlah kau telah memiliki Pangeran itu." Kata Indine menghembuskan napas lega, "Kukira tadinya kau itu tidak normal karena tak pernah menyukai lelaki mana pun."

Kata-katanya barusan langsung membuatku mendelik kesal ke arahnya, "Jangan sembarangan! Aku ini normal! Aku masih menyukai laki-laki!" 

"Lalu bagaimana dengan diriku? Apa aku tak boleh kembali ke Bumi?"

"Tentu saja boleh, Zelya akan mengantarmu kembali jika kau memang ingin pulang sekarang."

"Tidak, tidak! Aku masih mau di sini! Kapan lagi aku bisa jalan-jalan ke dunia lain seperti ini? Apa lagi di dunia ini banyak penyihir, aku masih mau melihat hal-hal aneh yang disebut sihir itu."

"Bagaimana dengan orangtuamu? Kau tak lupa pada mereka kan?" tanyaku khawatir karena Indine adalah anak tunggal yang sangat disayang oleh kedua orangtuanya.

"Mereka sedang berlibur ke luar negeri selama seminggu, kau tak perlu khawatir. Aku masih bisa berada di sini selama beberapa hari, dan akan kembali sebelum orangtuaku kembali."

"Bagaimana dengan kuliahmu?" 

Indine menatapku kesal, "Hey, ayolah. Bolos beberapa hari tak akan membuat nilaiku turun, Luna. Dan aku tidak akan menjadi bodoh hanya karena melewatkan beberapa materi."

"Baiklah, terserah kau saja." Kataku akhirnya tak ingin berdebat lebih lama lagi dengannya.

***

Tok … tok … tok …

Aku terbangun mendengar suara ketukan pintu. Seseorang mengetuk-ngetuk pintu kamarku saat tengah malam. 

"Siapa?" tanyaku masih dengan setengah sadar dan mengantuk.

"Ini aku." Jawab seseorang pelan. Itu suara Orion. "Bolehkah aku masuk?" tanyanya kemudian.

"Masuk saja." Balasku seraya berusaha membuka mataku dan duduk di atas kasur.

"Ada apa?" tanyaku heran ketika mendapati wajah sendu Orion. "Kemarilah." panggilku menyuruhnya duduk di sebelahku.

Tak biasanya Orion bersikap seperti ini. Dan lagi … ia mendatangiku tengah malam seperti ini? Pasti ada sesuatu yang terjadi.

"Apa sesuatu terjadi?" tanyaku menggamit satu tangannya lalu menggenggamnya.

"Apa yang harus kulakukan?" gumamnya pelan kemudian menarikku ke pelukannya. Aku bisa mendengar suaranya yang bergetar.

"Yang Mulia Raja kemungkinan akan memutuskan untuk membakar habis Desa Silla demi menghentikan penyebaran wabah tersebut."

"...!"

avataravatar
Next chapter