Sudah satu tahun berlalu sejak kejadian itu Kenan dan Bella masih bekerja selayaknya seorang boss dan sekretaris yang saling menguntungkan di dunia bisnis seperti ini.
Mereka berdua bahkan melupakan jika hubungan di antara mereka tidak hanya sebatas itu. Kewajiban yang seharusnya mereka lakukan bahkan telah terlupakan dengan kesibukan masing-masing.
Kenan tetap menganggap Willona sebagai seorang sekretaris di kantor dan tak lebih. Meski pagi ini ia harus mengalami hangover dan membuat lelaki kekar itu harus perlahan bangkit dari duduknya sembari memegang kepala.
Pemandangan tumpukan pekerjaan telah menunggu Kenan.
"Aaggh... siaal! Pusing sekali kepalaku. Aku di mana sekarang?"
Pandangan berat itu Kenan arahkan pada sisi kasur di sampingnya. Ia sedikit mengingat kekasihnya yang datang tadi malam, merengek ingin ditemani pergi ke kelab di pusat kota.
Setelah itu Kenan terbawa suasana menyatu dengan dentuman musik serta lampu kerlap kerlip yang menyelimuti tubuh panas siapa pun yang bergerak di lantai dansa, termasuk Kenan.
Kenan menari sangat bebas nan erotis bersama dengan wanita-wanita seksi. Beberapa kali tenggorakan Kenan dibasahi dengan botol minuman beralkohol hingga tandas, dan tak sadarkan diri.
"Selamat pagi, Pak Kenan. Anda sudah bangun? Tenang saja Anda tidak tidur dengan wanita mana pun. Termasuk kekasih Anda."
Perkataan itu membuat lelaki tampan tersebut mengerutkan kening hingga mempertemukaan kedua alis tebalnya membentuk cekungan dalam, lantas memandang wanita cantik yang telah berdiri tak jauh dari ranjang Kenan.
"Apa kau yakin? Aku tidak mau sampai menaruh benih di dalam rahim wanita mana pun. Benihku sangat berharga. Dan aku tidak mau sampai mereka membuat masalah," balas Kenan memastikan kembali.
Lelaki tampan berkuasa itu tidak mau sampai ada wanita yang mendadak datang pada Kenan dan mengaku sedang hamil anaknya, lantas menghancurkan seluruh image yang diciptakan.
Gagah, tampan rupawan, tanpa kekangan cinta. Itulah seorang Kenan.
Willona mengangguk sembari meletakkan minuman hangat di atas nakas. "Sayalah yang menjemput Anda. Jadi, saya bisa memastikan hal tersebut, Pak Kenan."
"Pak Kenan, apa saya boleh bertanya?" Lanjutnya.
Kenan mengangguk, ia masih sibuk memijat dahinya yang terasa pening.
"Lalu, apa gunanya Anda berkencan dengan Nona Zoya, jika Anda tidak ingin Nona Zoya mengandung anak Anda?"
Willona sudah lama mengikuti Kenan sejak dirinya belum bisa melakukan pekerjaannya sebagai sekretaris utama, hingga ia dipercaya Kenan untuk mengatasi masalah pribadi di saat Zeyn—asisten pribadi Kenan berhalangan datang.
Wanita cantik itu masih tidak bisa memahami arah pemikiran Kenan sampai saat ini. Lelaki itu memang banyak memiliki teman berkencan, tapi yang ia tahu hanya Zoya yang selalu ada di samping Kenan.
Bukankah itu artinya Zoya sudah menjadi wanita terpenting untuk Kenan?
"Apa urusanmu? Apa aku membayarmu untuk mengurusi urusanku?"
Willona menggeram, lagi dan lagi balasan yang ia terima jauh dari harapan. Willona memang sudah terbiasa mendengar kalimat sarkas itu keluar dari mulut tajam Kenan. Tapi, tetap saja hatinya terasa berdenyut, ada rasa sakit di sana.
Tarikan napas panjang mengiringi tubuh Willona sedikit membungkuk. Tugas Willona sudah selesai, ia tidak mau berlama-lama di sini. Karena hal tersebut akan membuat emosinya ikut membuncah.
"Baiklah, Pak Kenan. Saya permisi, Zeyn akan segera kemari untuk mengurus keperluan, Pak Kenan," ucap Willona dengan hormat.
Willona membalikkan tubuh, mulai mengayun langkah ke arah pintu kamar Kenan. Tapi, baru saja gagang pintu tertarik, tiba-tiba seorang wanita masuk begitu saja menabrak bahu Willona tanpa rasa berdosa sedikit pun.
Hampir saja tubuh Willona terhuyung jatuh ke samping. Beruntung pijakkan heelsnya kuat dan tangan itu masih memegang gagang pintu, membuat Willona masih berdiri selamat.
"Sayang, kamu sudah bangun?"
"Kamu tidak apa-apa kan?" sambungnya dengan nada manja mengalungkan kedua tangan rampingnya di leher tegas Kenan.
