webnovel

Setelah Malam Itu

Vol 1.Aku hamil dengan lelaki yang aku anggap sebagai idolaku selama ini! Vol 2. Gara gara malam itu. Liam kena sial! Dia menghamili wanita yang masuk ke dalam kamarnya!

Sr_Intan · สมัยใหม่
เรตติ้งไม่พอ
266 Chs

7. Celaka!

Pintu ditutup kasar oleh Liam. Rafael hanya bisa menatap kepergian Liam diikuti dengan rasa bersalahnya pada Karen dan Liam.

Rafael melirik ponselnya. Yuna salah satu girl grup di agensinya terus menerus menelponnya. Ia tak tau mengapa gadis tersebut menghubunginya, membuat ponselnya bergetar berulang kali hingga menganggu pikirannya.

Drrrrrtt... Drrrtt...

Rafael mengembuskan lagi napas kasarnya, saat merasakan getaran ponsel di sakunya. Ia sudah menolak panggilan dari Yuna namun gadis itu sepertinya pantang menyerah pada Rafael.

"Hmmmm.." dengan nada malas akhirnya Rafael mengangkat telepon dari Yuna.

"Kak...?"

"Kenapa?"

"Bagaimana jika malam ini kita makan malam bersama. Aku sudah memesan tempat untuk kita."

"Kau... Kau ini.. Memesan tempat makan saat aku belum tentu mengiyakan. Aku tak bisa. Aku ada urusan."

Yang di ujung telepon mendengus kesal hingga akhirnya Rafael memutuskan mengakhiri telepon tersebut. Gadis itu menyukai Rafael sejak ia pindah ke agensi tempat yang juga menaungi Yuna. Ia bisa bebas mengajak makan malam bahkan sekedar bermain dengan Rafael dengan alasan proyek bersama satu agensi untuk menutupi alasan yang sesungguhnya agar fans mereka tidak curiga. Namun Rafael sama sekali tidak tertarik dengan gadis, yang tidak lain adalah keponakan dari CEO di agensinya.

Rafael berjalan menuju pintu keluar bersamaan dengan tangan seorang gadis yang juga sedang mencoba membuka pintu yang sama.

"Cih, dasar pembohong." decih Yuna tangannya bersedekap di depan dada.

"Kau..." Rafael masih tak percaya jika Yuna bisa menemukannya secepat itu.

"Ayo temani aku makan malam." Yuna langsung menarik lengan Rafael, sedang yang ditarik hanya berjalan terpaksa menurut di sampingnya.

"Jangan menarikku seperti ini. Akan bahaya jika ada orang yang melihatnya."

"Siapa?? Aku tak peduli. Kita bisa menutup mulut mereka dengan uang."

Ponsel Rafael bergetar lagi, kali ini sebuah pesan dari Liam sudah berderet mengisi kotak pesannya.

Liam : Kau tak pulang??

Liam : Jika kau benar-benar tidak pulang, itu berarti kau hanya peduli dengan dirimu sendiri.

Liam : Pesanku tak dibaca dan dibalas??! Oke, aku memang tidak penting Kak, tapi setidaknya balas pesanku ini.

Liam : Kau harusnya tau, jika aku sangat terluka dengan ucapanmu tadi!!!

Rafael tak mengerti mengapa Liam saat itu sangat kolokan sekali, lebih tepatnya sejak ia mengetahui rahasia yang di sembunyikan oleh Rafael beberapa hari ini. Namun ia hanya tersenyum dan membalas pesan dari Liam,

Rafael : Iya aku pulang, aku akan membawakan makanan enak untukmu nanti.

"Dari siapa?" Yuna mencoba mengintip layar ponsel Rafael namun ia dengan cepat langsung memasukkan ponselnya ke dalam kantong celananya lagi.

"Kau tak perlu tau."

Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Liam masih terlihat duduk di ruang tamu menunggu Rafael. Berkali-kali ia menoleh ke arah jam dari tadi namun pria yang ditunggunya tak kunjung datang.

"Aku tak akan tidur sebelum perasaanku membaik." Liam berniat untuk berbicara dengan Rafael setelah apa yang ia dengar tadi sore dari lelaki yang sudah ia anggap sebagai kakak tersebut.

"Ini benar-benar gila!! Kenapa dia bisa berpikir untuk melakukan hal itu??!!" Liam mengacak-acak rambutnya karena kesal. Berkali-kali ia mencoba untuk menenangkan pikirannya namun tetap saja ia tak bisa berpikir jernih.

"Bagaimana jika semua orang tau? Atau ku cari saja gadis itu dan menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya," gumam Liam, pikiran jahat itu terus berkelebat di otaknya.

