webnovel

Rasa yang belum di sadari

Bagai di sambar petir di siang bolong, Leon hanya bisa terpaku saat mendengar kalimat yang baru saja Charlie layangkan semenit yang lalu. Dia tak pernah menyangka bahwa gadis cantik yang sangat membuatnya penasaran dan bahkan menyatakan cinta tanpa sadar itu ternyata sudah pernah menikah dengan pria lain.

Leon mengusap wajahnya kasar. Entah kenapa, dia merasa sangat kecewa karena fakta baru yang tadi Charlie bicarakan. Berarti pria yang membuat Arumi selalu menangis sendiri di pulau ini adalah mantan suaminya. Dan entah kenapa, Leon merasa sangat tidak suka akan hal itu.

Merasa emosinya kini sudah berada di ujung tanduk, Leon menghela gelas wine berikut dengan botol-botol minuman mahal yang berjejer di atas meja dengan lengan bawahnya. Ia juga tidak tahu, kenapa hatinya bisa sepanas ini mendengar bahwa Arumi sudah pernah menikah.

Lebih panas lagi dengan fakta bahwa Arumi selalu menangisi mantan suaminya itu dan belum bisa melupakannya. Seistimewa apa pria yang sudah mencampakkan Arumi sehingga dia tidak bisa melirik seorang Leon sedikit pun ? Padahal wanita lain, baru pertama bertemu dengannya saja sudah berusaha setengah mati untuk mendapatkan seorang Leon.

"Apa yang kau lakukan, Leon ? Apa kau sudah gila ?" Tanya Zack panik yang langsung menghampiri Leon ketika mendengar suara barang pecah dari arah ruang tamu.

"Aku tidak tahu, Zack ! Tapi rasanya hatiku seperti terbakar ! Aku tidak bisa mengendalikan emosiku sendiri." Leon kembali duduk di atas sofa dengan napas naik-turun. Dia menjambak rambutnya frustasi karena bingung dengan perasaannya sendiri.

"Memangnya apa yang terjadi ? Apa yang gadis tomboy itu katakan sampai kau jadi seperti ini, hah ?" Tanya Zack sambil membersihkan pecahan kaca yang berserakan di lantai.

"Sudahlah, Zack ! Aku tidak mau membahas hal itu sekarang." Desah Leon frustasi. Ia menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa lalu perlahan memejamkan mata. Ia benar-benar terlihat kacau semenjak bertemu dan berkenalan dengan gadis asia yang memiliki paras menawan itu.

Ada sesuatu dalam diri Arumi yang membuat Leon merasa tenang dan damai. Setiap kali Arumi menebar senyum nan cantik miliknya, Leon selalu merasa waktu berhenti pada detik itu juga.

"Bersiaplah untuk tidur jika kau tidak ingin membahasnya." Perintah Zack yang sekarang sedang mengepel lantai karena ulah Leon yang memecahkan botol minuman mahal di lantai.

"Hmmm. Terima kasih !" Leon bangkit, menepuk pundak Zack sebentar lalu menaiki anak tangga menuju kamarnya. Mungkin dengan tidur memang bisa membuat Leon melupakan segala hal yang sudah terjadi. Sementara Zack hanya menggeleng prihatin menyaksikan Leon yang melangkah gontai menaiki anak tangga. Entah, ada apa dengan sahabat baiknya itu.

*

*

*

"Char, kau darimana ? Uncle Charles dan Aunty Bella sejak tadi mencarimu." Pekik Arumi khawatir saat mendapati Charlie yang berjalan memasuki halaman resort tempat mereka menginap.

"Aku hanya berjalan-jalan sebentar ! Jangan khawatir !" Charlie menepuk pundak Arumi sembari tersenyum.

"Setidaknya pamit dulu, Char ! Apalagi ini sudah larut malam. Jalan-jalan kemana saja kau ini ?"

"Tenanglah, Aru ! Aku hanya berkeliling di sekitar sini saja, kok. Aku tidak kemana-mana."

"Jelaskan itu pada Aunty Bella dan Uncle Charles di dalam. Aku sama sekali tidak ingin terlibat." Ucap Arumi dengan tegas sambil mengangkat kedua tangannya.

"Baiklah, baik ! Akan ku jelaskan sendiri pada mereka. Kau puas ?"

Arumi tersenyum lalu mengangguk. Di gandengnya tangan Charlie untuk masuk ke dalam untuk bertemu dengan kedua orang tua Charlie yang sudah cemas sejak tadi. Langkah keduanya terhenti di depan ruang tamu saat menemukan kedua orang tua Charlie yang berjalan mondar-mandir karena gelisah.