Willona memiringkan tubuh, diam-diam melirik untuk sedikit melihat apa yang sedang mereka lakukan di belakang punggung Willona. Ia melihat tangan besar Kenan sudah bersarang di pinggang ramping Zoya—kekasih Kenan, sudah tiga tahun ini.
"Aku tidak apa-apa, maaf aku pulang lebih dulu," balas Kenan yang merasa bersalah telah meninggalkan wanita yang kini berada di pangkuannya, sendirian di kelab tadi malam.
Zoya mengangguk sembari menyentuh bibir tebal Kenan. Wanita itu perlahan ingin meraup bibir kekasihnya. Namun, instruksi suara Willona mendadak membuat Zoya menghentikan aksinya.
"Pak Kenan jangan lupa bersiap ke kantor jam tujuh di pagi ini, meeting intern telah menunggu Anda. Permisi."
Zoya berdecak kesal melihat tubuh sekretaris kekasihnya yang sudah menghilang dari balik pintu kamar Kenan.
Kenan melebarkan kedua kelopak mata untuk menyegaarkan mata. Ia mengingat jika hari ini dirinya memang akan menghadiri meeting dengan beberapa Devisi untuk membahas produk terbaru perusahaan Kenan yang sudah meluncur satu bulan ini.
"Kamu tidak akan meninggalkan aku lagi 'kan, Sayang? Kita bahkan belum bercinta sejak kemarin ... aku sangat merindukanmu," lirih manja Zoya yang bergerak menyentuh dada bidang Kenan.
Nada manja bercampur merajuk sungguh membuat darah Kenan berdesir. Ia lelaki normal, Zoya telah membangkitkan gairah paginya yang belum terlampiaskan oleh apa pun.
"Aku harus ke kantor, Sayang. Tapi, untuk memuaskanmu aku bisa," tanggap Kenan sudah membasahi leher putih jenjang Zoya hingga membuat wanita itu mendongak geli dengan mata memejam erat.
Desahan menggoda itu tak bisa terhindar dari mulut wanita seksi tersebut. Kedua tangannya mengusap kasar rambut belakang Kenan, sesekali tarikan itu membuat Kenan semakin bersemangat ingin mengakhiri dengan lolongan panjang. Tali dress mini itu juga sudah diturunkan hingga sebatas perut.
"Aku ingin hamil anakmu, Sayang," ucap Zoya di saat Kenan sedang bermain di kedua bukit indahnya, menenggelamkan wajah tegas itu di sana.
Kedua mata Kenan terbuka lebar, ia melepas boba yang sempat ia nikmati. Tubuh Kenan mendadak bangkit dari duduknya. Suara mengaduh membuat lelaki itu hanya sebatas melirik malas pada tubuh kekasihnya yang sudah setengah telanjang, lantas begitu saja terjatuh kasar di atas tempat tidur.
"Kamu mau ke mana, Sayang?" tanya Zoya dengan nada memelas. Ia sudah di ujung gairah panasnya menginginkan lebih dari sentuhan Kenan.
Akan tetapi, Kenan justru terlihat berbeda. Tak ada lagi gairah di sana, begitu terlihat jelas menguar entah ke mana karena permintaan Zoya yang tak pernah lelaki itu sukai.
"Pakai pakaianmu lagi dan pergi dari sini. Aku harus pergi ke kantor." Kenan masuk ke kamar mandi, melapaskan begitu saja kemeja yang tadi malam menempel di tubuh kekarnya.
Zoya menggegam erat sejumput seprai putih, lantas diremasnya. Kedua mata berkilatnya masih memberi fokus pada kepergian Kenan.
Wanita itu tak menyangka perasaan cinta yang telah Zoya berikan kepada Kenan masih belum bisa membuat Kenan mempercayai dirinya bisa sebagai Nyonya Argadinatha. Aghh sialan, gagal lagi!
"Sepertinya aku sudah tidak bisa menggunakan cara lembut untuk memaksamu memberi sumber kekayaan itu padaku, Sayang," gumam Zoya, bertekad bulat penuh keculasan.
Di sisi lain Willona sudah menyiapkan sarapan pagi untuk Kenan dan kekasih lelaki itu, biasanya jika mereka bersama, maka akan berakhir dengan bercinta. Willonalah yang akan menjadi korban di sini, ia hanya akan menunggu sang boss sampai turun.
Sangat membosankan.
Tidak berapa lama, Willona yang sudah lemas mendadak berdiri tegak saat melihat seseorang menuruni tangga. Willona tak menyangka melihat Zoya berjalan seorang diri, semakin mengikis jarak di antara dirinya, wajah itu terlihat kesal. Kedua tangannya mengangkat dua pasang heels dengan jari telunjuk di kedua sisi tubuh Zoya.
"Katakan pada bossmu, jangan temui aku dalam seminggu! Aku sedang marah padanya!" kata Zoya menggebu pada Willona yang hanya dibalas dengan anggukan bingung Willona.
Willona menggaruk kepala belakangnya seiring dengan kepergian Zoya.
"Ada apa lagi ini?"