Perjalanannya menuju puncak karir seperti ini tak mudah ia gapai. Ia harus menyingkirkan ratusan peserta audisi waktu itu. Belum lagi setelah ia menjadi trainee banyak hal yang harus ia tinggalkan, salah satunya adalah kekasihnya yang waktu itu sedang ia pacari. Ia sudah mengorbankan banyak waktu dan juga uang untuk mencapai posisi saat ini. Dan wajar jika ia tak ingin karirnya hancur begitu saja karena kesalahan temannya tersebut.

Liam kemudian merogoh ponsel di sakunya. Ia mendengus kesal ketika membaca pesan dari Rafael jika ia akan pulang terlambat malam itu.

"Cih! Terlambat??? Sekarang saja sudah pukul 12 mau sampai rumah jam berapa?" Liam berdiri namun kembali duduk di posisi semulanya. Tangannya bersedekap dan matanya memandang lurus ke depan begitu mendengar pintu dibuka.

"Aku pulang?!" sapa Rafael, ia sampai rumah jam dua belas lewat lima belas menit.

"Kau belum tidur?" tanya Rafael begitu melihat Liam duduk di depan tv.

"Kak?!!" rengek Liam, pria itu belum juga dewasa di usianya.

Niat buruk yang tadi sempat menggelayuti pikirannya kini mendadak menghilang saat melihat Rafael datang dengan senyumnya malam itu.

"Baiklah, baiklah. Maafkan aku karena pulang terlambat. Tadi Yuna mengajakku makan malam dulu." Rafael membuka beberapa bir dan ayam goreng yang ia bawa.

" Yuna??! Gadis itu?" tanya Liam, ia melihat Rafael dengan pandangan tak percaya.

"Kenapa?"

"Kak.. Sebaiknya kau berhati-hati dengan wanita saat ini. Aku serius mengatakannya. Kau tau sendiri penggemar kita kebanyakan adalah wanita. Bagaimana jika ada skandal aneh antara kau dan dia. Dan semua penggemar kita meninggalkan kita dan berpindah ke idol lain."

"Tenang saja. Aku tidak menyukainya kok." Rafael dengan cuek memakan ayam goreng yang tinggal tersisa dua potong.

Satu potong lagi langsung diambil oleh Liam dan ia masukkan ke dalam mulutnya.

"Tak menyukainya bukan berarti tak akan ada skandal kak, kau tau media jaman sekarang suka melebih-lebihkan berita."

"Kau masih marah padaku?" Rafael menatap Liam yang terlihat lahap memakan ayamnya.

Liam berpura-pura tidak mendengarnya. Ia lalu meneguk satu kaleng bir tanpa jeda dan langsung menghabiskannya.

"Hei?!" Rafael menyenggol pundaknya, Liam meliriknya hingga matanya membentuk segaris.

"Maafkan aku.. Iya aku memang egois. Aku sudah memikirkannya tadi. Aku memang bersalah. Aku tak berpikir panjang waktu itu, jadi maafkan aku."

"Lalu sekarang apa yang akan kau lakukan?" tanya Liam.

"Setidaknya aku harus bertanggung jawab dalam segi materi. Aku akan ke rumah sakit di tempat kita kemarin di rawat, dan menanyakan alamatnya."

"Tak mungkin bisa. Itu kan informasi pribadi pasien. Lagipula besok kita harus rekaman kak." mata Liam memelas seakan meminta pada Rafael agar tidak gegabah dalam mengambil keputusan lagi.

Rafael menatap Liam lama.

"Aku berjanji akan menemanimu jika semua urusan kita sudah selesai. Tolong fokus dalam pekerjaan kita dulu kak. Aku mohon."

Rafael berpikir cukup lama. Dia tidak boleh egois kali ini. Namun dia juga tidak bisa mengabaikan Karen begitu saja. Bagaimana jika akan terjadi hal buruk pada Karen? Ia tak bisa membayangkannya. Namun disisi lain. Liam yang tidak bersalah dalam kasusnya kali ini. Rafael juga tak bisa mengorbankan Liam. Karena jika salah satu diantara mereka terkena skandal, maka member lain pun akan ikut terkena dampaknya.

"Baiklah. Aku akan fokus pada pekerjaan kita sekarang." Rafael menepuk pundak Liam lalu bangkit dari duduknya dan berjalan pergi menuju kamarnya.

Liam menarik napas lega. Ia bisa tidur nyenyak malam ini. Karena kesepakatan antara dia dengan Rafael setidaknya ia tidak akan memikirkan gadis itu untuk sementara waktu.