"Oh, God ! Darimana saja kau, anak nakal ?" Tanya Aunty Bella dengan nada marah sekaligus bersyukur. Akhirnya, putri semata wayang penerus satu-satunya keluarga mereka kembali juga.

"Sorry, Mom ! Charlie hanya habis berjalan-jalan sebentar di sekitar sini."

"Apa kau sudah semakin tidak waras, bocah nakal ? Ini sudah jam 1 malam dan kau pergi sendirian ?" Mr. Charles menjewer telinga Charlie karena marah.

"Sakit, Dad ! Tolong lepaskan !" Ringis Charlie yang berusaha membebaskan diri dari jeweran maut ayahnya.

"Harus berapa kali Daddy ingatkan bahwa kau itu anak perempuan, Char ! Apa kau tidak bisa diam dan bertingkah manis di rumah saja ?" Omelan Mr. Charles tampaknya masih akan terus berlanjut. Raut wajahnya benar-benar terlihat sangat khawatir.

Arumi hanya diam dan mengambil tempat duduk agak jauh dari mereka. Melihat pertengkaran kecil antar anggota keluarga yang sedang ia saksikan benar-benar membuat Arumi merasa iri. Andai ayahnya, Jonathan juga melakukan hal yang sama seperti yang Uncle Charles lakukan pada Charlie.

Terharu, tanpa sadar Arumi meneteskan air mata. Melihat betapa harmonisnya keluarga Charlie membuat Arumi juga merindukan keluarganya. Terutama sang ibu yang sudah di panggil sang pencipta terlebih dahulu. Andai ibu kandungnya masih hidup, pasti hidup Arumi tidak akan berakhir setragis ini.

"Aru ! Tolong antar Charlie kembali ke kamar. Pastikan bocah nakal ini tidak akan melakukan hal yang sama lagi." Teriak Mr. Charles yang langsung membuyarkan khayalan Arumi. Segera ia bangkit dari kursi yang ia duduki dan langsung berlari meraih lengan Charlie dan menariknya ke atas.

"Kalau begitu, kami duluan Uncle ! Selamat malam dan Selamat beristirahat, Aunty, uncle !"

Arumi menuntun Charlie dan mendudukkan sahabat baiknya itu di kursi depan meja rias. Ia memegang kedua pundak Charlie dengan mata memicing penuh selidik pada sahabat baiknya itu.

"Kau bisa membohongi uncle dan aunty, tapi tidak denganku, Char ! Katakan ! Kau darimana saja di jam selarut ini ?"

"Kan sudah ku bilang aku habis jalan-jalan." Charlie tertawa dengan di buat-buat. Jelas sekali bahwa dia memang sedang berbohong.

Arumi menghela napas lalu memegang kedua sisi pinggangnya sambil menatap Charlie. Tentu Arumi sangat tahu bahwa Charlie masih berusaha menutupi sesuatu darinya.

"Charlie, sudah ku bilang kau tidak bisa membohongiku !"

Charlie balik menatap Arumi. Dirinya ikut menghela napas sambil menurunkan bahunya. Dia menyerah. Arumi memang paling tidak bisa dia bohongi.

"Aku menemui Leon tadi."

"Leon ? Kenapa ?" Tanya Arumi terkejut. Jangan sampai Charlie berbuat sesuatu yang buruk hanya karena dirinya.

"Hanya berbincang tentang sesuatu." Jawab Charlie sambil tersenyum kecil.

"Tentang apa ? Apa mengenai aku, Char ?"

"Ya." Jawab Charlie sedikit tidak enak. Takut jika Arumi akan marah karena sikapnya yang bertindak sendiri tanpa meminta pendapat Arumi terlebih dahulu.

"Astaga, Charlie ! Kau sudah gila ? Buat apa kau membesar-besarkan masalah ini ? Aku sudah tidak mau berhubungan dengan lelaki itu lagi. Jadi, untuk apa kau menemuinya ?"

"Aku hanya memberitahu dia bahwa kau bukan perempuan yang bisa dia mainkan sesukanya. Aku menyuruhnya untuk menjauh darimu. Apa itu salah ?" Nada suara Charlie sedikit meninggi dengan mata berkaca-kaca.

Mendengar hal itu, Arumi merasa sangat tersentuh. Tak ada orang lain yang sepeduli ini selama hidupnya selain gadis tomboy di hadapannya sekarang.

"Kemarilah !" Arumi memeluk Charlie dengan perasaan haru. Charlie memang orang yang sangat menyayanginya dengan sangat tulus. Entah bagaimana hidup Arumi ke depannya andai ia tidak memiliki Charlie.

Bersambung...